Momen ketika Carroll gagal menangkap bola sepakan Mendes. Foto: photoshelter.com

Dalam sepakbola, ada pepatah yang berbunyi “Seorang penyerang akan dikenang karena gol-golnya. Seorang penjaga gawang hanya diingat karena kesalahan.” Sebuah pepatah yang membuat kiper menjadi posisi yang kerap mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan.

Latihannya terpisah, porsi latihan yang diminta juga berbeda. Saat rekan setimnya menyerang, ia ditinggalkan. Temannya hanya sebuah gawang yang selama 90 menit harus dijaga agar tidak ada yang bisa merusaknya. Apes, meski telah berjibaku sampai mengorbankan badannya, kiper akan mendapat sorotan apabila melakukan kesalahan.

Berbicara soal penjaga gawang dan kesalahan, ada beberapa kiper United yang kariernya diwarnai oleh blunder semasa membela Setan Merah. Massimo Taibi hanya bertahan sebentar setelah luput menangkap tendangan Matt Le Tissier. Meski sudah menjadi kiper terbaik dan pemain terbaik klub, De Gea tetap dihujat ketika ia melakukan kesalahan dalam beberapa pertandingan.

Berbicara soal kesalahan dari penjaga gawang United, apa yang terjadi pada 4 Januari 2005 tentu sangat sulit untuk dilupakan. Saat itu, United benar-benar diuntungkan oleh perangkat pertandingan yang membuat mereka terhindar dari kekalahan memalukan setelah penjaga gawang mereka melakukan sebuah kesalahan konyol.

Kejadian itu terjadi pada pekan ke-22 Premier League yang mempertemukan Manchester United melawan Tottenham Hotspur di stadion Old Trafford. Pertandingan itu dipimpin oleh Mark Clattenburg yang saat itu baru berusia 29 tahun dan menjalani musim pertamanya di Premier League sekaligus memimpin pertama kali laga yang melibatkan Manchester United.

Pertandingan tersebut berjalan menarik. Tuan rumah menguasai pertandingan dan membuat beberapa peluang. Salah satu kesempatan emas dibuat United saat antisipasi salah Noe Pamarot mengecoh Paul Robinson. Akan tetapi, bola justru terbentur tiang gawang. Sebelumnya, sepakan Paul Scholes diblok menggunakan kaki oleh Paul Robinson.

Keasyikan menyerang, United nyaris mendapat petaka jelang babak kedua berakhir. Sebuah umpan silang dari Heinze berhasil dihalau pemain Spurs yang membuat bola mengarah ke Robbie Keane. Pemain Irlandia Utara tersebut memenangi duel udara dengan bek United, Jonathan Spector. Akan tetapi, bola sundulan Keane justru mengarah ke pinggir lapangan.

Roy Carroll yang melihat pelannya laju bola, justru menyapu bola dengan tidak sempurna. Bola sepakannya kembali ditendang Pamarot ke arah lini pertahanan United. Dengan sembrono Mikel Silvestre justru menyundul bola ke arah Pedro Mendes yang langsung menendang bola ke gawang United. Carroll yang berada dalam posisi tidak siap pun mencoba untuk menangkap bola. Sayangnya, bola tangkapannya terlepas dan masuk melewati garis gawang United.

Anehnya, Rob Lewis, hakim garis pada pertandingan tersebut, memilih tidak mengesahkan gol tersebut karena menganggap posisinya terlalu jauh. Clattenburg juga tidak bisa berbuat banyak karena selain posisinya yang juga jauh, dia juga baru bisa membuat keputusan tergantung sinyal dari Lewis. Mengingat tidak adanya tanda kalau gol tercipta, maka Clattenburg tetap tidak membuat keputusan apapun. Sontak para pemain Tottenham meradang karena bola jelas-jelas sudah melewati garis gawang.

“Saya melihat Roy (Carroll) datang dari gawangnya. Lalu beberapa saat kemudian, bola datang kepada saya dan saya menendangnya sekeras mungkin dan bola melaju dengan sangat baik. Bola tersebut benar-benar sudah melewati garis. Terlihat sangat jelas,” tutur Mendes seperti dilansir Daily Mail.

“Sepanjang karier saya, saya belum pernah melihat gol yang jelas-jelas sudah melewati garis namun tidak disahkan. Saya tahu kejadiannya begitu cepat, tetapi saya menyayangkan hakim garis tidak berada di tempat yang tepat. Seandainya itu gol maka saya setara dengan Beckham yaitu bisa mencetak gol yang luar biasa dari garis tengah,” tuturnya menambahkan.

