Buat Manchester United, menggaji mahal pemain tak berguna mungkin tidak masalah. Anthony Martial digaji 250 ribu paun sepekan atau hampir lima miliar rupiah. Dalam setahun, ia sudah bisa membangun empat stadion Si Jalak Harupat.

Hal ini masih terus berlanjut karena pengeluaran sejalan dengan pendapatan. Sialnya, United masih punya banyak fans fanatik yang tidak peduli kondisi klubnya sedang terpuruk sekalipun, mereka masih akan tetap mendukung.

Walau demikian, masih ada hubungan antara prestasi dengan pendapatan. Yang paling utama adalah hadiah uang kompetisi. Kalau United tidak bisa konsisten di papan atas, pendapatan mereka akan berkurang. Pun bila tidak main dan melaju jauh di kompetisi Eropa.

Berkurangnya pendapatan dari hadiah uang kompetisi jelas akan berpengaruh nantinya. Untuk itu, harus ada pengeluaran tidak penting yang dipangkas. Yang paling besar adalah gaji pemain yang kelewat mahal. Untuk itu, United perlu menghitung ulang pengeluaran mereka dan mulai mengubah cara mereka menggaji pemain.

Gaji Tinggi Performa Mini

Pesepakbola di Eropa, umumnya digaji perpekan dengan angka yang sudah pasti. Tak peduli apakah mereka main atau tidak. Bahkan, para pemain ini kerap memiliki klausul  bonus dalam kontrak mereka seperti jumlah penampilan atau jumlah gol.

Di United, empat pemain bergaji termahal adalah Marcus Rashford (430 ribu paun), Casemiro (430 ribu paun), Jadon Sancho (350 ribu paun), dan Raphael Varane (340 ribu paun). Buat penulis, gaji fantastis untuk empat pemain di atas tidaklah layak. Termasuk Casemiro. Sungguh terlalu mahal. United kerampokan di siang bolong.

Tentu hal ini menimbulkan pro-kontra. Anda mungkin menganggapnya layak. Namun, dengan prestasi United saat ini, agaknya tidak ada yang pantas digaji di atas 100 ribu paun sekalipun.

Rashford memang tampil bagus musim 2022/2023 lalu. Akan tetapi, di musim 2023/2024 ini penampilannya angin-anginan. Sementara Sancho adalah yang terburuk. Tidak tahu malu. Friksinya dengan Erik ten Hag membuatnya tak pernah dimainkan. Padahal syaratnya mudah: minta maaf. Sampai akhirnya, Sancho pun dipinjamkan ke Borussia Dortmund.

Sementara itu, Casemiro dan Varane adalah tipikal transfer yang diperlukan United. Tujuannya adalah mengembalikan mental kemenangan mengingat Casemiro dan Varane sudah banjir penghargaan semasa membela Real Madrid. United harus menggoda mereka dengan gaji yang lebih tinggi.

United memang membutuhkan restrukturisasi dalam segala hal. Soal keuangan ini diperlukan aturan khusus mengenai perekrutan, durasi kontrak, dan penyesuaian gaji pemain yang sudah ada.

Kehadiran Sir Jim Ratcliffe dengan INEOS-nya diharapkan bisa membawa perubahan, meski cuma memiliki 25 persen kepemilikan. United saat ini memiliki tiga masalah utama dalam skuad mahalnya itu: cedera, penurunan performa, dan faktor non-teknis seperi Sancho. Tiga hal ini yang mesti jadi bahan perhatian Sir Jim dan anak buahnya.

Menurut Jamie Jackson dari The Guardian, lima bulan sejak awal musim ini, United sudah membayar setidaknya 500 ribu paun setiap pekan atau sekitar 9 juta paun. Uang ini mengalir pada pemain yang tak masuk ke dalam skuad baik karena cedera, performa menurun, sakit, masalah pribadi, atau alasan kedisiplinan.

Suporter tentu tak peduli dengan berapa banyak yang klub keluarkan untuk menggaji pemain. Akan tetapi, saat klub menjadi sulit menang, main buruk, dan inkonsisten, hal ini amatlah mengganjal.

Untuk itu diperlukan suatu skema penggajian tertentu agar semua pihak tak merasa ada yang dirugikan. Pemain jelas punya kuasa lebih karena kalau ia tak sepakat dengan gaji yang ditawarkan, ia bisa pergi. Namun, logikanya, dengan tingkah di luar lapangan yang menjengkelkan, klub mana yang mau menggaji 350 ribu paun sepekan buat Sancho?

Cuma klub-klub tertentu yang punya kekuatan finansial macam itu. Misal Real Oviedo ingin merekrut Sancho, mereka tak mungkin bisa menggajinya sebanyak itu. Tak akan ada yang mau menggaji pemain dengan dampak minimal seperti itu.

Di sinilah pentingnya departemen perekrutan, yang nantinya diketuai CEO dan direktur sepakbola. Mereka harus mendatangkan pemain yang bukan cuma jago, tapi potensial, tidak suka bikin masalah, dan kalau bisa, bisa dijual kembali dengan harga lebih mahal.

Contoh Tunjangan Bonus

Sistem penggajiannya adalah menggunakan gaji dasar ditambah bonus. Misalnya, Rashford digaji 50 ribu sepekan. Namun, ia akan mendapatkan tunjangan berupa bonus dari setiap gol yang dia cetak, misalnya satu gol dihargai 100 ribu paun.

Sementara untuk posisi lainnya, dapat digunakan parameter lain macam asis, umpan kunci, jumlah tekel, jumlah umpan sukses, nirbobol, sampai menit bermain. Kalau bonus biasanya dihargai lebih rendah, dalam skema penggajian yang baru ini justru dibikin lebih tinggi daripada gaji dasar. Tunjangan ini setidaknya akan memberikan pemain motivasi untuk selalu main bagus. Dan kalau mereka tak diturunkan, mereka hanya akan mendapatkan gaji.

Strukturisasi gaji ini yang dikemukakan Jamie Jackson. Ia mencontohkan bagaimana Rashford mendapatkan 21,75 juta paun dalam lima bulan. Kalau gol dijadikan faktor penggajian, artinya, United mengeluarkan 7,25 juta paun untuk satu gol Rashford. Kalau ditambah asis berarti sekitar 2,41 juta paun. Angka ini sungguhlah besar.

Pun dengan Casemiro yang selama lima bulan itu digaji 7,3 juta paun meski tak bermain. Bisa diterapkan sistem jumlah menit bermain. Misalnya, satu menit dihargai seribu paun. Artinya, 90 menit seharga 90 ribu paun. Kalau Casemiro tak main di 17 laga, ia berarti sudah kehilangan 1,5 juta paun sementara United menghemat di angka yang sama.

Para pemain jelas tak menginginkan dirinya cedera atau performanya menurun. Tunjangan bonus ini bisa jadi pelecut bagi mereka untuk tampil lebih baik lagi. Sehingga kasus macam Sancho bisa ditekan. Karena kalau ia tidak main, ia harusnya hanya mendapatkan gaji UMR Manchester.