Foto: The Guardian

Setelah menang dramatis atas West Ham United pekan lalu, Manchester United kembali harus menelan pil pahit setelah kalah dari lawan yang sama pada babak ketiga Piala Liga. Meski tajuknya hanya Piala Liga namun kekalahan ini tetap mengecewakan. Terlihat dari banyaknya tekanan yang diarahkan kepada dua sosok yaitu Ole Gunnar Solskjaer dan Anthony Martial.

Saya berani jamin kalau Ole Gunnar Solskjaer tidak akan dipecat hanya karena kekalahan ini. Mayoritas suporter masih berdiri di belakangnya. Tidak ada sorakan, tidak ada cacian. Bahkan saat masuk ke lorong pun suporter masih bernyanyi. Trending ‘Ole Out’ memang kembali muncul tapi tampaknya itu tidak akan mengubah status sang manajer.

Meski begitu, tekanan tetap ada. Apalagi menyangkut kegagalan dalam sebuah ajang. Entah ini udah kesekian kalinya Ole bersama United tersingkir di turnamen piala. Otomatis kesempatan untuk meraih piala kini tinggal hanya ada pada tiga kejuaraan yaitu Piala FA, Champions, dan Premier League.

Trofi Piala Liga memang bukan level United. Sepanjang sejarahnya, mereka hanya lima kali juara pada turnamen ini. Namun di tengah fase peralihan seperti ini, trofi Piala Liga dirasa menjadi target yang realistis.

Hal ini tidak lepas dari masih meragukannya performa tim pada tiga ajang tersebut. United memang masih di papan atas pada kompetisi Premier League saat ini, namun mereka belum menunjukkan konsistensi kalau mereka layak ada di sana. Musim lalu bisa menjadi contoh. Jurang antara pemain utama dan pelapis juga masih sangat jauh.

Di Liga Champions United bahkan sudah kalah dari Young Boys. Belum lagi melihat rekor Ole yang jeblok di ajang ini. Tujuh kalah dari 11 laga. Sedangkan di Piala FA semifinal adalah prestasi terbaiknya.

Berbicara United di era Ole memang bisa membuat dahi berkerut. Tim ini sudah rapi dari sebelumnya. Bisa bermain baik, tapi terkadang bisa bermain juga ala kadarnya seperti yang mereka tampilkan semalam terlepas dari siapa yang bermain. Katanya United lemah jika menghadapi lawan bermain bertahan, tapi melawan Wolves dan West Ham jilid satu United sudah membuktikannya.

Ole kini sudah memasuki tahun penuh ketiganya. Sekarang, proses mulai dimintai hasil berupa trofi. Secara penampilan dan perekrutan United masih bisa dibilang baik-baik saja. Namun, ketika kesempatan meraih trofi terus-terusan tidak terealisasi maka tidak tertutup kemungkinan kalau Ole bisa terdepak sewaktu-waktu meski saya tegaskan kecil kemungkinan kalau itu terjadi di tengah-tengah musim.

Suporter kini tinggal berharap saja United konsisten di Premier League dan bermain bagus di Liga Champions jika Ole Gunnar Solskjaer masih ingin dianggap sebagai sosok yang tepat pengganti Sir Alex Ferguson mengingat Ole kini mulai dituntut untuk tidak sekadar membuat tim berproses tapi juga berproses dengan menghasilkan sesuatu.

Akhir Bagi Martial?

Jika Ole masih mendapat dukungan, Anthony Martial tampaknya sudah kehilangan simpati dari pendukung United. Sulit sepertinya untuk mencari mereka yang optimis kalau pemain ini masih layak diberi kesempatan.

Beberapa akun-akun basis fans di Twitter pun mulai satu suara kalau menilai Martial kini sudah habis. Scott Patterson dari Republik of Mancunia menyebut kalau Martial sudah terlalu lama merasakan periode buruk dan sudah berkali-kali menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan oleh Ole. Suporter lain bernama Liam Canning juga menunjukkan keheranannya. Ia bertanya kenapa Martial seperti tidak punya motivasi padahal sudah mendapat kritik dari sana-sini.

Jauh berbanding terbalik dengan Donny Van de Beek misalnya. Apresiasi besar diberikan kepadanya saat United kalah semalam. Ia dinilai tampil bagus dan memuaskan. Singkatnya, Donny benar-benar memanfaatkan kesempatan ini untuk menunjukkan kalau dia layak diberi kesempatan. Sedangkan Martial, justru membuat Ole makin yakin kalau Ronaldo dan Cavani jauh lebih baik darinya.

Martial memang seperti punya mindset yang terbalik. Saat seseorang kedatangan orang lain yang dianggap menjadi pesaing, maka orang itu pastinya memiliki hasrat dan energi untuk membuktikan kalau dia bisa lebih baik dari si orang baru.

Sayangnya, pemikiran normal itu seperti tidak ada dalam tubuh Martial. Orang baru hanya akan membuatnya tenggelam dalam rasa rendah diri yang membuatnya menjadi tidak termotivasi. Sebelum Ronaldo dan Cavani datang, momen seperti ini sudah lebih dulu hadir saat mereka mendatangkan Ibrahimovic dan Romelu Lukaku.

Bagi dia solusinya hanya satu yaitu singkirkan Cavani dan Ronaldo lalu mainkan dia sebagai pemain inti tanpa adanya sosok pesaing. Kalaupun ada pesaing ya level-levelnya mirip Odion Ighalo lah.

Hingga tulisan ini dibaca oleh kalian, tren Martial masih berada di jajaran trending topic dengan tweet yang hampir menyentuh 100 ribu. Isinya ya mayoritas merasa heran dan menganggap kalau eks Monaco ini sudah tidak perlu repot-repot lagi datang ke Carrington untuk berlatih jika penampilannya masih ala kadarnya seperti dini hari tadi.