Foto: Standard.co.uk

Musim kedua Romelu Lukaku di Manchester United berjalan tidak sebaik musim pertamanya. Satu golnya ke gawang Reading pada babak ketiga Piala FA pekan lalu membuat catatan gol Romelu Lukaku masih mandek di angka sembilan. Catatan tersebut ia buat bahkan dari 25 pertandingan. Musim lalu, ia bisa mencetak tiga gol lebih banyak dari jumlah pertandingan yang sama.

Akan tetapi, tiga gol terakhir yang dibuat Lukaku tercipta saat rezim kepelatihan Ole Gunnar Solskjaer. Ketika masih dipegang Jose Mourinho, Lukaku bahkan hanya bisa mencetak dua gol saja dari 17 pertandingan di semua kompetisi yang membuat dirinya sempat terpinggirkan dari tim utama.

Tidak hanya itu, dua dari tiga gol tersebut ia buat dengan status sebagai pemain pengganti. Ia tampil layaknya Solskjaer seperti saat masih bermain di United dulu yaitu sebagai seorang supersub. Kehadirannya di atas lapangan langsung terasa dan mengubah peruntungan United.

Ketika kembali dari urusan keluarga, yang membuatnya absen di dua laga awal kepelatihan Solskjaer, Lukaku langsung mencetak gol ke gawang Bournemouth dua menit setelah dirinya masuk di atas lapangan. Saat melawan Newcastle, ia bahkan hanya butuh 38 detik saja untuk membuat gol lewat sentuhan pertamanya. Dan ketika kembali diberi kesempatan tampil sejak awal, Lukaku kembali mencetak gol.

“Semakin hari semakin membaik. Kebugarannya kini sudah kembali. Dia butuh bermain 90 menit. Sekarang dia sudah membuat beberapa hal yang sangat positif,” kata Ole ketika memuji penampilan Lukaku di laga melawan Reading.

Dalam dua pertandingan melawan Bournemouth dan Newcastle, Lukaku menjadi jawaban ketika taktik Ole menghadapi masalah. Saat melawan Bournemouth, ia butuh pemain yang bisa mengacaukan fokus lini belakang lawan yang bermain baik setelah memperkecil keadaan. Sementara itu, besarnya tubuh Lukaku sukses mengintimidasi barisan pertahanan Newcastle yang mudah mematikan pergerakan Marcus Rashford. Lukaku pula yang kemudian mengkreasi gol kedua untuk Rashford.

Selain perannya sebagai super-sub, perbedaan lain yang mencolok dari Romelu Lukaku di bawah arahan Solskjaer adalah jarangnya ia untuk turun menjemput bola. Di era Mourinho, Lukaku lebih sering turun ke dalam untuk meminta bola sebelum mengirimnya kepada pemain lain yang bergerak di sisi sayap. Hal ini yang kerap membuat dirinya jarang memiliki peluang di dalam kotak penalti karena sering membelakangi gawang. Sekarang, Lukaku lebih sering diservis alih-alih menyervis rekan setimnya.

Dalam tiga pertandingan terakhir di bawah arahan Mourinho, Lukaku membuat 64 umpan. Sementara di bawah Ole, Lukaku total hanya membuat 44 umpan saja. Meski jumlah umpan di sepertiga akhir Lukaku di bawah Ole lebih rendah, namun Lukaku kini bermain jauh lebih efektif.

“Solskjaer ingin saya lebih sering menghadapi gawang, karena dia tahu bahwa ketika saya menghadapi gawang maka itulah posisi saya yang paling berbahaya, posisi yang paling terbaik, bergerak diantara para pemain belakang. Saya juga mencoba untuk terus bergerak sepanjang waktu. Saya ingin terus meningkatkan permainan saya,” tutur Lukaku, seperti dikutip Daily Star.

Latar belakang Solskjaer sebagai pemain depan juga berperan dalam kebangkitan Lukaku dan juga lini depan Setan Merah secara keseluruhan. Terkadang, Ole langsung turun menangani langsung para pemain depan untuk melatih pergerakan di lini depan. Sekarang, tugas mencetak gol bisa diemban oleh beberapa pemain dikarenakan cairnya pergerakan mereka ketika memasuki sepertiga akhir.

“Dalam latihan, Ole membantu kami soal penyelesaian akhir. Dia banyak membantu tentang cara menendang bola dan membuka ruang. Apa yang ditunjukkan mempermudah saya ketika bermain karena dia ingin saya berada di posisi yang saya inginkan. Dia bisa memanfaatkan kekuatan para strikernya,” ujarnya menambahkan.

“Berada di tengah, menghadapi gawang, itulah posisi favorit saya dan dia tahu bahwa saya berbahaya. Dia banyak bertanya kepada saya dan saya akan berusaha menjawabnya dengan memberinya gol.”

Apa yang ditunjukkan Romelu Lukaku dalam tiga pertandingan terakhir memang belum bisa dikatakan sebagai performa yang spesial. Walaupun begitu, apa yang sudah ia lakukan di bawah Ole menunjukkan kalau kepercayaan dirinya mulai bangkit. Menarik untuk menanti apakah Ole akan tetap memainkannya sebagai supersub atau kembali memainkan dirinya sebagai starter.