Sementara itu, Roy Carrol menjelaskan kalau dia menyangka wasit telah memberikan gol untuk Tottenham. Namun melihat Clattenburg dan Lewis tidak memberikan isyarat apapun, maka Carroll kemudian melanjutkan permainan.

“Sudah lama sekali kejadian itu tapi tetap saja itu kejadian aneh bagi saya. Saya bangun setelah terjatuh dan stadion mendadak sepi. Saya pikir itu masuk, tapi ternyata wasit tidak memberi mereka gol. Sir Alex bahkan tidak banyak bicara tentang kejadian itu setelah pertandingan,” ujarnya.

Lewis pun kaget ketika melihat tayangan ulang kalau bola benar-benar sudah melewati gawang. Akan tetapi, mengingat tugasnya adalah harus berdiri sejajar dengan pemain belakang terakhir, maka dia tidak bisa membuat keputusan apakah itu gol atau tidak. Beruntung, Lewis tidak mendapatkan kecaman apapun dari para penggawa Lylywhites.

“Yang saya lakukan adalah berdiri untuk menentukan apakah posisi pemain offside atau tidak. Saat saya berlari, ternyata saya masih berjarak 25 yard dari gawang dan tidak bisa menentukan apakah bola itu sudah melewati garis atau tidak. Saya kecewa telah mengambil keputusan yang salah tapi para pemain Tottenham tetap menjabat tangan saya setelah pertandingan,” kata Lewis.

Pertandingan ini sendiri menjadi alasan bagi Keith Hackeet, kepala wasit Inggris saat itu, untuk mengajukan penggunakan teknologi garis gawang. Namun seiring berjalannya waktu, teknologi ini baru benar-benar dipakai di Premier League pada musim 2013/14 atau sembilan musim setelah kejadian itu berakhir.

Skor imbang 0-0 menjadi hasil akhir pertandingan tersebut. Bagi Tottenham, hasil tersebut meneruskan tren positif mereka yang belum terkalahkan sejak akhir November. Walaupun begitu, tetap saja mereka seharusnya bisa meraih tiga poin. Sementara itu, hasil imbang di Old Trafford membuat mereka tidak bisa beranjak dari urutan ketiga.

Sebulan kemudian mantan penjaga gawang Wigan ini kembali menjadi biang kerok saat gagal menangkap dengan sempurna tendangan Clarence Seedorf yang memudahkan Hernan Crespo mencetak gol. Kesalahan yang membuat masa depannya mulai dipertanyakan.

“Sulit bagi seorang penjaga gawang untuk bisa kembali karena hanya ada satu tempat di sana. Kesalahan melawan Milan terjadi setelah saya melewati 10 sampai 15 pertandingan, tapi itu terjadi pada posisi penjaga gawang. Itulah cara sepakbola bekerja. Manajer akan menentukan siapa yang bisa dianggap bisa memenangkan sebuah pertndingan dan pada posisi penjaga gawang, hanya ada satu orang yang bisa mengisinya,” kata Carroll.

Setelah dua kesalahan fatal tersebut, Carroll tidak lagi menjadi kiper utama United untuk beberapa pertandingan. Namun, tempat sebagai kiper utama kembali jatuh ke tangannya jelang musim berakhir. Ia bahkan bermain pada final Piala FA.

United sebenarnya masih percaya dengan Carroll. Saat melakukan kesalahan melawan AC Milan, Alex Ferguson menolak untuk menyalahkannya. Menurut sang gaffer, kesalahan penjaga gawang bisa terjadi kapan saja dan tidak ada yang bisa menebak kapan kesalahan itu akan menimpa timnya.

Ia bahkan mencoba untuk meyakinkan Carroll untuk memperpanjang kontrak dan memberi garansi kalau dia bisa menjadi kiper utama. Akan tetapi, tawaran itu ditolak oleh sang pemain. Pada 15 Juni 2005, Carroll akhirnya meninggalkan Manchester dan pergi ke London untuk membela West Ham United. Dua kesalahan (mungkin) membuatnya sadar kalau kemampuannya tidak cukup untuk Setan Merah sehingga ia memilih pindah ketimbang mendapat kesalahan ketiga yang bisa saja membuat pendukung United semakin muak dengannya.