Setelah dua kali mengalami kekalahan mengejutkan, Manchester United akhirnya kembali meraih tiga poin. Kemenangan 2-0 di markas Burnley setidaknya membuat Jose Mourinho terhindar dari ancaman pemecatan. Seandainya mereka gagal meraih tiga poin pekan lalu, bukan tidak mungkin namanya akan menjadi manajer pertama yang ditendang pada musim ini.

Akan tetapi, satu hal yang menjadi catatan dalam kemenangan United adalah keputusan Jose Mourinho yang kembali melakukan rotasi. Untuk keempat kalinya di musim ini, United menggunakan susunan pemain yang berbeda dari pekan sebelumnya.

Ketika menghadapi Burnley, United memainkan Marouane Fellaini untuk menggantikan Fred yang diistirahatkan. Masuknya pemain Belgia tersebut membuat Setan Merah menjadi kesebelasan yang sering melakukan rotasi pemain pada musim ini. Hingga pekan keempat berakhir, United sudah memainkan 20 pemain berbeda yang menjadi catatan terbanyak di liga primer. Hal yang menimbulkan pertanyaan, apakah Jose Mourinho masih belum bisa menemukan skuad idealnya untuk mengarungi musim ini?

Kesan sulitnya United dalam mencari pemain inti semakin mengemuka apabila membandingkan susunan pemain mereka dalam empat pekan terakhir dengan tim-tim penghuni enam besar musim lalu. Liverpool misalnya, hingga pekan keempat Premier League, mereka hanya menurunkan 12 pemain. Rotasi bahkan baru dilakukan Jurgen Klopp di laga pekan lalu melawan Leicester. Saat itu Naby Keita diistirahatkan dan digantikan oleh Jordan Henderson.

Peringkat kedua sementara, Chelsea, juga baru memainkan 13 pemainnya. Mereka baru mengubah susunan pemainnya pada pekan ketiga. Juara musim lalu, Manchester City, mulai menemukan skuad terbaiknya sejak pekan ketiga dan baru memainkan 14 pemainnya. Jumlah yang dibuat Pep Guardiola sama seperti yang dilakukan Unai Emery di Arsenal. Lawan United berikutnya, yaitu Watford bahkan selalu memainkan susunan pemain yang sama hingga pekan keempat.

Satu-satunya tim enam besar musim lalu yang kerap melakukan rotasi dalam empat pertandingan adalah Tottenham Hotspur. Namun, rotasi yang dilakukan Mauricio Pochettino tidak seekstrem apa yang dilakukan Mourinho. The Lylywhites baru memainkan 16 pemain hingga laga terakhir mereka melawan Watford pekan lalu.

Rotasi memang seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, rotasi pemain memperlihatkan kalau sebuah kesebelasan memiliki kedalaman skuad yang cukup baik dan membuat taktik mereka tidak mudah terbaca lawan. Namun di sisi lain, rotasi bisa mengacaukan skema yang sebelumnya sudah berjalan dengan baik.

Jose Mourinho sebenarnya sudah merasakan bagaimana rotasi yang dilakukan United seringkali berbuah hasil negatif. Ketika melawan Liverpool Maret lalu, lini tengah United tampil sangat baik dengan kombinasi Scott McTominay dan Nemanja Matic. Akan tetapi, skema ini berganti tiga hari berselang ketika United ganti menjamu Sevilla. McTominay dicadangkan dan digantikan oleh Marouane Fellaini yang sayangnya menjadi titik lemah mereka di laga tersebut.

Lini Belakang dan Depan yang Menjadi Masalah

Ada dua lini yang menjadi masalah United sehingga Mourinho mau tidak mau menjalani rotasi pemain. Yaitu lini belakang dan depan. Kedua sektor ini masih sulit diselesaikan oleh Mourinho yang kini sudah memasuki musim ketiganya di kota Manchester.

United sebenarnya memiliki lini serang maut. Mereka memiliki tiga pemain yang tajam di depan gawang lawan seperti Lukaku, Rashford, Alexis Sanchez, dan Atnhony Martial. Namun hingga pekan keempat ini, baru Lukaku saja yang sudah membuat gol. Nama kedua bahkan mendapat kartu merah di laga terakhirnya sementara Anthony Martial masih belum menemukan permainan terbaiknya.

Jika melihat kuantitas, lini depan United saat ini mengingatkan kita dengan skuad United musim 1998/1999. Ketika itu, United memiliki empat striker (Cole, Yorke, Solskjaer, dan Sheringham) yang sama tajamnya sehingga lini depan mereka tidak kesulitan untuk mencari gol apabila salah satu diantaranya mengalami kebuntuan. Akan tetapi, jika membahas soal kualitas, para pemain depan United saat ini tentu masih kesulitan untuk bermain seperti seniornya tersebut. Baik Lukaku, Rashford, Martial, dan Sanchez masih bermasalah dengan penyelesaian akhir.

Sektor lain yang akrab dirotasi oleh Jose Mourinho adalah lini belakang. Selain Diogo Dalot dan Marcos Rojo, United sudah menurunkan seluruh pemain belakang mereka pada musim ini. Komposisi duet bek tengah menjadi yang paling krusial mengingat hingga pekan keempat ini sudah tiga pasangan yang bermain di posisi tersebut.

Bailly-Lindelof adalah bek tengah utama United hingga pekan kedua. Ketika menghadapi Spurs, susunan Menara Kembar ini berganti menjadi Smalling-Jones. Ketika mengalahkan Burnley, duet Smalling-Lindelof yang berdiri di depan De Gea. Komposisi ini besar kemungkinan akan kembali berganti seiring penampilan United di empat kompetisi musim ini.

“Di laga pertama kami memainkan Lindelof dan Bailly. Hari ini (vs Spurs) memainkan Jones dan Smalling. Berikutnya, Smalling akan bermain. Ketika Marcos Rojo datang, dia juga menjadi pilihan. Saya tidak tahu empat komposisi terbaik saya di lini belakang,” ujar Mourinho.

Sosok Sir Alex memang gemar melakukan rotasi. Akan tetapi, di lini belakang ia selalu memiliki komposisi pemain yang tidak tergantikan. Hal inilah yang membuat ia sukses menjadikan Setan Merah sebagai tim yang kuat baik di lini belakang, tengah, maupun depan.

Saat meraih tiga gelar pada 1999, kuarter Gary Neville, Jaap Stam, Ronny Johnsen, dan Denis Irwin tidak tergantikan. Sembilan tahun kemudian, komposisi solid mereka berganti menjadi Gary Neville, Rio Ferdinand, Nemanja Vidic, dan Patrice Evra. Jika salah satu diantaranya mengalami cedera atau akumulasi kartu, mereka masih memiliki John O’Shea dan Wes Brown yang sama baiknya dengan empat pemain tersebut dan bisa menguasai seluruh posisi di lini belakang. Hal ini yang menegaskan kalau rotasi pemain juga harus diimbangi dengan kualitas pemain yang sama. Dan itu belum dimiliki Mourinho dalam skuadnya saat ini.