Striker Manchester United, Romelu Lukaku, menunjukan penampilan mengesankan dan menjadi salah satu pemain favorit di turnamen besar Piala Dunia 2018. Ternyata, semua itu tidak didapatnya secara instan, tapi semua itu didapat berkat motivasi dan inspirasi perjuangan yang telah ia dapatkan sebelumnya.

Maka tak heran, mengapa Romelu Lukaku sontak berlutut ketika wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan pada laga Belgia melawan Brasil akhir pekan lalu di Stadion Kazan. Ia sangat terlihat kewalahan. Namun bukan kewalahan karena merasa lelah, tapi karena ia kewalahan dalam menahan emosi haru bercampur bahagia setelah berhasil membawa tim nasionalnya itu masuk ke semifinal Piala Dunia.

Dengan hasil tersebut, momen bersejarah sepertinya akan terukir ‘lagi’. Akhirnya Belgia berhasil mencapai semifinal Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak 1986. Ini benar-benar merupakan pencapaian besar bagi Lukaku, bocah kecil yang dulu tinggal bersama tikus-tikus apartemen tempat ia dibesarkan di Wintam, yang meminum susu dicampur dengan air, yang merasakan berminggu-minggu tanpa listrik, dan yang meminta roti dari toko roti. Tapi sekarang ia berada di sini, di puncak kompetisi Piala Dunia.

Baca juga: Romelu Lukaku: Masa-Masa Penuh Kesulitan (1)

Meski akhirnya Belgia kalah dari Prancis pada babak semi final, Lukaku tampaknya telah membuat ibunya, Adolphine, bangga ketika ia bersumpah untuk membahagiakannya dengan pencapaian besar bersama tim nasional Belgia.

Selain ibunya, Lukaku juga telah membuat Vinnie Frans -sahabatnya yang merupakan ‘penonton di barisan depan’ ketika tur United pra-musim di AS pada musim panas tahun lalu- merasa senang dan bahagia. Mereka berdua adalah orang yang menginspirasi dirinya hingga saat ini.

“Saya kehilangan 10 tahun dalam hidup saya, tanpa pencapaian apapun, tapi dengan hasil pertandingan ini (Belgia 2-1 Brasil) sekarang saya merasakan bahwa itu luar biasa,” kata Lukaku kepada MEN Sport tentang kemenangan dramatis 2-1 itu.

“Ini adalah sesuatu yang saya, ibu dan sahabat saya impikan ketika saya masih remaja, dan mereka sekarang berhasil hidup dalam mimpi itu. Bagi saya, mereka adalah inspirasi saya untuk bisa berdiri di sini.“

Baca juga: Romelu Lukaku: Tentang Amarah yang Terpendam (2)

Sangat jauh dari kata ‘baik’, adalah kata yang merepresentasikan keadaan Romelu Lukaku saat masih kecil, yang hidup bersama orang tua dengan mimpi besar di atas putra mereka yang saat itu masih kecil. Namun keadaan itu tidak mematahkan semangat juang pemain berusia 25 tahun tersebut dalam meraih kesuksesan.

Hal ini pula yang turut dijelaskan Jelle van Damme, mantan bek Anderlecht yang sempat bermain bersamannya saat masih berada di liga utama Belgia. Ia mengatakan bahwa kekuatan mental Lukaku adalah ‘senjata’ yang membedakannya dengan anak muda lain, sama seperti fisik dan kemampuannya yang luar biasa.

“Dia bermimpi dan ingin memburu kesuksesan, dan ingin mencapai sesuatu, terutama untuk ibunya. Dia ingin memberi kehidupan yang lebih baik untuk ibunya. Saya melihatnya sebagai seorang putra yang penurut dan berbakti,” tutur mantan bek Anderlecht, Jelle van Damme kepada MEN Sport.

“Saya tahu dia memiliki masa muda yang sulit, tumbuh dengan keadaan serba kurang dan kesulitan. Tetapi itu semua tidak menjadi penghalangnya. Dia bahkan beralasan jika sejak kecil mentalnya tidak pernah berubah dan selalu tetap rendah hati dan tidak pernah lupa dari mana dia berasal.”

Baca juga: Romelu Lukaku: Tak Perlu Lagi Kartu Pengenal (3)

Jelas sekali bahwa perjuangan Lukaku tidaklah instan. Pencapaian-pencapaian apik diraihnya secara perlahan. Dimulai dari menjadi pemain termuda yang pernah memenangkan sepatu emas di liga papan atas Belgia, bahkan sampai menyelesaikan diploma selama dua tahun di bidang pariwisata dan hubungan masyarakat di Institut Sint-Guido.

Kemudian, tidak butuh waktu yang lama bagi Lukaku untuk masuk ke dalam pencapaian besarnya yang lain. Setelah mendapat sepatu emas di liga Belgia, ia memutuskan untuk bergabung dengan Chelsea, klub yang memplotnya sebagai pemain muda pelapis Didier Drogba, Fernando Torres, Nicolas Anelka dan Daniel Sturridge di skuad mereka. Lukaku pun berkesempatan besar untuk belajar langsung dari striker yang sangat ia idolakan, Drogba.

Baca juga: Thierry Henry, Otak di Balik Gemilangnya Romelu Lukaku dan Timnas Belgia

“Romelu memiliki bakat yang masih mentah ketika saya bersamanya di Anderlecht, dan dia masih dalam proses perkembangan. Tapi, saat dia bermain di Inggris, dia berhasil mengingatkan saya kepada Didier Drogba, yang juga menjadi mentornya ketika di Chelsea,” pungkas Van Damme.

“Dia adalah anak yang sangat ambisius dan pekerja keras. Dia itu seperti seekor monster. Apalagi saat dia bermain dengan Ibrahimovic di United. Saya bisa melihat kemiripannya dengan Ibrahimovic dari cara dia bermain dan kualitas mentalnya. Dia memiliki karakteristik yang sangat unik untuk dimilikinya di usianya yang masih muda itu.”

Romelu Lukaku adalah pemain yang berjuang secara ‘tidak instan’. Sebuah proses telah menemaninya sejak kecil, dan transformasi yang dibuatnya dari latihan adalah bukti konkrit yang menjelaskan bahwa suatu pencapaian itu bisa didapatkan dengan semangat dan usaha.

Pada akhirnya Belgia hanya berhasil menyabet gelar juara ketiga di Piala Dunia 2018. Kendati begitu, bukan tidak mungkin, dengan hasil tersebut Lukaku dapat terus meningkatkan performanya dan mendapatkan tingkat kesuksesan yang lebih tinggi lagi dari yang telah ia dapatkan sekarang.

 

Sumber: Manchester Evening News