Southampton tampaknya pantas mendapat predikat sebagai kryptonite bagi Manchester United. Kryptonite sendiri adalah bongkahan batu yang menjadi titik lemah bagi Superman dalam serial film tersebut. Jika sang superhero lemah menghadapi batu itu, maka United lemah ketika berhadapan dengan kryptonite yang lain yaitu sebuah tim bernama Southampton.

Setelah mereka menang besar 9-0 pada musim 2020/2021, United tampak selalu kesulitan ketika bertemu mereka. Tiga pertemuan terakhir, hanya satu kali dimenangkan oleh United yaitu pada musim ini di St Mary. Sisanya, mereka hanya sanggup meraih hasil imbang.

Semalam, klub yang dijuluki sebagai “akademi-nya Liverpool” ini berhasil mencuri poin dari markas Setan Merah. United hanya bermain imbang 0-0 dan gagal membawa pulang tiga poin untuk mengamankan posisi mereka di tiga besar klasemen sementara.

Saya yakin pendukung United berada dalam rasa optimis tinggi ketika melihat susunan pemain. Wajar, Ten Hag memainkan semua pemain depannya dari Sancho, Weghorst, Rashford, hingga Antony. Bruno dimainkan bersebelahan dengan Casemiro. Kesan bahwa United ingin bermain agresif sejak awal pun terlihat.

Di sisi lain, penyesuaian tim tamu hanya di posisi bek kiri. Kyle Walker-Peters yang sebelumnya bermain di kiri pada laga sebelumnya, dikembalikan ke pos aslinya yaitu bek kanan. Sektor kiri diisi oleh Romain Perraud.

Kartu Merah Perusak Rencana

United sudah bermain dengan sesuai rencana meski peluang berbahaya sebenarnya didapat oleh tim tamu melalui sundulan Theo Walcott. Namun, permainan United bisa dibilang cukup stabil hingga petaka itu datang pada menit ke-34.

Casemiro membuat pelanggaran kepada gelandang Saints, Carlos Alcaraz. Ia menerima kartu kuning. Namun pihak VAR mengatakan kalau Casemiro punya intensi untuk mendapatkan kartu merah. Setelah ditinjau oleh wasit Anthony Taylor, pria botak ini kemudian menganulir kartu kuning untuk Case dan menggantinya jadi kartu merah.

Pemain asal Brasil ini tampak sangat terpukul. Ia langsung menutup muka pertanda kekecewaan. Lagi-lagi ia harus absen tiga pertandingan plus satu tambahan skorsing karena ini sudah kartu merah langsung kedua yang membuat dirinya absen dalam empat pertandingan Setan Merah.

Melihat tayangan ulang, Casemiro memang layak mendapat kartu merah. Meski sempat mengenai bola, namun kakinya kemudian mengenai tulang kering Alcaraz. Namun yang membuat kecewa sebenarnya adalah tidak konsistennya para pengadil di Inggris dalam memberi hukuman terkait pelanggaran berat.

Ketika Chelsea melawan Leicester City sehari sebelumnya, dua pelanggaran keras terjadi untuk Joao Felix dan Kai Havertz. Felix mendapat injakan hingga engkelnya dislokasi, lalu Havertz mendapat tendangan dari Daniel Amartey hingga meninggalkan bekas di perutnya. Namun wasit Andre Marriner dan petugas VAR tidak ada yang menghukum pelanggaran tersebut dengan kartu merah.

Wajar jika kemudian Erik ten Hag marah dan menyebut kalau wasit berpengaruh besar terhadap hasil pertandingan. Arnaud Bella-Kotchap melakukan handball tapi tidak mendapat tinjauan dari VAR. Yang lebih parah tentu tekel Walker-Peters kepada Alejandro Garnacho. Jika melihat sekilas, prosesnya mirip dengan foul Casemiro. Kaki Peters menjauhkan bola namun kaki yang lain menjepit kaki Garnacho. Sang pemuda bahkan meninggalkan stadion dengan memakai tongkat.

“Kami semua kecewa. Itu dua kartu merah yang ia dapatkan dalam waktu yang relatif berdekatan dan kami tidak memahaminya. Ada VAR untuk pelanggaran, tetapi menjadi menarik ketika tidak ada tinjauan untuk situasi potensi penalti. Saya tidak mengerti,” ujar Ten Hag.

Setelah kartu merah tersebut, permainan United cenderung hati-hati. Wajar saja mengingat mereka kalah jumlah pemain. Pergantian pemain pun diusahakan dibuat selogis mungkin agar tidak mengganggu keseimbangan. Beruntung, Southampton juga tidak bisa membuat gol karena penyelesaian akhir mereka yang begitu buruk.