Foto: Manchester United World

Seperti sudah diprediksi sebelumnya Manchester United kembali tidak bisa berbuat apa-apa ketika menghadapi Liverpool. Mereka datang ke pertandingan hanya untuk menjadi samsak dari rival abadinya tersebut. Meski begitu, setidaknya mereka sudah mengalami peningkatan dari yang sebelumnya kalah 5-0, kini mereka hanya kalah 4-0 saja.

“Tidak ada kesebelasan lain di seluruh liga ini yang tergelincir dari atas ke bawah semudah yang dilakukan Manchester United untuk gol-gol itu,” begitu kata salah satu netizen bernama Aaron Moniz dalam akun Twitter-nya. Meski kalimat itu lebih ditujukan kepada gol-gol yang bersarang ke gawang De Gea, namun kalimat ini tentu mewakili penampilan United secara keseluruhan dalam sepuluh tahun terakhir.

Gary Neville secara tidak langsung seperti memperjelas ucapan Moniz. Ia menyebut kalau United sudah satu juta mil jauhnya di belakang rivalnya tersebut. Di sisi lain, Keane seperti sudah kesal dengan berkata kalau ini bukan Man United tempatnya bermain dulu.

Menyedihkan memang. Bahkan ketika Liverpool masih berada di bawah United soal performa dan konsistensi di papan atas, mereka masih bisa memberi perlawanan. Beberapa kali kita dibuat dag dig dug dengan Owen dan Robbie Fowler, lalu Gerrard atau Fernando Torres. United bahkan kadang hanya dibuat menang tipis meski lini tengah Liverpool dikuasai pemain medioker macam Jonjo Shelvey atau Jay Spearing.

Sekarang, United tampak sudah jatuh ke dasar jurang yang lebih dalam. Dengan pemain yang membuat mereka mendapat titel sebagai skuad termahal, mereka justru seperti orang yang penakut ketika melawan Liverpool. Skill dasar sepakbola mereka seperti hilang seketika. Selebihnya, mereka hanya menjadi orang linglung di atas lapangan. Ini yang membuat kami kesulitan untuk menulis apa lagi karena yang mereka tunjukkan adalah kesalahan-kesalahan yang sudah sering dilakukan.

Ketika menguasai bola, pemain-pemain bergaji tinggi ini seperti tidak tahu mana rekan setimnya, dan harus seperti apa bola dialirkan. Gary Neville menyebut pemain United hanya membuang-buang space yang diberikan. Beda dengan Liverpool yang seperti sudah tahu bola akan diberikan ke mana satu hingga dua langkah sebelum passing pertama diberikan. Ketika bertahan juga demikian. Pemain ini seperti tidak aware dengan posisi kawan dan lawan. United tidak punya akal untuk membongkar pertahanan Liverpool dan juga tidak punya akal untuk membendung serangan mereka. United katro.

Liverpool memberi contoh kepada United bagaimana tim ini dipersiapkan dengan matang, yang kemudian diikuti dengan strategi yang bagus lalu filosofi yang tersusun dengan rapi. Inilah yang membuat Liverpool sudah beda kelas jauh dengan Manchester United sekarang.

Anggapan setiap tim ada masanya, setiap masa ada timnya juga tepat. Kali ini, United memang berada di bawah dan dalam kondisi terinjak, tapi mereka sendiri yang membuat diri mereka berada di posisi sedalam ini. Tidak ada upaya untuk bangkit. Filosofi yang kurang jelas, manajer yang salah pilih, pembelian pemain asal-asalan, ditambah sikap pemain yang juga kadang menyebalkan. Lengkap penderitaan penggemar United musim ini dengan 2021/22 sebagai titik puncak kesedihan dan kegeraman mereka.

Musim depan harusnya bukan menjadi musim dimana United hanya sekadar mengganti manajer. Tapi pada momen inilah filosofi United sudah mulai harus dibangun. Ingin bermain seperti apa, lalu pemain-pemain seperti apa yang diincar, dan siapa yang harus dibuang.

Proses akan berjalan, pastinya dengan harapan proses ini diikuti progres yang baik. Karena akan sama saja hasilnya apabila ketika mengalami kekalahan satu laga saja, Erik Ten Hag sudah diserang kiri kanan dan tagar #ETHOut sudah muncul di media sosial.