Manchester United kembali meraih kemenangan ketika bertemu dengan Chelsea. Setelah menang 4-0 pada pekan pertama Premier League, mereka kini mengalahkan The Blues 2-1 pada ajang Piala Liga di Stamford Bridge. Marcus Rashford menjadi bintang lapangan berkat dua gol yang ia buat masing-masing dari bola mati. Bola mati menjadi pembeda dari laga ini.

Formasi dan Susunan Tim

Chelsea bermain dengan formasi pakem mereka 4-3-3. Yang menarik, Lampard memainkan pemain cadangannya seperti Willy Caballero, bek tengah berusia 18 tahun Marc Guehi, bek sayap Reece James, dan gelandang Billy Gilmour. Posisi striker pun diberikan kepada Mitchy Batshuayi yang oleh Lampard lebih sering dijadikan kartu as ketika tim dilanda kebuntuan.

Sebaliknya, kesan berbeda ditampilkan MU. Ada kesan serius bagi MU untuk mengincar gelar ini ketika mereka memainkan beberapa pemain intinya termasuk tiga rekrutan baru tim. Meski banyak yang mengatakan kalau MU juga memainkan beberapa pemain pelapis, namun pemain-pemain pelapis ini punya keuntungan dari segi menit bermain dan pengalaman yang jauh lebih banyak dibanding pemain Chelsea. Yang menarik, Solskjaer nampaknya sudah nyaman dengan formasi 3-4-1-2 yang sejauh ini bekerja dengan baik dalam tiga laga terakhir.

Pressing MU Sukses Matikan Kreasi Chelsea

Seperti biasa, Manchester United menggunakan taktik pressing tinggi saat Chelsea melakukan build-up dari lini belakang. Peran sebagai “tukang” pressing diberikan kepada Jesse Lingard. Alih-alih menekan antar pemain, pressing MU dilakukan demi menutup celah antara ruang-ruang kosong yang digunakan Chelsea sebagai jalur umpan. Cover area yang dilakukan United di lini tengah membuat Chelsea tidak punya opsi lain selain melakukan build up dari sisi sayap. Hal ini membuat bola sering hilang dari penguasaan Chelsea karena dengan membawa bola ke sisi sayap, MU bisa melakukan overload agar kreasi mereka terbuang sia-sia.

Proses gol penalti Marcus Rashford berawal dari bola yang hilang dari penguasaan Marcos Alonso. Tiga pemain MU yaitu Daniel James, Wan-Bissaka, dan Scott McTominay membuat pemain asal Spanyol ini tidak nyaman dalam menguasai bola. Yang menarik, Lingard ikut terlibat dengan menempel ketat Jorginho agar opsi umpan menjadi lebih sedikit. Disinilah peran penting seorang Lingard dibutuhkan meski dari statistik gol dan asis dia termasuk yang paling buruk. Kemampuannya dalam mengawal ketat pemain membuat namanya jarang hilang dari skuad untuk waktu yang lama.

Pressing MU juga memaksa Caballero beberapa kali melakukan long ball. Pemain asal Argentina tidak dibekali kemampuan build up seperti Kepa. Ketika bola long ball terus dilakukan, maka penguasaa bola saat itu kembali 50:50. Dalam situasi ini, MU beberapa kali memenangi bola kedua.

Memberikan Kesempatan Chelsea Menguasai Bola

Nampak menjadi trademark Solskjaer ketika pada babak kedua MU bermain jauh lebih mengendur dibanding babak pertama. Dalam 45 menit kedua, Jorginho berada lebih dekat dengan dua bek tengah Chelsea. Tujuannya adalah dengan memancing Lingard lebih ke dalam dan membuat Jorginho bisa melepas umpan-umpan vertikal langsung ke lini tengah atau langsung ke lini depan. Jarak Fred dan McTominay yang terlalu jauh memudahkan Chelsea untuk bermain jauh lebih mengancam dibanding babak pertama.

Proses gol Batshuayi adalah buah dari kecerdikan si pemain memanfaatkan salahnya koordinasi antara pemain belakang dan pemain tengah. Pemain asal Belgia ini berhasil memenangi duel dengan Harry Maguire sebelum melepaskan sepakan keras ke pojok kiri Sergio Romero yang juga salah dalam hal positioning.

Hal ini kemudian memaksa Solskjaer untuk mengubah kembali formasinya menjadi 4-2-3-1. Enam pemain yang berada di sepertiga pertahanan sendiri membuat lini belakang MU menjadi lebih solid. Hal ini kemudian ditanggapi oleh Lampard yang memainkan pemain dengan karakteristik menyerang yaitu Pedro, Mount, dan Tammy Abraham.

Namun taktik Chelsea ini kerap terbentur oleh blok rendah milik MU. Blok rendah akan membuat celah antar lini belakang dan tengah bisa dieksploitasi. Meski membiarkan Jorginho bebas berkreasi, namun beberapa kali MU mampu menggagalkan build up Chelsea. Sosok Scott McTominay menjadi pahlawan berkat kontribusi vitalnya di lini tengah.

Masih Ada Kekurangan dari MU

Manchester United memang meraih kemenangan pada laga ini. Euforia penggemar sudah pasti berada pada titik puncaknya. Apalagi diwarnai dengan gol kedua Rashford yang begitu spektakuler. Namun masih ada beberapa hal yang membuat MU belum cocok disebut sebagai tim yang sempurna.

Mereka masih kesulitan untuk melakukan build up play dari belakang. Beberapa kali usaha mereka gagal karena kesalahan sendiri. United masih mudah kehilangan penguasaan bola. Ada 39 kali penguasaan bola mereka lepas. Penguasaan bola mereka semalam hanya berada di angka 34%. Bahkan dua dari tiga shoot on target mereka berasal dari bola mati Rashford.

Secara singkat, bola mati dan efektivitas mereka kembali berhasil memenangkan pertandingan melawan Chelsea, namun MU masih kesulitan untuk menyerang dengan melakukan build up play seperti yang dia mau. Beruntung, Chelsea pun tidak bermain dengan baik pada pertandingan kemarin.

Momentum bagus di Piala Liga ini perlu dilanjutkan oleh Setan Merah jika mereka ingin meraih gelar. Trofi ini cukup realistis mengingat mereka masih kepayahan di Europa League dan sulit untuk meraih gelar Premier League dengan permainan yang masih jauh dari sempurna.

Saat ini, mentalitas United sedang berada dalam kategori yang bagus berkat tiga kemenangan tandang beruntun. Yang ditakutkan sekarang adalah munculnya kembali sikap inkonsisten mereka yang bisa datang sewaktu-waktu mengingat pemain MU bisa bermain bagus ketika menghadapi tim-tim besar, namun kerap kelimpungan ketika menghadapi tim-tim yang levelnya jauh lebih kecil dibanding kesebelasan berlabel top six.