Foto: Twitter Man United

Pendukung Manchester United juga manusia biasa. Mereka bisa merasakan kecewa dan kekesalan ketika tim kesayangannya mengalami kekalahan. Apalagi ketika kekalahan tersebut didapat setelah tim bermain buruk, tentu siapa yang tidak kecewa. Sudah bayar mahal, rela meluangkan waktu malam-malam di tengah suhu yang menusuk, tapi diberikan pertunjukkan yang mengecewakan.

Dari 12 pertandingan terakhir di Premier League, MU sebenarnya punya delapan kesempatan untuk memperkecil jarak dengan peringkat empat yaitu Chelsea setelah Chelsea meraih hasil imbang atau mengalami kekalahan. Akan tetapi, dari banyaknya keuntungan tersebut mereka hanya bisa memaksimalkan dua laga saja. Enam laga sisanya, United juga ikut-ikutan meraih hasil imbang dan mengalami kekalahan.

Dini hari tadi, siklus itu kembali berlanjut. Dituntut untuk bereaksi setelah hasil melawan Liverpool, nyatanya MU justru bermain lebih biasa saja, jika tidak mau dibilang buruk, ketika menghadapi Burnley. Di kandang sendiri, Setan Merah meneruskan tradisi tidak pernah menang melawan The Clarets dan mengakhiri laga dengan skor 0-2.

Kalah memang menjadi risiko dari setiap pertandingan. Namun, siapa yang tidak kesal kalau kekalahan itu didapat bukan karena tim bermain baik tapi karena memang bermain buruk. United benar-benar buruk, kalah dari kesebelasan yang pattern play-nya hanya satu yaitu mengandalkan bola-bola panjang dan bermain bertahan.

Kebobolan tidak masalah bagi tim sekaliber MU. Jika mereka bisa mencetak tiga gol, maka MU tetap menang 3-2. Namun, boro-boro mau cetak gol, peluang sudah ada di depan mata saja disia-siain. Padahal, nilai peluang Juan Mata (0,15), Andreas Pereira (0,13), dan Anthony Martial (0,12 dan 0,18) itu sama dengan peluang golnya Chris Wood (0,13). United bisa cetak empat gol kalau penyelesaian akhirnya waras.

Selain itu, mau tembus ke pertahanan mereka saja mereka sudah pusing sendiri. MU menggila dengan menguasai bola hingga 73% dan membuat 690 umpan dengan akurasi umpan 85%. Namun jika ditelisik lebih dalam, umpan-umpan mereka lebih banyak dibuat ke samping, dan mayoritas hanya berkutat di lini tengah. Umpan-umpan sepertiga akhirnya sangat minim. Ada 99 umpan yang salah dari para pemain United dengan mayoritas terjadi ketika memasuki sepertiga akhir lini belakang Burnley. Ini yang membuat banyak peluang MU terbuang percuma meski melepaskan 24 percobaan dan tidak pantas juga disebut kurang beruntung karena mayoritas dibuat dari luar kotak penalti.

Hal ini kembali menandakan masalah United yang masih dilestarikan oleh Solskjaer yaitu pergerakan tanpa bola dari pemain depan. Padahal, itu adalah cara untuk merusak disorganisasi tim yang menggunakan pertahanan rapat. Nyaris tidak terlihat pergerakan dari Martial, Mata, James, atau bahkan Greenwood. Ketika beberapa dari mereka mulai bergerak off the ball, pemain lain tidak mengikutinya. Ini yang membuat serangan United mandek.

Sudah mandek, sisi kreativitasnya juga bermain tidak sesuai performa. Andreas Pereira misalnya hanya butuh 45 menit untuk 10 kali kehilangan bola dan hanya membuat satu chance created. Heran, pemain ini justru menjadi pemain yang paling sering membuat peluang dibanding seluruh pemain United lainnya. Sudahlah Andreas, kamu lebih baik jadi model saja ketimbang diolok-olok penggemar MU yang terus mempertanyakan apakah benar kamu ini pemain Brasil, kok skill-nya tidak ada cerminan kalau benar-benar dari Brasil.

Sebenarnya, mentoknya United juga disebabkan dengan cakapnya para pemain Burnley mempersolid lini belakangnya. Sadar kalau mereka tidak dibekali kualitas yang lebih bagus dibanding pemain United, mereka memilih untuk bermain bertahan. Mengingat United tidak bisa mengalirkan bola dengan cepat, maka mereka hanya tinggal mengikuti jalannya bola yang dialirkan pemain-pemain tuan rumah. Ini yang membuat skema United benar-benar mudah terbaca. Sayap kiri-crossing-gagal-bola ke sisi kanan-crossing lagi-gagal-jatuh ke kiri-kirimkan ke gelandang serang-lalu pindah lagi ke kanan-crossing lagi-gagal lagi. Begitu terus sampai mereka dihukum oleh gol Chris Wood dan Jay Rodriguez.

Setiap bertemu Burnley, saya selalu mengatakan pada preview untuk berhati-hati terhadap bola kedua. Disinilah kekuatan Burnley. Inilah yang kemudian dimaksimalkan Burnley. Proses gol kedua menunjukkan kelebihan mereka saat throw in United gagal, bola kedua buru-buru diberikan kepada Jay Rodriguez untuk langsung dieksekusi menjadi gol.

Setelah kebobolan yang kedua, United tetap terjebak dengan masalah-masalah mereka yang selalu terulang yaitu kreativitas. Hadirnya Lingard dan Luke Shaw juga tidak banyak membantu. Burnley hanya tinggal memperkuat lini belakang mereka di sisa laga. Yang menjadi pertanyaan: Apa lini belakang Burnley sebagus itu sehingga tidak bisa ditembus oleh pemain-pemain yang pengalaman dan harga jauh lebih tinggi dari pemain Burnley? Selain itu, apa saja yang mereka lakukan di tempat latihan, sehingga kesalahan yang sama terus terjadi setiap pertandingannya.

***

Di sesi wawancara, Ole menyebut soal kualitas yang menjadi penyakit MU selama dia memimpin klub ini. Ia sendiri menyebut kalau ia ingin terus menambah kualitas agar timnya bisa semakin kuat dan sesuai dengan kemauan dirinya. Namun, bagaimana ingin membuat tim ini menjadi berkualitas, kalau manajernya saja sudah senang dengan skuat yang dimiliki sekarang dan terlihat takut untuk mengeluarkan uang dengan alasan mencari pemain yang tepat.

Lima menit sebelum pertandingan berakhir, mayoritas para penggemar United sudah keluar dari Old Trafford yang diikuti dengan chant anti keluarga Glazer dan Ed Woodward. Sebuah bentuk upaya yang menurut saya sangat nihil kalau dalam pertandingan berikutnya, mereka-mereka yang bernyanyi chant anti Woodward dan Glazer tersebut tetap datang ke Old Trafford.

Jika memang mereka tidak menyukai keluarga Glazer dan Ed, lebih baik mereka tidak usah menonton laga kandang United dulu hingga beberapa pertandingan. Hitung-hitung memukul pendapatan tim dari uang tiket sehingga membuat Woodward berpikir dan mau berinvestasi.