Foto: Independent

Jauh sebelum anaknya mengambil sorotan jelang Derby Manchester akhir pekan ini, sang ayah, Alf Inge Haaland telah lebih dulu melakukannya hampir dua dekade lalu. Bukan cerita manis melainkan cerita tragis yang disebabkan oleh terjangan kapten United saat itu, Roy Keane.

Pada tanggal 21 April 2001, Manchester United bersiap melawan Manchester City, saat itu tim promosi, di stadion Old Trafford. Laga ini sudah tidak berarti lagi bagi Setan Merah karena mereka sudah memastikan diri menjadi juara liga. Bagi tim tamu, poin di laga ini berharga karena bisa membuka jalan mereka untuk tidak terdegradasi.

City menjadi pihak yang cukup puas dalam laga tersebut. Mereka sukses menahan imbang United 1-1. Meski gagal menang, namun target United untuk menjadi juara sudah terpenuhi dan sifat laga ini cenderung menjadi sebuah formalitas karena mereka tinggal menunggu momen saja untuk mengangkat piala.

Tim tamu mungkin puas, namun tidak dengan pemainnya yang bernama Alf Inge Haaland. Pada laga tersebut, ia merasakan kengerian yang luar biasa sepanjang kariernya sebagai pemain sepakbola.

Laga ini akan selalu dikenang pendukung United karena insiden yang terjadi pada menit ke-85. Alf saat itu sukses mendahului Keane dalam perebutan bola 50:50. Namun apes bagi dirinya karena kaki kanannya mendapat terjangan dari pria asal Irlandia tersebut yang membuat dia terpelanting jatuh ke tanah. Keane mendapat kartu merah dari wasit David Elleray.

Tidak ada protes dari Keane. Ia sadar kalau aksinya tersebut akan membuatnya diusir dari lapangan. Raut wajahnya menunjukkan kalau ia tidak merasa bersalah. Sebelum keluar lapangan, Keane menghampiri Haaland dan mengucapkan beberapa kalimat yang sayangnya tidak bisa diketahui secara jelas.

Selepas kejadian ini, Keane mendapat hukuman larangan bertanding sebanyak tiga laga dan denda 5 ribu paun. Hukuman kemudian bertambah menjadi larangan main sebanyak lima pertandingan dan denda senilai 150 ribu paun.

Yang menarik, City sempat ingin membawa peristiwa tersebut ke ranah hukum pada musim panas 2001. Akan tetapi, mereka membatalkannya karena Alf saat itu harus menjalani operas lutut kiri.

Anggapan Balas Dendam

Dalam buku otobiografinya yang pertama pada 2002, Keane diceritakan kalau ia sengaja mengincar Alf untuk balas dendam. Hal ini terkait dengan kejadian di Elland Road pada musim kompetisi 1997/1998. Saat itu, Keane baru menjadi kapten United menggantikan Cantona dan Alf masih bermain untuk Leeds United.

Keane ketika itu mengejar bola kiriman dari Ronny Johnsen dan sedang berada dalam kawalan ketat dua pemain Leeds yang salah satunya adalah Alf. Keane mencoba untuk mengganggu Alf dengan cara mengaitkan kakinya untuk menahan laju larinya. Naas, upaya tersebut justru membuat Keane merusak ligamen lututnya.

Alf yang marah menghampiri Keane dan mengeluarkan umpatan karena menganggap mantan pemain Nottingham Forest tersebut pura-pura cedera untuk menghindari hukuman karena tekelnya kepada Alf. Kenyataannya musim Keane memang berakhir selepas kejadian tersebut. Hal ini yang dianggap banyak orang membuatnya ingin balas dendam hingga kemudian terjadilah momen di Old Trafford pada 2001.

“Saya sudah menunggu sejak lama. Saya hantam dirinya keras-keras dan saya berkata ‘rasakan itu, bajingan’ dan jangan coba ejek saya kalau diri saya tidak cedera. Saya tidak menunggu wasit mengeluarkan kartu merah. Saya langsung berbalik dan berjalan ke ruang ganti,” kata Keane dalam buku otobiografinya yang pertama.

