Foto: Tehran Times

Meneruskan pekerjaan seorang legenda adalah hal yang paling berat. Apalagi jika pekerjaan tersebut adalah menjadi manajer tim sepakbola Manchester United. Setiap kegagalan yang dialami akan selalu diidentikkan dengan keberhasilan para manajer sukses sebelumnya. Frank O’Farrell adalah salah satu nama yang tidak bisa keluar dari bayang-bayang tersebut.

Frank adalah mantan manajer Manchester United yang memiliki target serupa seperti manajer sebelumnya yaitu Wilf McGuinness yaitu mengembalikan kejayaan tim seperti di era Sir Matt Busby. Maklum, setelah menjadi juara Piala Champions pada 1968, United seperti sulit untuk mengulang kembali kejayaan tersebut. Terutama ketika memasuki era 70-an. Setelah Wilf gagal menjadi penerus Busby, Frank adalah orang yang dipercaya mampu untuk mengemban tugas tersebut.

Sayangnya, jalan Frank tidak mudah. Banyak yang menyebut kalau Frank tidak pernah dianggap sebagai manajer United oleh para pemainnya. Hal ini tidak lepas dari masih adanya nama Busby di jajaran direksi klub. Para pemain seperti susah Move on dari Busby karena mereka masih tetap memanggilnya sebagai “bos” meski tidak lagi menemani tim dari pinggir lapangan.

Betapa tidak dianggapnya Frank sebenarnya bisa terlihat dari cara tim ikut campur terkait keputusan yang dia ambil. Pada era kepelatihannya, Best mulai menjadi seorang selebritas layaknya pemain sepakbola. Berkali-kali dia melanggar aturan dengan absen dari latihan. Frank berang dan sempat menghukum Best, akan tetapi Matt Busby dan Louise Edward membatalkan hukuman tersebut tanpa persetujuannya.

Intervensi dari Busby inilah yang kemudian membuat Frank tidak bisa luwes dalam bekerja. Pernah suatu ketika dia mencadangkan Bobby Charlton dalam sebuah pertandingan. Hal ini kemudian dikomentari oleh Busby sebagai sebuah kesalahan. Frank sempat tidak tahan dan marah karena pekerjaannya terus-terusan diganggu.

“Jika dia tidak mau mencadangkan Charlton, kenapa dia tidak melanjutkan pekerjaannya sendiri. Hal ini yang mengganggu dan membuat pekerjaan ini tidak bisa dipertahankan,” ujarnya.

***

Frank sebenarnya bukan target utama manajer yang mengisi kursi manajer United pada 1971. Target utama mereka adalah manajer Celtic, Jock Stein. Dipilihnya Jock sebagai target utama memang tidak lepas dari keberhasilannya membawa Celtic beberapa kali jadi juara Skotlandia dan Piala Champions pada 1967. Ia disebut-sebut sebagai satu dari empat manajer hebat Skotlandia selain Matt Busby, Bill Shankly, dan Alex Ferguson.

Persetujuan verbal sebenarnya sudah dimiliki oleh Setan Merah. Namun di saat-saat akhir dia memilih mengundurkan diri. Inilah yang membuat United harus mencari alternatif dan Frank adalah orang terpilih tersebut. Ia pun mendapat kontrak hingga lima tahun.

Prestasi Frank sebenarnya tidak buruk-buruk amat meski juga tidak oke-oke banget. Bersama Leicester ia sukses membawa Si Rubah ke final Piala FA 1968 dan membawa kembali mereka ke Divisi Satu tiga tahun setelahnya.

Pada awalnya, perjalanan Frank di United sebenarnya berjalan dengan mulus. Mereka hanya kalah dua kali dari 20 pertandingan dan sempat berada di puncak Liga Inggris musim 1971/72. Namun, semuanya berantakan ketika memasuki tahun baru.

Dari 1 Januari hingga 4 Maret 1972, United kalah tujuh kali secara beruntun. Inilah yang membuat posisi tim makin merosot dan harus puas menyelesaikan Liga pada peringkat kedelapan. Tercatat, United hanya menang lima kali pada paruh kedua musim. Jauh jika dibandingkan torehan paruh pertama yang menyentuh angka 14.

Pada awal musim 1972/73 keadaan United tidak kunjung membaik. Hanya mendapat empat poin dari sembilan laga awal dan hanya meraih dua kemenangan hingga bulan Oktober membuat United mendekati zona degradasi alih-alih papan atas.

Ditambah dengan semakin panasnya konflik antara Frank dan George Best membuat perjalanan United musim ini seperti sebuah drama. Frank berani memasukkan nama Best dalam daftar pemain yang akan dijual sebelum kemudian si pemain memilih untuk mengumumkan kalau dia pensiun dari sepakbola.

Habisnya kesabaran manajemen United terjadi pada 19 Desember atau tiga hari setelah United kalah 5-0 dari Crystal Palace. Frank dipecat dengan posisi tim yang berada di urutan tiga terbawah klasemen sementara Liga Inggris. Ia hanya bertahan 18 bulan dan meninggalkan kontrak yang masih tersisa tiga setengah tahun.

Pada 2011, Frank berkata kalau dia tidak mendapat banyak waktu untuk membangun kembali skuad United. Sebuah alasan yang logis mengingat saat itu beberapa pemain bintang United sudah memasuki usia tua khususnya Bobby Charlton dan Denis Law yang memasuki usia 30-an.

“Saya lebih kecewa padanya ketimbang hal lain. Dia memilihku, dia menguraikan apa yang harus saya lakukan dan saya jelas tidak bisa melakukannya hanya dalam 18 bulan.

Mirisnya lagi, uang pesangon yang harusnya diterima Frank tidak langsung dibayar United dengan cepat. Inilah yang membuat relasinya dengan United semakin keruh. Sisa uang yang seharusnya diterima Frank baru dibayarkan sembilan bulan setelah dirinya dipecat.

***

Tulisan ini dibuat untuk mengenang Frank O’Farrell yang meninggal dunia pada 6 Maret 2022 lalu pada usia 94 tahun.