28 Mei menjadi hari yang spesial bagi penggawa Manchester United Reserves, Matthew Olosunde. Penggawa berusia 20 tahun tersebut mencicipi debut internasional pertamanya bersama kesebelasan negara Amerika Serikat. Bermain di Talen Energy Stadium, ia bermain selama 16 menit dalam pertandingan yang dimenangi USA 3-0.

Yang menjadi spesial bagi Matthew adalah pertandingan tersebut merupakan pertandingan level senior pertama yang dicicipi olehnya sejak berkarier sebagai pesepakbola. Hanya bermodal 10 penampilan bersama tim cadangan Setan Merah sudah cukup membuat Dave Sarachan memanggil Olosunde ke tim nasional.

“Kejutan yang sangat manis. Saya kaget ketika menerima telepon dari Richie Williams (asisten pelatih USA) karena saya merasa pemberitahuan tersebut sedikit terlambat. Tapi, menyenangkan rasanya mendapat panggilan dari tim nasional,” tuturnya.

Dari New York Menuju Manchester

Sejak kecil karier sepakbola Matthew sudah terlihat. Dia layaknya tokoh fiksi Captain Tsubasa yang tidak bisa jauh dari bola. Tidak sedikit barang-barang yang berada di ruang tamu rusak karena ulahnya. Bahkan, jendela ruang tamu pernah pecah karena aksi olah bola Olosunde kecil.

“Saya tidak akan pernah memarahinya meski dia merusak barang-barang. Wajahnya sangat polos dan itu akan membuat anda tidak bisa marah kepadanya,” ujar sang Ayah, Peter Olosunde.

Dari ruang tamu itulah jalan karier sepakbolanya dimulai. Di usia tujuh tahun, ia masuk ke akademi Princeton yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Di sana, kemampuan sepakbolanya mulai berkembang. Ketika usianya menginjak angka 9, ia masuk dalam program Mooch Soccer, sebuah program sepakbola usia dini di Amerika Serikat. Di sana, ia kerap bermain bersama anak yang berusia lebih tua dibandingkan dirinya.

“Jika kami tetap mainkan dia di usianya, maka ia bisa membuat lebih dari 100 gol. Maka dari itu, kami memainkan dia melawan anak-anak usia 11, 12, dan 13 tahun. Itu semua demi perkembangan kariernya agar bisa bermain bola dengan benar,” tutur Charlie Inverso, salah satu penggagas program Mooch Soccer.

Pada 2012, Matthew menapak ke tingkat berikutnya dengan masuk ke akademi New York Red Bulls. Dua tahun berselang, namanya rutin mengisi daftar skuad Red Bulls U-16 dan U-18. Bersama Red Bulls, ia bermain sebagai winger kanan.

Kariernya semakin melesat cepat. Pada 2015, ia mendapat panggilan timnas Amerika Serikat untuk bermain di Piala Dunia U-17 di Cile. Dalam daftar tersebut juga ada nama wonderkid Borussia Dortmund, Christian Pulisic. Bersama tim USA U-17 ia tampi sebanyak 30 kali.

Meski hanya tampil satu kali dalam turnamen tersebut, namun penampilan Matthew memancing beberapa kesebelasan untuk merekrutnya. Tercatat ada empat klub yang berminat kepada Matthew yaitu New York Red Bulls, Brighton & Hove Albion, dan Manchester United. Pilihan pun jatuh ke klub yang disebut terakhir.

“Benar-benar seperti mimpi. Wow saya mendapat tawaran dari Manchester United dan saya benar-benar ingin bergabung dengan mereka. Sulit bagi saya untuk memilih karena ada banyak tawaran. Tetapi, hanya ada satu pilihan yang harus saya buat,” ujar Olosunde yang masuk ke United pada 2016.

Mengutamakan Pendidikan

Selain jago dalam bermain sepakbola, Matthew juga dikenal sebagai remaja yang pintar. Karier sepakbola dan akademiknya berjalan seimbang. Saat masih bermain untuk akademi New York Red Bull, ia tidak pernah lupa untuk mengerjakan PR yang diberikan sekolahnya.

Keluarga Matthew memang datang dari latar belakang akademik yang bagus. Ayahnya, adalah teknisi pesawat yang menghabiskan karier akademiknya di Inggris. Peter tidak ingin anaknya hanya mementingkan sepakbola dan melupakan pendidikan.

Saat Matthew memilih masuk akademi New York Red Bulls, sang Ayah pun memberikan syarat yaitu akan selalu menemani latihan anaknya dengan syarat harus mendapat nilai terbaik di sekolahnya.

Jarak yang jauh dari New Jersey, yang merupakan tempat tinggal Olosunde, dengan New York yang menghabiskan waktu dua jam sekali jalan, membuat ia tidak jarang harus mengerjakan PR di dalam mobil. Apabila latihan berakhir larut malam, tidak jarang Matthew dan Ayahnya harus menginap di dalam mobil.

“Itu semua (mengerjakan PR di dalam mobil) adalah syarat yang kami berikan ketika dia memilih untuk masuk akademi New York Red Bulls. Saya memberikan syarat bahwa dia boleh bermain di sana tapi nilainya tidak boleh berkurang sedikitpun,” ujar sang Ayah.

Ketika mendapat tawaran dari United pada Januari 2016, Matthew pun meminta izin untuk menyelesaikan sekolahnya hingga lulus pada Maret 2016. Beruntung, permintaan tersebut dikabulkan United. Matthew membayar kepercayaan Setan Merah dengan banyak meraih nilai A.

Lulus dari Princeton Day School, Matthew mendapat tawaran beasiswa dari Duke University. Akan tetapi, ia tetap memilih untuk menerima tawaran Manchester United. Setan Merah kemudian mendaftarkan Matthew dalam kelas online dengan Oxford University, salah satu Universitas terbaik di dunia.

Bertekad Menjadi Orang Amerika Kelima

Setelah berkarier bersama United, posisi Matthew pun berubah dari winger menjadi seorang bek sayap. Kondisi ini sama dengan apa yang terjadi pada Antonio Valencia yang berubah posisi dari seorang pemain menyerang menjadi pemain bertahan. Yang menarik, Valencia adalah pemain favorit Matthew di United.

Setelah mencicipi debut tim nasional, Matthew bertekad untuk masuk skuat utama Setan Merah. Dia gagal melakukan itu musim lalu karena terkendala cedera. Jika berhasil masuk skuad utama dan mencicipi debut senior, maka Matthew akan menjadi orang Amerika kelima yang bermain untuk United setelah James Brown, Edward Mcllveny, Tim Howard, dan Jonathan Spector.