Foto: FA

Louis van Gaal sukses menjalankan perannya sebagai manajer Manchester United dengan memberi gelar Piala FA 2015/16. Gelar bergengsi pertama setelah Premier League 2012/13. Sayangnya, manisnya gelar ini terasa hanya sesaat bagi pria Belanda tersebut.

***

Gelar Premier League sepertinya akan selalu jauh dari harapan bagi siapa pun manajer United setelah era Sir Alex Ferguson. Namun tidak dengan gelar lain khususnya ajang piala yang beberapa kali masih bisa diraih United meski juga tidak selalu konsisten.

Piala FA adalah gelar paling realistis yang bisa diraih United ketika memasuki musim ketiga pada era setelah Fergie. Musim itu, United punya peluang untuk mengakhiri puasa gelar 11 musim pada ajang tertua di Inggris tersebut.

Ajang ini bahkan selalu menjadi momok Sir Alex Ferguson ketika masih menjabat. Meski ia punya rekor bagus di Premier League, namun catatan Fergie pada ajang ini masih kalah dari George Ramsay, manajer Aston Villa yang gelar terakhirnya diraih 20 tahun sebelum Ferguson lahir.

Harapan itu kemudian diemban oleh Van Gaal yang sukses membawa United kembali ke final Piala FA sejak 2007.

***

Wembley berpesta pada 21 Mei 2016. Pesta itu bukan milik salah satu tim asal London, Crystal Palace. Pesta itu menjadi milik Manchester United. Kemenangan 2-1 Setan Merah atas The Eagles membuat jumlah gelar Piala FA United menjadi genap 12 piala.

Seluruh pemain berangkulan memeluk satu sama lain setelah Mark Clattenburg meniup peluit akhir. Dari tribun, Sir Alex Ferguson juga terus menunjukkan senyumnya. Sebuah senyum optimis kalau United sepertinya akan baik-baik saja tanpa dirinya.

Jesse Lingard mendapat selamat dari Marcus Rashford yang kemudian diikuti pelukan dari Matteo Darmian dan Morgan Schneiderlin. Keluarga Glazer yang dianggap tidak pernah mau datang ke stadion sepakbola ternyata juga ada di sana untuk menjadi saksi dari hadirnya trofi pertama Piala FA sejak rezim keluarganya mengambil alih kepemilikan.

Louis van Gaal juga tidak ketinggalan. Setelah laga berakhir, ia langsung berpelukan dengan stafnya. Marcos Rojo juga menariknya untuk memberi ucapan selamat. Setelah itu, ia kemudian menghampiri Ryan Giggs, asistennya. Dengan senyumnya, ia membuktikan bahwa dirinya adalah salah satu manajer hebat di dunia yang bisa meraih gelar bergengsi bersama beberapa klub di banyak negara.

Meski begitu, senyum Van Gaal tampak tidak tulus seperti biasanya. Tawa yang ia keluarkan terkesan dipaksakan. Selepas senyum, wajahnya kembali datar. Ia seperti menyimpan sesuatu. Ada hal yang tidak beres sepertinya. Bahkan raut kaku juga terus muncul saat ia angkat piala. Sebuah hal yang cukup aneh mengingat ia baru saja membawa timnya menjadi juara. Meski bukan gelar liga, tapi Piala FA tentu bukan gelar yang kaleng-kaleng.

Segalanya terjawab kurang dari sepekan. Dua hari setelah merayakan gelar tersebut, Louis van Gaal dipecat. Sebuah hal yang mengagetkan sekaligus bisa diprediksi. Mengagetkan  mengingat apa yang baru saja ia raih bersama Setan Merah. Akan tetapi, segalanya bisa diprediksi dari apa yang ia jalani selama musim tersebut.

“Kami baru saja menjuarai Piala FA beberapa menit sebelumnya, namun dia lalu mengucapkan selamat tinggal dan semoga berhasil. Dia lalu membagikan selembar kertas kepada kami masing-masing dengan tanggal kapan kami harus kembali setelah beres liburan.”

