Fabien Barthez hanya bertahan tiga musim di Manchester. Foto: Planet Football

Dalam misi pencarian penjaga gawang baru untuk mengganti Peter Schmeichel, Sir Alex Ferguson sebenarnya sudah mendapatkan pemain yang bisa dikatakan tepat untuk mengisi sektor tersebut. Dia adalah Fabien Barthez yang direkrut oleh Fergie dengan nilai 7,8 juta paun dari AS Monaco.

Dibandingkan nama-nama sebelumnya seperti Raimond van der Gouw, Mark Bosnich, dan Massimo Taibi, Barthez setidaknya jauh lebih baik dari segi perjalanan karier dan pencapaian. Oleh banyak pengamat, dia disebut sebagai kiper terbaik yang pernah dimiliki Prancis. IFFHS pernah menempatkan dalam empat besar kiper terbaik sepanjang masa Prancis.

Selain itu, Barthez juga pemilik gelar Piala Dunia 1998 dan Piala Eropa 2000. Ia adalah pemilik rekor clean sheet terbanyak pada Piala Dunia dengan 10 kali atau sama dengan catatan kiper Inggris, Peter Shilton. Cocok rasanya untuk menjadi kiper terbaru Manchester United kala itu.

“Biasanya penjaga gawang yang menerima pujian untuk rekor itu. Namun aku rasa nirbobol bisa diraih berkat semua pemain di dalam tim. Ada kerja keras di balik itu semua. Saya selalu menekankan itu,” kata Barthez.

Tinggi Barthez sebenarnya hanya 180cm. Sebuah angka yang tidak terlalu tinggi untuk seorang penjaga gawang. Meski begitu, dia memiliki kemampuan membaca permainan dengan baik dan berani untuk memberikan komando kepada pemain belakang yang berada di depannya. Yang lebih penting lagi, dia adalah salah satu kiper yang berani. Dia tidak segan-segan untuk keluar dari sarangnya dan mengeluarkan trik-trik untuk mengecoh pemain depan. Satu yang sering ia lakukan adalah melakukan ‘nutmeg’ yang beberapa kali membuat Old Trafford takjub hingga terkadang membuat Ferguson tersenyum.

“Jangan panggil saya kiper karena itu saja tidak cukup. Saya ingin terlibat dalam permainan sebanyak mungkin. Saya adalah seorang pemain sepakbola,” kata Barthez.

Mantan penjaga gawang Marseille ini bermain tiga musim bersama United dan meraih dua gelar Premier League pada 2000/2001 dan 2002/2003. Ia juga pernah masuk PFA Team of the Season pada 2001. Akan tetapi, nama Barthez tidak benar-benar bisa menjadi legenda di Old Trafford layaknya Peter Schmeichel.

Dia bisa melakukan penyelamatan spektakuler seperti menepis tendangan Dietmar Hamann atau penalti Ian Harte, namun terkadang penampilan heroik Barthez bisa berjalan berdampingan dengan kesalahan-kesalahan yang sebenarnya tidak boleh terjadi untuk ukuran seorang penjaga gawang.

Pada babak keempat Piala FA 2000/2001 menghadapi West Ham United, Paolo Di Canio lolos dari jebakan offside pemain belakang United. Alih-alih sigap, pemain belakang United justru terdiam menunggu bendera asisten wasit yang tidak kunjung diangkat. Apes, Barthez juga menjadi pemain United yang memilih diam sambil mengangkat tangan meminta offside dan berharap Di Canio berhenti. Namun, Di Canio semakin mendekati Barthez dan mencetak gol yang membuat United tersingkir.

“Dia mencoba menghentikanku dan membuat otakku bingung. Tetapi saya sudah main bola selama 15 tahun dan sudah punya pengalaman mengatasi situassi ini. Lebih baik mencetak gol terlebih dahulu baru melihat hakim garis ketimbang penjaga gawang langsung menilai benar atau salah,” kata Di Canio menyindir Barthez. Beruntung, Barthez tidak mendapat hujatan mengingat penampilannya cukup bagus sepanjang musim.

Tekanan baru hadir untuk Barthez pada musim berikutnya. Paruh pertama berjalan buruk. Keberaniannya mengambil risiko dengan keluar dari gawang justru kerap berbuah petaka bagi United. Dua gol Deportivo La Coruna ke gawang United hadir karena kesalahannya. Begitu juga dua kesalahan lain saat melawan Arsenal beberapa pekan kemudian yang membuat tekanan bagi Barthez semakin menumpuk.

Ferguson saat itu sadar kalau cepat atau lambat permainan berani Barthez akan membuatnya melakukan beberapa kesalahan. Namun sang gaffer tetap menjadikannya sebagai kiper nomor satu United. Ketika ia melakukan kesalahan lagi saat melawan Arsenal, disitulah tekanan untuk Fergie hadir dari para penggemar yang menginginkan Barthez tidak lagi menjadi kiper utama mereka.

“Saya tahu kalau kesalahan akan terjadi di sini. Saya sudah membuat kesalahan, dan pasti saya akan membuat kesalahan lagi. Yang harus dilakukan adalah bereaksi terhadap situasi dan berusaha untuk mengatasinya secepat mungkin,” kata Barthez. Pada akhirnya Barthez bisa menyelamatkan reputasinya dengan tampil konsisten pada paruh kedua musim.

Musim ketiga Barthez tidak jauh berbeda dari musim keduanya. Ia bisa tampil fenomenal, namun terkadang ia juga bisa tampil mengecewakan. Gol Ronaldo pada laga leg kedua Liga Champions melawan Real Madrid membuatnya kembali dikritik. Pada momen ini kesabaran Ferguson sudah habis kepada Barthez. Tiga laga terakhir United, dia tidak bermain dan posisinya digantikan oleh Roy Carroll.

Barthez memang memiliki kelebihan. Akan tetapi, ia juga memiliki beberapa kekurangan. Ia kerap disebut sebagai kiper yang kurang berani untuk menjemput bola-bola silang mengingat posturnya yang tidak terlalu tinggi. Inilah yang membuatnya kerap diterpa kritikan.

Kedatangan Tim Howard membuat karier Barthez di United benar-benar berakhir. Tempat sebagai kiper utama lepas dari genggamannya. Pada Oktober 2003, United melepas Barthez ke Marseille dengan status pinjaman. Sayangnya, bursa transfer belum dibuka dan Barthez harus menunggu hingga Januari 2004 untuk bisa kembali ke mantan timnya. Pada 27 April 2004, Marseille mempermanenkan status penjaga gawang yang bermain pada tiga edisi Piala Dunia dan dua edisi Piala Eropa tersebut.

***

Tulisan ini dibuat untuk merayakan hari ulang tahun Fabien Barthez pada 28 Juni lalu. Penjaga gawang kelahiran Lavelanet ini pensiun pada 2007 dengan Nantes menjadi klub terakhirnya. Setelah pensiun, ia sempat beralih profesi menjadi pengemudi mobil Motosport dan sempat mengikuti beberapa kejuaraan.