Foto: Standard

Drama terjadi di Amex Stadium saat Manchester United bertandang ke markas Brighton. Pertandingan yang tampak akan berakhir imbang 2-2 tersebut berubah ketika wasit memberikan penalti kepada United setelah melihat rekaman VAR. Bruno Fernandes kemudian sukses mengambil tugas berat tersebut untuk mengubah skor menjadi 3-2.

Terlepas dari insiden yang menimbulkan drama tersebut, karena wasit sudah meniup peluit panjang dan itu diperbolehkan sejak peraturan tentang penggunaan VAR dirilis, permainan United tampak masih jauh dari harapan banyak orang.

Sepanjang 90 menit, United lebih banyak berada di bawah tekanan Brighton. Khususnya pada babak pertama. United kembali menjadi sebuah tim ketika Bruno belum bermain yaitu kesulitan untuk mencari peluang di sepertiga akhir. Bahkan selama 15 menit, United hanya satu kali menguasai bola di kotak penalti Brighton.

Hal ini tidak lepas dari pressing para pemain Brighton yang begitu terstruktur. Begitu mereka kehilangan bola, dua wingback mereka akan turun sehingga formasi 3-4-3 yang dipakai Graham Potter berubah menjadi 5-3-2. Ketika kreativitas United mulai macet, disitulah Brighton akan mencoba merebut bola dari kaki pemain United yang selalu kaku ketika rekan setimnya tidak ada yang melakukan pergerakan tanpa bola.

Sebaliknya, United akan langsung berantakan ketika skema serangan mereka gagal. Menguasai bola, salah umpan, lalu diserang balik merupakan tipikal permainan Setan Merah pada babak pertama. Transisi mereka ketika bertahan pun terkesan berantakan karena beberapa individu tidak mau mundur untuk membantu pertahanan.

Ketika menyerang, maka mereka kembali kaku dan tanpa arah. Usain Bolt, bahkan mengeluh kalau permainan United sangat lambat. Beruntung karena United saat itu masih bisa menyelesaikan babak pertama dengan skor 1-1.

United kemudian unggul 1-2 melalui Marcus Rashford pada menit ke-55. Pada babak kedua, Brighton mencoba untuk bermain lebih terbuka untuk mengejar gol kedua. Sayangnya, satu kesalahan yang mereka buat berakibat dengan gol Rashford melalui skema counter attack.

Namun setelah gol tersebut, permainan United kembali tidak berkembang. Sebaliknya, Brighton terus menggila untuk menyamakan kedudukan sampai mereka menemukan penghalang lain bernama tiang gawang. Si Burung Camar benar-benar apes. Mereka tampil sangat baik dan sebenarnya tidak layak untuk pulang dengan nol poin. Mereka 18 kali mengancam United sedangkan lawan mereka hanya tujuh. Lima kali mereka melepas tendangan ke gawang sedangkan United hanya tiga. Yang paling menyakitkan tentu saja lima tendangan yang membentur tiang atau mistar gawang.

Serangan mereka dibangun dengan sangat rapi. Mereka juga benar-benar diuntungkan dengan pressing pemain United yang seperti tidak punya struktur sehingga beberapa kali Brighton mudah menciptakan peluang terutama melalui dua wingback mereka yang bermain agresif sebelum tiang mengubur harapan mereka. Leandro Trossard mungkin yang paling sebal dengan pertandingan ini karena peluangnya tiga kali menghantam tiang. Sedangkan Solly March harus melihat bola tidak bergulir ke gawang meski sudah mengenai sisi tiang bagian dalam dan golnya menjadi tidak berarti karena beberapa menit kemudian timnya menerima hukuman penalti yang membuat satu poin gagal digenggam.

“Jika kalian menganalisis permainan ini selama 90 menit, saya merasa kalau kamilah tim terbaik. Kami punya banyak serangan, banyak peluang, banyak yang kena mistar. Kami begitu kecewa tapi itulah sepakbola,” kata Graham Potter yang mempertanyakan kenapa wasit memberi tambahan waktu lagi sehingga United bisa membalikkan keunggulan.

Apapun yang terjadi, United tetap menyelesaikan pertandingan sebagai pemenang. Meski begitu permainan mereka belum membaik. Ole Gunnar Solskjaer bahkan menyebut kalau timnya tidak pantas mendapatkan lebih dari satu poin. Ada beberapa hal yang harus diperbaiki Ole khususnya lini belakang yang koordinasinya masih berantakan.

Selain itu, lini tengah dan depan juga belum menunjukkan adanya peningkatan. Terlepas dari satu golnya, Rashford masih kesulitan jika tidak memiliki ruang kosong yang banyak seperti yang terjadi dalam proses golnya. Begitu juga dengan Anthony Martial yang masih memilih untuk menunggu datangnya bola alih-alih mencari ruang untuk bisa menerima bola.

Begitu pula dengan Paul Pogba yang tampak belum benar-benar fit setelah terinfeksi corona. Jika dibandingkan dengan performa mereka pada sisa kompetisi musim 2019/20, tentu penampilan lini tengah dan depan tersebut belum bisa dikatakan baik setidaknya ketika berkaca pada dua laga pertama mereka di Premier League.

Ole harus membereskan masalah ini mengingat lima laga Premier League berikutnya, United akan berhadapan dengan Tottenham, Newcastle, Chelsea, Arsenal, dan Everton. Sebelum menghadapi lima partai itu, United akan kembali menerima jamuan Brighton di tempat yang sama pada babak keempat Piala Liga. Burung Camar tentu tidak mau apes untuk kedua kalinya di kandang sendiri.