Yang menarik, Keane justru membantah kalau dia pernah berkata seperti itu. Ia kemudian menyalahkan tim penulis buku tersebut yang dianggap melebih-lebihkan cerita. Keane berkata kalau ia memang sengaja melakukan tekel seperti itu kepada Alf, namun itu semua tidak ada kaitannya dengan cedera yang terjadi empat tahun sebelumnya.

Maksud dari ucapan Keane adalah momen tersebut dianggap merupakan bagian dari sepakbola yang lekat dengan benturan fisik dan bukan merupakan sesuatu yang sengaja ia rancang. Hal itu ia ungkapkan lagi ketika mengeluarkan bukunya yang kedua berjudul The Second Half pada 2014 sekaligus sebagai revisi dari pernyataan dia pada buku sebelumnya.

“Saya tidak punya maksud untuk membuatnya cedera. Itu adalah tindakan biasa yang menjadi bagian dalam sepakbola. Layaknya anjing makan anjing. Saya sudah banyak menendang pemain dan saya tahu perbedaan menyakiti seseorang dan membuat orang tersebut. Saya tidak ada maksud untuk membuat Haaland cedera.”

“Tidak ada rencana. Saya bermain tiga sampai empat kali melawan Haaland di Leeds dan mengalami cedera parah pada 1997. Lalu, kejadian saya menendang dia terjadi pada 2001 ketika ia sudah di City. Jika saya adalah orang gila yang ingin balas dendam, kenapa saya harus menunggu sampai empat tahun untuk mencederainya?”

“Apakah saya mengejarnya selama bertahun-tahun? Tentu tidak. Apakah dia ada dalam pikiran saya sebagai sasaran? Tentu saja ada. Tapi dia setara dengan pemain seperti Rob Lee, David Batty, Alan Shearer, dan Patrick Vieira. Semua pemain ini adalah sasaran saya. Jika saya dapat kesempatan untuk menghajarnya, maka saya hajar dia. Heran kenapa insiden tahun 1997 terus dikait-kaitkan dengan kejadian 2001 dan terus menjadi kutipan kekal selama lebih dari 20 tahun,” tutur Keane.

Perseteruan Di Luar Arena

Keane mengaku kecewa karena selalu dituduh sengaja mencederai Alf. Hal ini bahkan nyaris membuatnya diseret ke pengadilan oleh Alf karena dianggap sengaja merancang kejadian tersebut.

Meski begitu, Keane tetaplah Keane yang tidak lepas dari kontroversi. Ia memang tidak bermaksud melukai Alf Inge Haaland, namun ia tetap tidak menyesal telah mengeluarkan tekel brutal itu kepadanya.

“Ada sejumlah penyesalan dalam hidup saya. Tapi insiden saya dengan Haaland tidak termasuk ke dalamnya,” kata Keane.

Komentar ini sempat membuat hubungan keduanya kembali panas meski sudah tidak lagi bermain. Alf pun menyandingkan foto Keane dengan Saddam Hussein karena dianggap memiliki jenggot yang sama.

Kicauan tersebut kemudian dihapus. Akan tetapi, alasan Alf menghapusnya karena mengaku keluarga Saddam Hussein tidak suka dibanding-bandingkan dengan Keane.

“Maaf karena saya menghapus tweet saya semalam. Saya melakukannya karena keluarga Saddam Hussein tidak mau Anda dibanding-bandingkan dengan mantan pemimpin Anda,” katanya.

***

Dua dekade berlalu, generasi Haaland kini diwakili oleh Erling yang memperkuat Manchester City musim ini. Dengan rekam jejak karier yang cemerlang, Erling punya kesempatan besar untuk membalaskan dendam ayahnya dengan mencetak banyak gol ke gawang United akhir pekan ini.

Kini, kubu United tinggal mencari siapa yang akan berperan sebagai Roy Keane berikutnya dengan bertugas menjadi tukang jagal Erling. Tidak perlu berlebihan sampai harus mengakhiri karier sepakbolanya, tapi paling tidak membuat dia mati kutu sepanjang 90 menit nanti.