Foto: Optajoe

Tidak perlu menyalahkan kepemimpinan wasit Daniele Orsato yang kerap memberikan keputusan ajaib. Tidak perlu juga mengolok-olok Angel Di Maria atas aksinya yang mengeluarkan umpatan kasar ke para pendukung United. Tidak perlu juga menyalahkan suporter United yang sepanjang 90 menit terdiam dan kalah suara dari pendukung tamu. Karena di luar semua itu, United memang kalah segalanya dari PSG.

Sebelum peluit ditiupkan, banyak yang mengunggulkan kalau United bisa meraih kemenangan pada pertandingan ini. Modalnya satu, yaitu torehan unbeaten Ole dalam 11 pertandingan yang sudah diraih sejauh ini. Sementara PSG datang dengan kondisi compang-camping karena absennya Neymar, Edinson Cavani, dan Thomas Meunier hingga Tuchel merasa kalau skema yang mereka mainkan adalah rencana D.

Namun rencana D tersebut yang justru menjungkalkan United di kandangnya. Gol dari Presnel Kimpembe dan Kylian Mbappe memberikan kekalahan pertama United dari wakil Prancis sejak Lille yang melakukannya terakhir kali pada November 2005.

***

Selama 90 menit, United hanya membuat satu tembakan ke gawang saja yang ditorehkan Rashford dari sisi samping lapangan. Pada babak kedua, United sama sekali tidak membahayakan kiper sepuh Italia tersebut. Inilah kali pertama United hanya membuat satu shoot on target di Liga Champions sejak laga melawan AC Milan pada 2005.

Kedua kesebelasan sama-sama melakukan pressing sejak awal pertandingan. Hal ini yang membuat intensitas laga terasa begitu tinggi sejak menit pertama. United dengan 4-3-1-2 nya berusaha menembus pertahanan PSG melalui peran Lingard yang bertindak sebagai false nine. Sementara PSG menekan United melalui sisi wing back yang diisi Young dan Shaw.

Beberapa kali wing back United kerap terlambat turun untuk mengantisipasi serangan tamu. Angel Di Maria dan Julian Draxler sempat mengancam melalui skill individu di sisi saya serangan mereka. Bahkan dalam satu momen, Kylian Mbappe sukses adu lari dengan Victor Lindelof di sisi sebelah kiri pertahanan United yang ditinggalkan oleh Shaw.

United sendiri sebenarnya berusaha untuk mengacaukan build up dari PSG. Caranya adalah memerintahkan Ander Herrera untuk terus mengikuti pergerakan Marco Verratti. Beberapa kali cara ini berhasil dilakukan, namun hal itu menimbulkan celah yang begitu kosong di lini tengah sehingga Verratti akan meminta pemain lain untuk menggantikan tugasnya dalam hal ini Marquinhos, Kimpembe, dan Bernat yang merupakan tiga pemain yang sering bertukar umpan dengan Verratti.

Di sisi lain, United cukup kesulitan untuk memasuki sepertiga akhir pertahanan PSG. Pada babak pertama, United memiliki 47% penguasaan bola. Setengahnya dibuat oleh empat pemain belakang plus Nemanja Matic. United tidak bisa melancarkan serangan balik seperti yang biasa mereka lakukan di Liga Primer meski selalu sukses merebut bola dari kaki para pemain PSG.

Ditempatkannya Marquinhos sebagai gelandang bertahan membuat kreativitas United yang bertumpu kepada Paul Pogba menjadi mati kutu. Pogba bahkan sempat berpindah posisi beberapa kali ke sisi sayap karena kesulitan untuk melepaskan diri dari kawalan Marquinhos.

Solskjaer pun tidak bisa memaksimalkan ruang seperti yang sering mereka lakukan di Premier League. Martial dan Lingard begitu terisolasi sehingga build up yang dibangun selalu gagal. Pada 10 menit pertama, sentuhan bola De Gea bahkan lebih banyak dibanding Martial. Transisi pertahanan yang bagus serta pressing yang efektif (PSG tim terbaik kedua di Eropa soal pressing) berhasil menggagalkan segala serangan Setan Merah.

Ditempatkannya Dani Alves sebagai penyerang sayap merupakan salah satu faktor bagaimana suksesnya plan D mereka. Alves, yang aslinya sebagai bek kanan, kerap membantu Thilo Kehrer agar sisi kiri United menjadi tidak bekerja dengan maksimal. Kehrer sendiri lebih banyak fokus ke lini pertahanan karena Alves sudah ditolong Julian Draxler yang kerap bergerak ke sisi kanan.

Masalah bagi United menjadi tambah rumit ketika Jesse Lingard dan Anthony Martial meminta diganti karena cedera. Dua pemain ini adalah kunci United untuk memulihkan bola dari penguasaan PSG (Lingard 2 ball recoveries, Martial 3 ball recoveries). Baik Lingard dan Martial adalah pemain yang rajin untuk meminta bola sampai turun ke tengah. Sesuatu yang tidak bisa dilakukan Alexis Sanchez dan Juan Mata.

Selepas hilangnya Martial dan Lingard, serangan United semakin mudah untuk dipatahkan. Dan yang lebih vital, PSG begitu mudah menyerang pertahanan United yang semakin lama semakin renggang. Hal itulah yang terjadi dalam proses gol kedua dari Kylian Mbappe ketika Angel Di Maria memiliki space yang lebar untuk mengirimkan umpan. Sementara gol pertama dari Kimpembe lebih dikarenakan antisipasi bola mati United yang terkenal buruk sepanjang musim ini.

**

Segala cara sudah dilakukan Ole pada pertandingan ini. Dari memasukkan Mata, Sanchez, hingga Lukaku. Sayangnya, tiga pergantian ini tidak mengubah apapun dan bahkan menjadi olokan karena United justru seperti bermain dengan delapan orang setelah tiga pemain itu masuk. Hal ini menunjukkan kalau United kalah segalanya dari PSG dan belum begitu siap untuk kembali bersaing di Liga Champions.

Saat diwawancarai media, Ole menyebut kalau United masih bisa membalikkan keadaan. Namun jika ingin realistis, hal itu tetap saja sulit mengingat United pada leg kedua harus bisa mencetak gol terlebih dahulu untuk mengambil alih permainan.

Patut diingat kalau pada pertemuan kedua nanti, Neymar dan Edinson Cavani kemungkinan sudah kembali yang membuat skuad PSG akan full team seperti biasa. Sementara United akan bermain tanpa Pogba karena terkena kartu merah. Mengingat United masih terlalu bergantung kepada pemain Prancis tersebut, sulit mengharapkan United menang di leg kedua.

Bola memang bundar, sepakbola bisa menghendaki siapa saja untuk menang. Namun melihat kiprah United di Liga Champions yang makin memburuk sejak 2010/11, butuh waktu yang sangat panjang bagi tim ini untuk bisa kembali bersaing di kompetisi tertinggi Benua Biru tersebut.