Dwight Yorke dan Sir Alex Ferguson. (Foto: Soca Warriors.net)

Mencetak banyak gol belum menjamin Anda akan dipuji oleh manajer Anda. Tidak percaya? Tanyakan itu kepada sosok Dwight Yorke.

Musim 1998/1999 adalah musim terbaik Manchester United sebagai sebuah klub sepakbola. Pada musim itu, mereka membawa pulang tiga gelar yaitu Premier League, Piala FA, dan Liga Champions. Setan Merah menjadi satu-satunya tim Inggris yang bisa meraih treble. Sampai saat ini belum ada tim Inggris lain yang bisa meniru pencapaian United.

Semua lini berperan penting dalam kesuksesan United tersebut. Satu yang krusial adalah lini depan. Sektor penyerangan United memiliki empat pencetak gol ulung dalam diri Andy Cole, Ole Gunnar Solskjaer, Teddy Sheringham, dan Dwight Yorke.

Spesial untuk nama terakhir, karena musim 1998/1999 adalah musim pertama pemain Trinidad dan Tobago tersebut bermain bersama United. Sir Alex tertarik merekrut Yorke setelah melihat ketajamannya bersama Aston Villa. Uang 12,6 juta paun diberikan kepada pemain kelahiran tahun 1971 tersebut.

Musim pertama Yorke di United berlangsung sukses. Meski tidak mencetak gol di final Liga Champions, namun gol-golnya pada babak gugur seperti melawan Inter Milan dan Juventus berperan penting membawa United ke partai puncak di Camp Nou.

Ada 29 gol yang ia cetak dari 51 penampilan bersama United pada musim pertama Yorke. Ia menjadi top skor klub sekaligus top skor Premier League bersama Jimmy Floyd Hasselbaink, dan Michael Owen. Musim pertama Yorke di United semakin lengkap dengan raihan Premier League Player of the Season, dan masuk dalam PFA Team of the Year.

Dengan catatan ini, layak rasanya Yorke mendapat banyak pujian. Bagaimana tidak, ia menunjukkan kalau adaptasi bukan sesuatu yang sulit meski harus pindah ke tim yang tekanannya lebih besar seperti United. Jumlah 29 gol jelas bukan perkara mudah untuk dicetak oleh pemain depan yang baru menjalani musim pertamanya bersama United.

Akan tetapi, torehan tersebut tidak ada apa-apanya di mata Sir Alex. Menurut sang manajer, pencapaian 29 gol adalah sebuah kegagalan. Nah lho!

“Saya mencetak 29 gol pada musim pertama saya. Musim kedua, saya mencetak 26 gol. Tiba-tiba sang pelatih berkata kepada saya, ‘Anda gagal’,” kata Yorke dalam sebuah acara di kanal YouTube Manchester United.

Yorke tentu saja kaget. Alih-alih mendapat apresiasi, ia justru mendapat sindiran. Gol-gol Yorke selama di United juga bukan gol yang sepele. Ia pernah mencetak gol dengan tendangan salto, melewati beberapa pemain, bahkan langsung mencetak gol dalam pertandigan debutnya. Namun, bagi Fergie itu semua tidak ada artinya.

Yorke sendiri tidak paham mengapa Ferguson menyebutnya sebagai pemain gagal meski mencetak banyak gol. Sampai kemudian ia melihat Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo yang bisa mencetak 30 hingga 40 gol per musimnya. Di sinilah Yorke sadar kenapa ia masih disebut gagal meski gol-golnya membantu United meraih gelar juara.

“Saya pencetak gol terbanyak dan memenangkan Premier League, tapi dia (Ferguson) menyebut saya pemain gagal. Anda melihat lagi ke belakang untuk mengetahui dari mana saya bisa mendapatkan sebutan itu. Di sinilah Anda perlu mendorong diri Anda lebih jauh lagi untuk membuat lebih dari 29 gol”

“Kami lihat Messi dan Ronaldo dan itu adalah level yang dia coba untuk mendorongmu, tapi aku tidak melihatnya saat itu. Menyelesaikan kompetisi dengan mencetak 26 gol sangat berarti bagi saya, tapi bagi pelatih hal itu tidak membuatnya senang,” ujarnya menambahkan.

Ferguson memang bukan manajer yang cepat puas terhadap pencapaian timnya, Begitu juga ketika melihat performa para pemainnya. Ini juga yang mungkin ia lihat dari Yorke saat itu. Bagi Yorke, 29 gol mungkin bagus, namun tidak bagi Fergie.

Bisa jadi Ferguson kecewa karena Yorke hanya membuat 18 gol di Premier League musim 1998/1999. Jumlah ini hanya setengah dari pencapaian Mario Jardel, pemenang Sepatu Emas Eropa saat itu. Musim berikutnya, Yorke hanya membuat 20 gol, selisih 10 gol dari Kevin Phillips, top skor Premier League, sekaligus pemenang Sepatu Emas Eropa saat itu.

Tidak tertutup kemungkinan kalau ucapan ‘pemain gagal’ tersebut sebagai cambuk bagi Yorke untuk terus memotivasi diri agar bisa mencetak banyak gol. Sayangnya, hal itu tidak terwujud pada musim ketiga dan keempatnya sebelum dilepas pada tahun 2002 ke Blackburn Rovers.

“Tahun ketiga saya, saya membuat 14 gol dari 22 laga yang bukan sesuatu yang buruk. Tapi itu tidak cukup baik bagi United. Itu adalah level yang dituntut manajer dari Anda dan saya mulai paham sekarang,” kata Yorke.

Mungkin ini yang membuat Ferguson menyebutnya pemain gagal. Ia merasa kalau Yorke sebenarnya bisa lebih tajam lagi di liga domestik ketimbang hanya mencetak 20 gol. Meski begitu, apa yang sudah diberikan Yorke selama empat musim kariernya di United patut untuk diberikan apresiasi mengingat ia adalah salah satu pahlawan dari keberhasilan United meraih treble winners. Lagipula, Ferguson menyebut Yorke sebagai penyerang yang fantastis sejak pertama kali direkrut dari Aston Villa.