“Kami semua tahu kalau apa yang ia lakukan adalah proses wajar, tapi melihat ada desas-desus kalau dia akan dipecat, maka kami tahu bagaimana cerita selanjutnya,” kata Juan Mata yang menggambarkan suasana ruang ganti setelah perayaan tersebut dalam autobiografinya.

Musim itu, United mengawali segalanya dengan mantap. Membeli banyak pemain, kembali masuk fase grup Liga Champions, dan sempat mencicipi dinginnya puncak klasemen Liga Inggris setelah sekian lama. Namun, inkonsistensi tim ketika memasuki November mengubah segalanya. United tersingkir dari Piala Liga, merosot di Premier League, dan puncaknya ketika gagal lolos dari fase grup Liga Champions. Pada fase inilah rumor pemecatan Van Gaal mulai menyeruak.

Saat United menang atas Watford 2-1 pada November, sudah banyak suporter United yang mengeluh soal permainan Van Gaal. Mereka memang jago dalam penguasaan bola, namun tidak klinis di depan gawang. Ketika mereka bisa menguasai rata-rata ball possesion hampir 60%, United hanya bisa membuat 49 gol ke gawang pada musim itu.

Yang lebih parah, United pernah membuat rekor tidak bisa mencetak gol pada babak pertama lebih dari 10 pertandingan secara beruntun. Semua karena ketiadaan striker yang tajam di depan gawang.

Saat itu, United membeli Anthony Martial. Namun, melihat Martial yang selalu memulai permainan dari sayap membuatnya terkesan sebagai winger. Di sisi lain, Van Gaal menjual Van Persie dan Hernandez karena tidak sesuai skema yang ingin ia bangun, sedangkan Rooney sudah menurun.

Bersama Van Gaal, United terlihat jago ketika menghadapi tim besar, namun ketika melawan tim kecil mereka mati kutu. Kekalahan United di era LVG lebih sering datang dari tim yang kualitasnya di bawah mereka. Inilah yang membuat suporter semakin hilang kepercayan kepadanya. 15 hari setelah tersingkir dari Liga Champions, wartawan mulai menyinggung masa depannya yang membuat Van Gaal mulai tidak tahan dengan tekanan lalu keluar dari ruang konferensi pers.

Ketika kalah dari Southampton pada Januari, Van Gaal sebenarnya merasa kalau ia sudah gagal menangani United. Ia pun ingin mengundurkan diri yang kemudian ditahan oleh Ed Woodward. Kepercayaan yang berujung dengan pengkhianatan dari manajemen United itu sendiri.

Yang saya benci adalah Woodward menghubungi penerus saya tapi terus tutup mulut selama enam bulan. Ini membuat saya terus ditanya oleh wartawan soal masa depan. Saya lalu bicara dengan Woodward setelah final dan dia berkata kalau saya akan bertahan satu musim lagi lalu Mourinho akan datang menggantikan saya selama tiga sampai lima tahun. Argumen yang bagi saya tidak cukup bagus,” ujarnya menceritakan pemecatan itu.

Manajemen United tampak seperti orang yang bingung saat itu. Mendukung penuh Van Gaal, tapi mata melirik melihat Mourinho yang statusnya pengangguran dan dianggap masih layak menangani tim besar. Ketika Pep Guardiola diresmikan oleh Manchester City pada Februari, manajemen United seperti gelisah dan takut kalau Van Gaal tidak bisa mengalahkan Pep. Jadilah Mourinho yang dipilih, orang yang bisa membuat Pep bertekuk lutut ketika keduanya bersaing di Spanyol.

Lingkungan kerja yang Toxic membuat Van Gaal seperti bekerja dengan tali gantung yang menempel di leher. Manajemen yang tidak kooperatif, suporter yang mulai kehilangan kepercayaan, lalu diikuti dengan beberapa pemain yang menganggapnya tidak tahu apa-apa soal sepakbola. Lengkap sudah penderitaan sang meneer pada waktu itu meski ia bisa mempersembahkan satu piala penting bagi United.