Penalti Bruno bawa United ke semifinal (Foto: Twitter Man United)

Manchester United sukses melaju ke semifinal Liga Europa musim 2019/2020 setelah mengalahkan FC Copenhagen dengan skor 1-0 pada Selasa (11/2) dini hari waktu Indonesia. Kesebelasan asuhan Ole Gunnar Solskjaer ini menang berkat gol Bruno Fernandes dari titik penalti. Mereka kini tinggal menunggu pemenang antara Wolverhampton Wanderers melawan Sevilla pada Rabu dini hari nanti.

Berbeda dengan laga sebelumnya melawan LASK, pada laga ini Ole kembali memainkan pemain intinya. Perubahan hanya di sektor penjaga gawang, bek tengah, bek kiri, dan gelandang bertahan. Tempat David de Gea, Victor Lindelof, Luke Shaw, dan Nemanja Matic diganti oleh Sergio Romero, Eric Bailly, Brandon Williams, dan Fred.

Sorotan laga ini mengarah kepada penjaga gawang lawan, Karl-Johan Johnsson. Pria Swedia berusia 30 tahun ini menjadi bintang lapangan dengan 13 penyelamatan selama 120 menit. Satu-satuya tendangan yang tidak bisa ia tahan adalah penaltinya Bruno yang sebenarnya arah bolanya sudah bisa ia tebak.

Peran Karl memang tidak bisa dianggap remeh. Katanya, inilah biang keladi United tidak bisa cetak banyak gol semalam. Ungkapan ini memang benar. Karl membuat United tidak mengalami keberuntungan. Begitu juga dengan tiang gawang yang menyelamatkan mereka tiga kali. Namun jika ditelisik lebih dalam lagi, kemenangan tipis United juga ada andil dari United-nya sendiri yang kesulitan dalam membongkar pertahanan Copenhagen.

Menurut United Arena, 70% dari peluang United hadir pada babak perpanjangan waktu. United baru bisa nyaman menekan ketika Copenhagen mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan United melakukan beberapa pergantian. Beruntung, pemain pengganti United masih punya kualitas yang jauh lebih baik ketimbang lawannya yang memainkan beberapa pemain minim pengalaman. Inilah yang membuat Karl terlihat bekerja keras pada pertandingan kemarin ketika struktur permainan Copenhagen mulai berantakan akibat kelelahan tersebut.

Namun sepanjang 90 menit, United tampak terkunci oleh permainan Copenhagen. Mereka memang bisa membuat peluang di sepertiga akhir, namun build up mereka pada fase pertama menuju fase kedua sering menemui kendala. Copenhagen menerapkan garis pertahanan medium dengan cara menutup akses umpan kepada Pogba dan Bruno Fernandes. Hasilnya cukup baik, United beberapa kali harus memindahkan bola ke sayap sebagai bukti kalau mereka mengalami deadlock sebelum mereka kembali mencari Pogba dan Bruno di lini tengah. Terbukti, mayoritas key pass United hadir dari sisi sayap maupun half space masing-masing lini belakang.

Serangan United betul-betul bertumpu kepada Bruno Fernandes. Tidak bisa dipungkiri kalau Bruno adalah kunci kebangkitan United pada paruh kedua musim 2019/2020. Tujuh dari 26 tendangan diciptakan oleh mantan pemain Udinese ini, dengan satu gol dari titik penalti. Hanya Pogba yang menyentuh bola lebih banyak dari Bruno dan hanya Maguire serta Pogba juga yang paling sering melepas umpan dari Bruno. Sayangnya, United begitu ketergantungan terhadap pemain asal Portugal tersebut. Ini yang membuat serangan United tidak terlihat jika Bruno tidak ikut serta dalam serangan.

Bruno sendiri masih sering melakukan salah umpan. Bahkan hingga salah kontrol. Saat United punya kesempatan melakukan counter attack dan siap mengumpan ke Martial, umpannya justru mengarah ke kaki pemain Copenhagen. Samuel Luckhurst, jurnalis Manchester Evening News, menyebut kalau momen tersebut sampai membuat Ole dan para stafnya bangkit dan mengangkat tangan sebagai tanda tidak percaya.

