Foto: Twitter Manchester United.

Pertandingan antara Manchester United melawan Astana memang sudah tidak lagi menentukan bagi keduanya. United sudah dipastikan lolos, sedangkan wakil Kazakhstan tersebut sudah dipastikan tersingkir. Oleh karena itu, Solskjaer selaku pelatih Man United memilih untuk memaksimalkan para pemain muda. Sayangnya, setelah mereka unggul 1-0 melalui gol Jesse Lingard, Astana justru balik unggul menjadi 2-1 dan memenangkan pertandingan.

Solskjaer memainkan formasi 4-2-3-1 yang menjadi pakem mereka sepanjang musim. Ethan Laird, Di’Shon Bernard, dan Dylan Levitt menjadi tiga debutan yang bermain pada laga ini. Di lini depan, Ole memainkan kuartet Lingard, Gomes, Chong, dan Greenwood sebagai sumber mencetak gol. Dari susunan lini depan, Ole nampak masih serius untuk mengincar kemenangan.

Pada babak pertama, United terlihat nyaman dalam memainkan bola. Beberapa kali umpan-umpan kombinasi pendek dan direct dilepaskan untuk membuat peluang dan cara itu langsung menghasilkan peluang melalui sepakan Mason Greenwood yang diblok penjaga gawang. Penampilan Astana yang pada awal-awal babak pertama memilih memainkan pola dengan defensive high berhasil dimanfaatkan United melalui kecepatan antar pemainnya.

Terlepas dari golnya, sosok Lingard lagi-lagi memegang peranan penting bagi permainan timnya. Berkombinasi secara bergantian dengan Chong dan Gomes memudahkan pemain Setan Merah untuk menyerang ruang antar lini (ruang antara para pemain bertahan dengan pemain tengah) tuan rumah. Hingga menit ke-20, United melepaskan tujuh tembakan ke gawang yang tiga diantaranya dibuat oleh Lingard.

Melimpahnya serangan-serangan United juga didukung pula dengan sirkulasi bola para pemain Astana yang memilih bermain dengan long ball. Ketika bola panjang dilepas, maka penguasaan bola akan kembali dalam situasi 50:50. United beruntung karena mereka beberapa kali memenangkan second ball untuk mengembalikan penguasaan bola mereka.

Ketika bertahan, United memilih untuk menaikkan garis pertahanannya sedikit lebih tinggi. Sosok Dylan Levitt di tengah akan bertugas untuk mengacaukan sirkulasi bola ketika Astana melakukan build up dari fase kedua (lini tengah). Dengan cara ini, maka Astana menjadi tidak punya pilihan untuk menyerang selain dari sisi sayap.

Cara ini sanggup membuat permainan tuan rumah menjadi kurang efektif. Namun ada satu momen ketika Shaw lengah dalam melihat pergerakan pemain di belakangnya yang nyaris membuat gawang Lee Grant kebobolan. Dari sini sudah terlihat kalau lini belakang United bisa ditembus terutama memanfaatkan dua bek sayap mereka, Laird dan Shaw, yang kerap terlambat turun. Sisi yang ditempati Shaw menjadi tempat Astana mencari peluang pada babak pertama mengingat kelemahan si pemain yang tidak punya kecepatan untuk kembali. Bahkan saat ada umpan silang dari sisi kiri pertahanan United, Laird (pemain di sisi kanan) terlihat sering bergerak lebih ke dalam dan kerap dekat dengan bek tengah.

Pada babak kedua, Astana melakukan beberapa perubahan untuk memperbaiki permainannya. Satu yang paling terlihat adalah para pemain tengah mereka yang tidak lagi bergerak sejajar melainkan bermain sedikit lebih rapat. Tujuannya adalah menutup ruang gerak pemain United yang gemar melakukan driblle sambil berlari.

Mereka juga memilih untuk menaikkan garis pertahanannya dan tidak terlalu bermain dengan blok rendah layaknya babak pertama. Mereka pun mencoba untuk mengikuti setiap aliran bola yang dimainkan United sebelum mereka melepaskan pressing. Hal ini yang membuat pemain United menjadi gampang kehilangan bola.

Proses gol kedua Astana berawal dari keberhasilan mereka menggagalkan skema serangan United melalui pressing rapat yang diikuti dengan keberhasilan mereka mengeksploitasi sisi kiri yang ditinggalkan Shaw. Mantan pemain Southampton ini kembali menunjukkan kelemahannya dalam underlap, besar kemungkinan karena baru sembuh dari cedera, dan memberikan ruang yang lebar untuk Antonio Rukavina melepaskan umpan silang yang dibelokkan oleh Di’Shon Bernard.

Kesuksesan Astana mengubah gaya bertaan mereka dengan memilih menunggu dan sesekali melakukan defensive high, membuat pemain United hanya bisa memecah solidnya pertahanan mereka dengan umpan kombinasi atau memanfaatkan skill individu pemain muda mereka. Satu momen didapat ketika Luke Shaw sukses mengacak-ngacak lini belakang mereka sebelum melepaskan umpan kepada Chong yang sepakannya justru melewati mistar.

***

Sejak awal, Solskjaer sudah menekankan kalau ia tidak memberikan ekspektasi apa pun kepada para pemain ini meski ia berharap mereka bisa meraih kemenangan. Namun kekalahan ini nampak tidak jadi persoalan jika melihat raut wajah Solskjaer yang masih bisa mengeluarkan senyum dan beberapa komentar yang positif kepada para pemain.

Bagi para pemain muda ini, pertandingan melawan Astana jelas menjadi pelajaran berharga untuk memperbaiki diri mereka yang selama 90 menit terlihat betapa gugupnya mereka menikmati sepakbola level tertinggi. Solskjaer, selaku manajer yang membuat keputusan, diharapkan bisa menjadi mentor bagi anak-anak ini karena terlepas dari tidak adanya tekanan bagi United di klasemen grup, kekalahan ini memberi tekanan bagi mental mereka.

Sebuah kritik pedas keluar dari @UtdArena. Mereka menyebut kalau para pemain ini terlalu cepat diberikan kesempatan bermain di level tertinggi. Hanya ada segelintir nama yang cukup cerdas memanfaatkan kesempatan ini dan bermain baik

“Beberapa pemain tidak bisa mengelola pola pikir mereka. Mereka belum bisa beradaptasi dengan level tinggi yang menuntut pemain lebih cepat, lebih tepat, dan lebih cerdas. Chong adalah salah satunya dan Angel Gomes adalah yang berikutnya. Yang pertama (Chong) nampaknya harus pergi sementara nama kedua butuh dipinjamkan,” ujarnya.

Akun tersebut tidak menyebut nama siapa yang penampilannya baik. Namun jika melihat penampilan keseluruhan, Dylan Levitt adalah debutan yang permainannya cukup memuaskan.