Foto: Sportinglife

Selama beberapa waktu, Max Taylor harus berjuang dengan tubuhnya untuk menahan rasa tidak enak yang ditimbulkan dari kankernya. Oleh sebab itu, ia langsung menjalani perawatan kemoterapi untuk mempercepat penyembuhan dari dampak yang diberikan kanker pada tubuhnya. Menurut BBC Sports, dikabarkan Taylor melakukan kemoterapi tiga kali proses dalam tiga minggu. Siklusnya dimulai pada 21 November 2018.

“Minggu pertama kemoterapi adalah hari Senin, delapan jam kemoterapi, empat jam hidrasi. Selasa: enam jam kemoterapi, empat jam hidrasi. Rabu: dua jam kemoterapi dan sisa hidrasi. Kemudian saya akan pulang dan kembali seminggu kemudian selama dua jam kemoterapi, dan akhirnya kembali seminggu kemudian untuk dua jam kemoterapi lagi. Saya melakukannya tiga kali,” ungkap Taylor dikutip dari BBC Sports.

“Kedengarannya tidak terlalu berat, tetapi kemo yang saya lakukan cukup beracun. Malam pertama adalah yang terburuk. Saya bangun, gemetar dan berkeringat, tetapi saya merasa kedinginan. Kemudian penyakitnya mulai kembali saya rasakan. Di malam pertama, saya menyadari bahwa itu akan terjadi selama sembilan minggu. Ini begitu sulit.”

Meski berat pada awalnya, Max Taylor kemudian merasa lebih mudah untuk mengatasi bagian pemulihan yang selanjutnya. Ia bisa membandingkannya dengan jelas, saat saraf yang menumpuk sebelum dimulai, dan menghilang begitu saja ketika dimulai. Di sisi lain, rekan sesama pemain sepakbola yang juga terkena kanker, Joe Thompson, ternyata menawarkan dukungannya selama menjalani proses kemoterapi.

“Saya berbicara dengan Joe malam sebelum saya masuk melakukan kemo. Dia benar-benar membantu. Dia mengatakan ketika saya sakit atau ketika saya sedang berada di toilet, Joe memberi nasihat yang membuat saya lebih baik. Sistem kekebalan saya sangat rendah, sehingga saya tidak bisa berada di ruangan dengan lebih dari enam atau delapan orang karena risiko infeksi,” tutur Taylor.

“Saya juga tidak diizinkan pergi dan melihat teman-teman. Tapi, saya memang tidak mau, karena saya tidak ingin mereka melihat saya dalam keadaan kanker dan merasa kasihan pada saya. Saya ingin mereka melihat saya di sisi lain. Pada saat yang sama, saya membutuhkan orang-orang di sekitar saya. Meskipun lebih sulit rasanya untuk melihat seseorang yang Anda sayangi memandang Anda dalam kondisi kanker.”

“Keluarga dan pacar saya adalah orang-orang yang melihat saya terlihat sakit, kehilangan rambut, dan perjuangan saya. Pada awalnya mereka mencoba untuk melindungi saya. Begitu saya menjadi lebih terbuka tentang hal itu, mereka dapat berbicara tentang bagaimana perasaan saya secara mental, bagaimana perasaan mereka secara mental, apa yang sedang mereka perjuangkan, dan sebagainya.”

Seperti di rumah sakit lain, setiap pasien kanker di rumah sakit The Christie membunyikan bel untuk menandai akhir dari perawatan mereka. Max Taylor kemudian membunyikan bel itu sebagai bentuk momen simbolis dari selesainya proses pemulihan lewat kemoterapi. Kendati di satu sisi, ia mengetahui bahwa bel itu tidak berarti membuat proses perjalanan pemulihannya telah benar-benar berakhir.

“Dua minggu setelah perawatan terakhir saya, saya pergi untuk pemindaian lain. Dalam hal saraf, itu lebih buruk daripada pemindaian apa pun. Saya bersama ibu saya, dan kami berdua gemetar. Dokter mengatakan kankernya sudah sembuh, akan tetapi saya masih perlu operasi karena kelenjar getah bening saya bengkak setelah kemoterapi, dan yang satunya telah melekat pada pembuluh darah utama saya,” ujar pemain berusia 19 tahun tersebut.

“Sekitar beberapa saat, diumumkan di depan umum bahwa saya bebas dari kanker. Semua orang mengirimi saya pesan, akan tetapi saya masih memiliki rintangan besar untuk dilalui. Itu enam minggu dari akhir kemoterapi saya sebelum saya dapat melakukan pembedahan. Itu adalah operasi lima setengah jam. Sembari menunggu, itu menjadi bagian tersulit karena sistem kekebalan tubuh saya masih rendah.”

“Semua orang mengira saya normal, tetapi saya tidak bisa melakukan apa-apa. Secara mental saya tidak merasa normal dan secara fisik saya masih merasakan efek samping. Saya tidak berpikir saya tidur lebih dari enam jam semalam. Saya berjuang dengan mental yang sangat buruk. Dokter dari klub biasanya datang ke rumah untuk menenangkan pikiran saya. Saya perlu jaminan dari orang-orang di klub untuk membuat saya tenang.”

“Setelah operasi, saya menghabiskan lima malam di rumah sakit, dengan pompa epidural di punggung saya dan semua kabel yang menyelimuti saya. Saya masih merasa sakit. Saya juga masih botak. Saya akan melihat ke cermin dan berpikir: ‘saya tidak terlihat baik’. Saat itu adalah tiga bulan yang baik sebelum saya mulai merasa benar-benar sembuh!”

 

Sumber: BBC Sports