Situasi seperti ini layaknya pisau bermata dua. Di satu sisi, hadirnya Bruno membuat United akhirnya memiliki pemain yang bisa diandalkan. Namun di satu sisi, hal ini juga membuktikan kalau pemain United lain tidak cukup baik untuk menjadi opsi alternatif ketika Bruno berada dalam situasi terkunci dan tidak berada dalam performa terbaiknya.

Khususnya pada tiga pemain depan. Rashford paling sering kehilangan bola dibanding pemain United lain. Selain golnya yang dianulir, Greenwood juga tidak terlalu banyak terlibat. Martial mungkin jauh lebih baik dari keduanya, namun beberapa kali ia kehilangan momen dan terlambat mengambil keputusan. Tiga pemain ini sebenarnya dibekali dengan kecepatan dan cairnya pergerakan mereka di lini depan. Namun pada laga kali ini, mereka gampang sekali kehilangan momen sehingga Copenhagen gampang untuk kembali ke posisinya masing-masing.

Fred misalnya, menggantikan peran Nemanja Matic, dia seharusnya menjadi penghubung antara lini tengah dan depan. Sayangnya, Fred jarang membuat passing berisiko dan kerap mengembalikan bola kepada Maguire. Pemain Brasil ini gampang sekali tertekan ketika lawan berani menekan dia. Satu upaya Copenhagen berhasil membuatnya melakukan salah umpan. Pada babak kedua, posnya diisi lagi oleh Nemanja Matic.

Banyak sekali permasalahan United untuk laga ini. Terutama soal awareness. Michael Cox dalam salah satu Tweet-nya mempertanyakan kemampuan Rashford yang tidak bisa membaca umpan crossing Wan-Bissaka yang sebenarnya sudah mengarah ke posisi yang tepat.

Ketika terkunci, pilihan terakhir adalah tinggal memanfaatkan tendangan spekulasi. Nyaris setengah dari total tendangan United pada laga ini hadir dari luar kotak. Inilah yang membuat United terlihat jauh lebih baik ketimbang Copenhagen meski peluang ini juga tidak terlalu efektif. United hanya membuat delapan tendangan dari luar kotak penalti dalam empat pertandingan terakhir, namun pada laga melawan Copenhagen United melepaskan 12 tendangan. Frustrasi dan depresi benar-benar menghantui mereka.

Copenhagen sendiri memanfaatkan sisi sayap mereka yang diisi Rasmus Falk yang berperan sebagai free role. Mereka tidak membuat satu pun tendangan ke gawang Romero, namun ada berapa kali serangan mereka dengan mudah sampai ke kotak penalti United. Victor Lindelof bahkan memarahi Brandon Williams yang mudah sekali dilewati oleh pemain sayap Copenhagen.

Di tengah kesulitan yang dihadapi, United beruntung memiliki tiga pemain ini. Tiga pemain yang dibekali kemampuan bermain di space yang sempit terutama di dekat kotak penalti. Inilah yang membuat United mendapat penalti pada menit ke-95 ketika Martial dilanggar di kotak terlarang sekaligus menghasilkan penalti ke-21 United. Pada babak perpanjangan waktu, United baru bisa dengan nyaman menekan Copenhagen. Masuknya Juan Mata menambah pemain yang bisa melakukan umpan kombinasi meski peluang mereka masih mengarah ke kiper sehingga mudah sekali diblok.

***

Pada akhirnya, United memang lolos ke babak semifinal. Namun pertandingan semalam menjadi bukti kalau United masih memiliki banyak kekurangan. Terutama variasi build up ketika duet Pogba dan Bruno terkunci. Saat itu terjadi, mereka tampak tidak memiliki opsi lain untuk memecah kebuntuan. Dukungan dari dua bek sayap juga tidak banyak berarti mengingat tipikal permainan mereka yang jauh lebih defensif ketimbang menyerang. United memang membuat banyak peluang, tapi proses mereka dalam membuat peluang tersebut harus ditambah.

Beruntung, Copenhagen juga tidak terlalu mengancam United. Akan jadi masalah bagi United ketika menghadapi tim yang memiliki kemampuan bertahan dan menyerang jauh lebih baik dari Copenhagen. Salah satunya akan hadir dalam wujud Wolverhampton atau Sevilla.