Foto: Goal.com

Pada November 2005, Manchester United membuat keputusan yang mengejutkan. Mereka melepas Roy Keane yang sudah 12 tahun meraih kejayaan bersama mereka. Sikap Keane yang mulai di luar batas menjadi alasan mengapa Fergie berani melepas salah satu rekrutan terbaiknya. Kehilangan Keane saat itu membuat lini tengah United menjadi rapuh sepanjang musim.

Baca juga: Watak Keras Roy Keane dan Kejayaan Manchester United di Era Sir Alex Ferguson

Semusim kemudian, United langsung mendapatkan pengganti Keane dalam sosok Michael Carrick. Gaya permainan Carrick memang jauh berbeda dibanding Keane, tetapi ketenangannya membantu United kembali menjadi kesebelasan yang solid di setiap pertandingan.

United benar-benar beruntung memiliki Carrick. Apa jadinya jika pemilik nomor 16 ini memilih Arsenal yang saat itu performanya jauh lebih bagus ketimbang United.

Baca juga: Barcelona yang Membuat Michael Carrick Depresi

***

Setidaknya itulah yang dirasakan Carrick ketika masih memperkuat West Ham pada 2003/2004. Di sisi lain, United masih menjalin hubungan baik dengan Keane. Sementara Carrick sedang bersiap untuk dijual The Hammers yang sedang mengalami kesulitan finansial.

Banyak klub yang sebenarnya berminat dengan Carrick. Crystal Palace, West Brom, Portsmouth, dan Everton, adalah kesebelasan yang tertarik menggunakan jasanya. Akan tetapi dari beberapa tawaran tersebut, hanya Portsmouth yang membuatnya tertarik.

“Harry Redknapp membuat saya tertarik karena dia melatih di sana saat itu. Begitu juga Peter Storrie, yang saya kenal sejak di West Ham. Saya setuju untuk bertemu Harry. Saya menelepon David Geiss, agen saya, untuk bertemu Harry dan Peter di dekat Heathrow, beberapa hari sebelum Community Shield dimulai.”

Pertemuan tersebut berjalan sangat lancar. Harry meminta Carrick untuk langsung datang ke Portsmouth untuk melakukan tes medis keesokan harinya. Akan tetapi, semua kesepakatan berubah ketika di perjalanan pulang, agennya mendapat telepon dari Arsenal.

The Gunners datang dengan status sebagai tim yang memenangi liga musim sebelumnya dengan tanpa kekalahan. Mereka adalah tim terbaik Inggris saat itu. Wenger sangat tertarik kepada permainan Carrick dan langsung meminta si pemain untuk datang ke rumahnya.

“Saat pulang, kami mendapat telepon dari Arsene Wenger yang meminta bertemu di rumahnya. Dalam satu jam, saya hanya mencubit diri saya sendiri karena berada di rumah Arsene Wenger. Saya tidak percaya. Apakah ini benar terjadi? Arsenal! Mungkinkan saya berada di ambang penandantanganan dengan tim yang musim sebelumnya melewati musim tanpa kekalahan.”

Arsenal jelas berbeda dari Portsmouth. Itulah yang membuat Carrick merasa bersemangat ketika diminta oleh Wenger untuk menceritakan kelebihan dan kelemahannya sebagai pesepakbola. “Saya seperti orang yang sedang melakukan wawancara untuk jadi pegawai negeri. Obrolan saya dengan Wenger berbeda dengan obrolan saya dengan Harry,” tuturnya.

Pembicaraan dengan Wenger berakhir setelah menghabiskan waktu satu jam. Di akhir pembicaraan, Wenger meminta Carrick datang pada hari Senin atau sehari setelah Community Shield digelar. Mendengar perkataan itu, Carrick tidak bisa menutupi rasa gembira sekaligus tegang karena selangkah lagi ia akan menjadi penggawa anyar Arsenal.

“Butuh beberapa menit untuk menjelaskan kepada Lisa (istri Carrick) tentang pertemuan itu. Kepalaku terasa berputar-putar. Saya sudah memikirkan Arsenal akan finis di posisi satu atau dua di akhir musim. Saya sangat senang Arsenal menginginkan saya tetapi saya sadar sudah memperlakukan Harry dengan tidak hormat. Hal yang saya lakukan kemudian meminta maaf kepada Harry.”

Beruntung Harry menerima keputusan Carrick. Paman dari Frank Lampard ini juga mengetahui kalau Arsenal juga berminat kepada Carrick. Beberapa kesepakatan sedang diusahakan oleh pihak Carrick dan Arsenal. Peluangnya untuk menjadi pemain inti terbuka lebar mengingat Patrick Vieira diisukan akan hengkang dari Arsenal.

Carrick pulang ke rumah dan menyaksikan Community Shield antara Arsenal yang bertemu dengan Manchester United. Patrick Vieira tidak ada dalam daftar pemain, tempat yang nantinya menjadi milik Carrick diisi oleh anak muda 17 tahun asal Spanyol bernama Cesc Fabregas. Ia tidak terpengaruh dengan kehadiran Fabregas. Bahkan ia berani untuk berkata kalau Fabregas masih sering melakukan kesalahan.

Arsenal menang 3-1 dan mengangkat trofi Community Shield. Selepas laga, ia menunggu panggilan pihak Arsenal untuk membahas pertemuan yang akan dilangsungkan keesokan harinya. Hari berganti, tetapi panggilan yang ditunggu Carrick tidak pernah muncul. Mengingat statusnya masih menjadi pemain West Ham, ia pun berangkat ke tempat latihan The Hammers. Sepanjang perjalanan, Carrick mendapatkan mimpi buruk.

“Pihak Arsenal kemudian menelepon saya dan menyampaikan pesan kalau mereka tidak butuh saya. Mereka lebih memilih Fabregas ketimbang saya. Apa yang ditunjukkan Fabregas mengubah pikiran Wenger tentang saya. Saya benar-benar hancur. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan.”

Gagalnya Carrick bergabung dengan Arsenal membuka kesempatan Redknapp untuk merekrutnya. Akan tetapi, ia menolak Redknapp untuk meneleponnya karena Carrick tidak mau menjilat ludahnya sendiri yang sebelumnya menolak tawaran Portsmouth.

Dalam setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Gagal datang ke Arsenal, bukan berarti Carrick tidak laku. Tiba-tiba, direktur olahraga Spurs, Frank Arnesen, menelepon Carrick. “Entah dari mana panggilan dari Frank muncul. Ketika melihat gaya permainan mereka, saya merasa kalau klub ini cocok untuk saya. Saya kemudian menelepon Lisa dan orang tua saya untuk berkata kalau saya akan ke Tottenham.”

Carrick mungkin tidak menyangka kalau permainannya di Spurs mengundang ketertarikan dari Manchester United. Dua musim di London utara, ia kemudian hijrah dan menjadi legenda di Old Trafford dengan banyaknya trofi yang mungkin tidak bisa ia dapatkan jika memilih Arsenal.

Beberapa kutipan ini diambil dari buku autobiografi Michael Carrick yang berjudul Beetween the Lines yang akan rilis 18 Oktober mendatang.