Foto: Dailymail.co.uk

Rabu dini hari nanti, Old Trafford tidak hanya menyambut kembali Cristiano Ronaldo, tetapi juga kembalinya Juventus yang merupakan lawan favorit Setan Merah sepanjang sejarah mereka di kompetisi Eropa.

Banyak klub yang sudah dihadapi United, namun yang paling sering dijumpai oleh mereka adalah Juventus. Mereka sudah 12 kali bertemu di beberapa kompetisi Eropa. Akan tetapi, catatan United ketika bertemu Juventus terbilang kurang baik. Mereka hanya meraih lima kemenangan dan lima kekalahan sejak pertemuan pertama di Piala UEFA 1976.

Laga nanti tidak hanya mempertemukan dua kesebelasan yang menjadi raja di negara mereka masing-masing. Melainkan juga mempertemukan dua tim yang dibenci oleh kompetitor mereka di liga domestik. United tidak disukai karena dominasi mereka di era 90-an sementara Juventus dibenci karena skandal Calciopoli yang membuat mereka diejek dengan kata ‘Rubentus’, mengambil kata Rubare yang berarti mencuri.

Baca juga: Manchester United vs Juventus: Mempertahankan Performa Positif

Pertemuan United dengan Juventus pertama kali terjadi pada babak kedua Piala UEFA 1976. Juve adalah tim kedua Italia yang mereka hadapi setelah AC Milan. Bermain di Old Trafford, sepakan voli Gordon Hill membuat tuan rumah unggul 1-0. Pertandingan itu sendiri diwarnai dengan teriakan ‘binatang’ dari penggemar United sebagai ejekan atas permainan defensif mereka yang menjurus kasar.

United sendiri tersingkir ketika pada pertemuan kedua mereka kalah telak 3-0 melalui brace Roberto Boninsegna dan Romeo Benetti. Tekanan pendukung Juve membuat beberapa pemain United sulit untuk keluar dari tekanan.

“Kegaduhan mereka membuat saya takut. Butuh banyak dari kita keluar dari tekanan itu. Secara fisik dan mental, saya kelelahan sebelum laga selesai,” tutur bek kiri United, Arthur Albiston.

Tujuh tahun kemudian, kedua klub bertemu lagi dalam semifinal Piala Winners. Juve saat itu memiliki tim kuat dengan Michel Platini, Paolo Rossi, Claudio Gentille, dan pelatih Giovanni Trapattoni sebagai pusat kekuatan mereka.

United tidak bisa berbuat banyak. Pada leg pertama di Manchester, mereka hanya bermain imbang 1-1. Kehilangan Robson, Wilkins, dan Muhren karena cedera mengurangi kekuatan klub yang ingin mengincar gelar Eropa pertama sejak 1968. Pada leg kedua, gol tandang dari Norman Whiteshide tidak cukup membawa tim ke partai puncak karena kalah 2-1. Juve kemudian keluar sebagai juara setelah mengalahkan Porto di laga puncak.

Baca juga: 20 Menit Penuh Drama di Teater Impian

Kedua tim semakin rajin bertemu ketika kompetisi Piala Champions menjadi Liga Champions. Sejak 1996 hingga 1999, kedua kesebelasan bertemu enam kali. Juve saat itu adalah kekuatan besar di Eropa dengan tiga kali mampu melangkah hingga partai puncak sedangkan United asuhan Sir Alex berisi talenta muda yang siap menguasai dunia.

Akan tetapi, tetap saja Juventus sangat sulit untuk diimbangi oleh Setan Merah. Satu gol Alen Boksic dan Del Piero membuat United kalah kandang dan tandang pada musim 1996/1997 yang membuat mereka nyaris tersingkir dari fase grup. Sir Alex bisa saja membalaskan dendam kepada skuad Marcelo Lippi tersebut jika pada semifinal mereka tidak dikalahkan oleh Borussia Dortmund.

Kemenangan kedua melawan Juve baru diraih pada musim berikutnya. Sundulan Sheringham, gocekan Paul Scholes, dan solo run Ryan Giggs membuat gol cepat Del Piero dan tendangan bebas Zidane menjadi tidak berarti. Meski begitu, sundulan Filipo Inzaghi ketika bermain di Delle Alpi membuat mereka berhasil lolos menemani United yang keluar sebagai juara grup.

Saat United meraih treble, kedua kesebelasan tidak dipertemukan dalam babak grup. Meski begitu, keduanya mempunyai perjalanan yang hampir sama yaitu sama-sama nyaris tersingkir dari babak grup. Di Grup D, United hanya punya 10 poin dan meraih empat kali hasil seri. Sementara Juventus hanya unggul selisih gol dalam grup B yang tiga pesertanya sama-sama memiliki delapan poin.

Penggawa United, Gary Neville, tahu kalau Juventus bisa menunjukkan penampilan yang berbeda jika menghadapi fase gugur? Sesaat setelah memastikan United sudah aman, ia bertanya kepada wartawan apakah Juventus juga lolos? Dan ketika reporter menjawab iya, wajah Gary Neville menunjukkan rasa kecewa.

“Juventus adalah tim kuat dan penuh bakat. Berdiri di sebelah mereka saja sudah mengintimidasi. Mereka punya Ciro Ferrara, (Paolo) Montero, (Didier) Deschamps, Zidane, (Antonio) Conte, Del Piero, Vieri, dan Boksic. Kami beruntung hanya kalah 1-0 di Turin pada 1997, tetapi laga itu bisa saja berakhir 10-0 untuk mereka. Mereka mengajarkan kami cara bermain bola dengan benar. Kami tidak punya peluang bagus sepanjang pertandingan,” tutur Gary dalam buku autobiografinya.

Ketakutan Gary muncul saat keduanya kembali bertemu pada semifinal 1999. Antonio Conte membawa mereka mendapat gol tandang sebelum sepakan kencang Giggs menyelamatkan muka United. Saat dua gol Inzaghi membawa Juve unggul pada leg kedua, seketika bayang-bayang tersingkir dari kompetisi kembali muncul. Beruntung, Roy Keane, Yorke, dan Andy Cole membalikkan keadaan dalam laga dramatis tersebut dan membawa mereka ke Barcelona untuk mengukir sejarah.

Dua pertemuan terakhir kedua tim terjadi pada fase grup kedua Liga Champions 2002/2003. Di Old Trafford, David Beckham menjadi pusat perhatian karena bermain dengan pelipis diplester akibat insiden sepatu terbang pekan sebelumnya. Meski sakit hati, Becks masih mengirimkan dua asis untuk membawa United menang 2-1.

Ketika bertemu di Turin, tiga serangan balik United berbuah tiga gol tanpa balas dari kaki Ryan Giggs (dua gol) dan satu dari Ruud van Nistelrooy. Meski lolos dengan predikat juara grup, United tersingkir di delapan besar dari Real Madrid. Apes bagi mereka, Juventus yang hanya keluar sebagai runner up justru melangkah hingga partai puncak yang digelar di stadion Old Trafford.