Foto: Inside World Soccer

Bermain untuk tim besar seperti Manchester United mungkin menjadi impian bagi setiap pemain. Berlaga di depan 76 ribu pasang mata di Old Trafford menghadirkan sensasi tersendiri bagi mereka yang mendapat kesempatan. Lantas, apa jadinya ketika bermain di Old Trafford justru menjadi kuburan bagi pemain United itu sendiri?

Kehilangan Peter Schmeichel pada 1999 membuat Sir Alex bergerak cepat mencari pengganti. Ia sudah mendapatkannya dalam diri Mark Bosnich dan Raymound van der Gouw. Akan tetapi, cedera keduanya membuat Fergie harus bergerak mencari kiper baru.

Pilihan pun jatuh kepada Massimo Taibi. Penjaga gawang Italia yang saat itu bermain di Venezia. Penampilannya cukup gemilang. Meski hanya finis di urutan kesebelas, ia mampu membawa tim tersebut menjadi kesebelasan dengan lini pertahanan terbaik ketujuh dari 18 peserta. Taibi pun dikontrak dengan harga yang saat itu terbilang mahal yaitu 4,5 juta paun dan menjadi Italiano pertama yang bermain di Manchester United.

“Saya tidak bisa menolak tim sebesar United. Sebuah pengalaman bagus dan stadion yang fantastis. Saya menyukai penggemarnya,” kata Taibi.

Ia langsung mendapat debut sepekan kemudia. Tidak tanggung-tanggung, Fergie langsung menurunkannya dalam pertandingan klasik melawan Liverpool di stadion Anfield pada 11 September 1999.

United saat itu menang dengan skor 3-2 melalui gol dari Jamie Carragher (bunuh diri), Andy Cole, dan Henning Berg. Sementara gol Liverpool dibuat oleh Sami Hyppia dan Patrick Berger. Kebobolan dua gol bukan menjadi awal karir yang menyenangkan bagi Taibi. Terlebih gol Hyppia berasal dari salah perhitungan yang ia buat ketika set-piece.

Akan tetapi, kesalahan itu kemudian tertutup dengan dua peluang emas Liverpool yang berhasil ia gagalkan. Sundulan keras Robbie Fowler ia mentahkan dengan gemilang begitu juga sepakan jarak dekat Vladimir Smicer. Di akhir laga, Taibi mendapat predikat Man of the Match. Terkait kesalahannya, Ferguson pun membela Taibi dengan menyebut kalau seorang Peter Schmeichel pun masih suka membuat blunder.

Penampilan cemerlang eks penjaga gawang Milan ini kembali muncul ketika United ditahan Wimbledon di Old Trafford 1-1. Kali ini, gol lawan murni karena kesalahan pemain belakang United. Ia sendiri tampil gemilang dan kembali menjadi Man of the match di akhir pertandingan.

Mimpi Buruk Dari The Saints

Taibi mungkin tidak menyangka kalau masa depannya langsung dipertanyakan pada laga ketiga. United yang ketika itu sempat tertinggal 0-1 dari Southampton berhasil membalikkan keadaan lewat Teddy Sheringham dan Dwight Yorke.

Mimpi buruk itu datang pada babak kedua. Pergerakan Mark Hughes di lini tengah berhasil memberikan bola kepada Matt Le Tissier yang tanpa pengawalan. Berada jauh dari gawang Taibi, Tissier melepaskan tendangan mendatar yang tidak terlalu keras. Melihat power dari Le Tissier, bola sebenarnya bisa ditangkap dengan mudah. Apes, si kulit bundar justru lolos melalui sela kakinya dan bergulir pelan ke gawang United.

Skor akhir saat itu imbang 3-3. Old Trafford terdiam. Para pendukung United keheranan mengapa penjaga gawang mereka bisa melakukan kesalahan sekonyol itu. Fergie pun hanya bisa bungkam seolah menelan perkataannya sendiri yang sebelumnya membela Taibi. Komentator BBC, Steve Wilson juga tidak habis pikir kesebelasan besar macam United dengan mudahnya kehilangan tiga poin. Media Inggris melabeli dia sebagai “Orang Buta dari Venezia” akibat kekonyolannya tersebut.

Kesabaran setiap orang ada batasnya. Begitu juga dengan Fergie. Ia kembali dibuat keheranan dengan aksi Taibi yang ceroboh dalam laga berikutnya melawan Chelsea. Bertabrakan dengan Gary Neville, gagal menghalau sepakan pelan Frank Lebouf, hingga dikolongi Jody Morris menjadi bagian dari tumbangnya United 0-5 dari The Blues sekaligus kekalahan pertama United sejak Desember 1998.

Laga tersebut menjadi akhir dari kisah Massimo Taibi bersama United. Pada pertandingan berikutnya sampai akhir musim 1999/2000 Fergie memainkan Mark Bosnich dan Raymound Van Der Gouw secara bergantian. Kontrak empat tahun yang sudah ditandatangani olehnya berakhir hanya dalam waktu 22 hari. Pada Januari, Taibi hengkang ke Reggina.

Bukan penyelamatan gemilang melawan Liverpool yang dikenang melainkan kecerobohannya menghalau sepakan Le Tissier yang terus diingat fans United. Hingga 18 tahun sejak kejadian itu, dirinya masih tidak percaya akan kesalahan yang pernah ia buat tersebut.

“Sampai hari ini, saya tidak tahu mengapa kesalahan itu bisa terjadi. Media sungguh kejam namun itu jadi bagian dari pekerjaan kami. Rekan satu tim saya memberikan dukungan hebat. Saya sering memikirkan kesalahan tersebut meski porsinya tidak sebanyak ketika saya masih bermain dulu. Saya meminta maaf apabila saya tidak bisa mengeluarkan potensi saya di Inggris.”

Taibi memang sudah meminta maaf. Tapi para penggemar seolah tidak peduli. Namanya tetap akan selalu melekat sebagai salah satu pemain gagal di Manchester United. Kejadian yang menegaskan kalau seorang penjaga gawang tidak akan diingat karena penyelamatannya melainkan karena kesalahan yang pernah dilakukannya.

Ada beberapa faktor yang disebut memengaruhi penampilan Taibi di United. Salah satunya adalah kendala bahasa. Taibi tidak bisa berbicara bahasa Inggris. Saking ingin Taibi berkembang, pelatih kiper United saat itu, Tony Coton sampai harus meminta salah satu pemilik restoran Italia di Manchester untuk bertindak sebagai penerjemah dari pinggir lapangan.

Ia juga kecewa karena kegagalannya di United berakhir cepat. Ia masih menyimpan harapan untuk bisa tampil di Champions League pada saat itu andaikan United tidak terlambat mendaftarkannya. Ia yakin kariernya akan berubah jika mendapat kesempatan tampil di Eropa.

“Jika saya bisa main di Liga Champions maka itu mengubah segalanya karena saya yakin bisa bermain lagi dan melakukan yang lebih baik untuk tim. Saya menyesal potensi saya tidak keluar di Inggris,” tuturnya.