Foto: The Sportsman

26 November 1992. Ketika itu United kedatangan seorang pemain bengal asal Prancis bernama Eric Cantona. Tidak ada yang menyangka kalau pemain ini nantinya akan menjadi kepingan puzzle terakhir yang dibutuhkan Sir Alex Ferguson untuk membawa United ke tanah kejayaan.

Sebenarnya tidak ada di dalam pikiran Sir Alex untuk merekrut Cantona. Ferguson lebih menginginkan David Hirst yang saat itu bermain di Sheffield Wednesday. Sayangnya, tawaran 3,5 juta pounds United ditolak. Tidak hanya sekali, melainkan enam kali.

Gagal mendapat tanda tangan Hirst, ia justru mengalihkan buruannya kepada penyerang Cambridge United yaitu Dion Dublin. Dublin akhirnya datang ke Manchester namun ia hanya berada di skuat selama satu bulan karena mengalami patah kaki di laga melawan Coventry.

Fergie pun merasa pusing. Hal ini kemudian diperparah dengan puasa kemenangan United sejak September hingga awal November ditambah dengan mandulnya lini depan Setan Merah yang hanya bisa membuat empat gol dari tujuh laga. Akan tetapi beberapa pekan kemudian sebuah deringan telepon di ruangan Martin Edwards (chairman United) mengubah peruntungan United.

Kala itu Bill Fotherby (Direktur keuangan Leeds United) menanyakan kepada Martin perihal ketertarikan Leeds merekrut Dennis Irwin. Kebetulan saat itu Fergie juga berada di ruangan maka telepon pun diberikan kepada Fergie. Manajer yang kala itu masih berusia 50 tahun tersebut menolak untuk menjual Irwin. Sebaliknya Fergie menanyakan soal Cantona yang saat itu masih bermain untuk Leeds kepada Fotherby. Tak disangka-sangka, Fotherby menerima ajakan United bernegosiasi. Kurang dari 24 jam Cantona resmi berseragam Setan Merah.

Fergie tahu bahwa kedatangan Cantona akan menimbulkan pro dan kontra. Apalagi berbicara soal temperamennya Cantona. Akan tetapi manajer asal Skotlandia ini sudah pasang badan dengan mengatakan,”Jika Eric Cantona adalah pemain temperamental, tunggu sampai dia melihat betapa temperamennya saya.”

Menurut Rob King dari Association Press, Ferguson diceritakan sangat bahagia ketika berhasil mendatangkan Cantona.  Seperti terlihat kalau keputusannya tidak salah meski si pemain dicap sebagai pemain bengal. Tidak hanya Ferguson, tapi juga Martin Edwards selaku chairman.

“Tidak banyak pemain di Inggris yang membuat nadi kami kencang ketika mendengarnya, tapi Eric masuk dalam kategori itu,” katanya.

Di sisi lain, gejolak terjadi di kubu Leeds. Beberapa suporter kecewa dengan keputusan manajemen yang telah menjual Cantona. Apalagi dijual ke United yang merupakan rival mereka. Meski begitu, Howard Wilkinson, manajer Leeds, beberapa kali berkata kalau apa yang telah mereka lakukan itu semua demi kebaikan Leeds.

Akan tetapi, butuh waktu beberapa hari untuk publik Old Trafford melihat Cantona. Mereka terlambat mendaftarkan si pemain untuk laga melawan Arsenal. Ia pun baru dimainkan saat United bertandang ke Portugal untuk melawan Benfica pada laga perayaan ulang tahun ke-50 legenda mereka, Eusebio.

United sebenarnya punya kesempatan memainkan Cantona ketika bermain melawan Manchester City pada 6 Desember. Akan tetapi, ia hanya memulai laga dari bangku cadangan. Cederanya Ryan Giggs membawa Cantona mendapatkan caps pertama bersama Setan Merah. Ia memainkan peran kecil tapi cukup vital dalam laga yang berakhir 2-1 untuk United.

Cantona dengan cepat menyatu bersama tim. Dua pekan kemudian, ia mendapatkan gol pertamanya saat Setan Merah bermain imbang 1-1 melawan Chelsea. Sejak saat itu, perannya di United benar-benar signifikan.

Cantona sukses membuat sembilan gol sepanjang musim serta membawa Setan Merah meraih tujuh kemenangan beruntun jelang akhir musim yang memastikan mereka menjadi juara liga.

Keberhasilan tersebut memutus dahaga gelar liga yang berlangsung selama 26 tahun. Kritikan kepadanya pun menghilang, Fergie kembali mengungkapkan bahwa dia sudah menemukan kepingan puzzle yang hilang.