Foto: Twitter

Jika dilihat dari satu sisi, menjadi pemain sepakbola profesional adalah sebuah impian. Uang melimpah, kekasih yang cantik, publisitas, dan menjadi idola banyak orang. Selain itu, mereka juga punya kesempatan yang tidak banyak pemain bisa dapatkan yaitu membela negara pada sebuah turnamen internasional.

Akan tetapi, sepakbola tidak selamanya seperti itu. Terkadang, mereka juga harus hidup dengan ancaman. Bahkan, tidak jarang ancaman tersebut memengaruhi mental si pemain yang berdampak pada kehidupan pribadinya.

Tanyakan saja hal itu kepada Phil Neville. Salah satu jebolan terbaik yang dimiliki Manchester United, yang pernah mendapat ancaman akibat kesalahan yang tidak bisa diterima oleh pendukungnya.

Phil memang bukan pemain yang buruk. Dia bisa bermain di dua posisi yaitu bek kiri dan gelandang bertahan dengan sama baiknya. Akan tetapi, alasan ia bermain di gelandang bertahan lebih karena ia tidak bisa bersaing di posisi bek kiri. Tidak hanya itu, ia juga hidup di bawah bayang-bayang sang kakak, Gary, yang menjadi pemain pilihan dan kapten tim entah itu bersama United atau dengan tim nasional Inggris.

Ia memang punya banyak momen manis untuk dikenang. Final Liga Champions 1999 adalah salah satunya. Sayang, pada final di Camp Nou tersebut ia tidak bermain satu menit pun. Begitu pula di tim nasional. Dari enam jebolan Class of 92, hanya dia dan Ryan Giggs yang tidak pernah main di Piala Dunia. Giggs mungkin pengecualian karena saat itu Wales bukan negara yang hebat untuk main di pentas internasional. Namun, Phil hanya bisa diam saat rekannya yang lain memperkuat timnas Inggris.

Phil bukannya tidak punya kesempatan. Ia masih dipanggil untuk turnamen Piala Eropa atau lebih akrab disebut Euro. Tercatat, tiga kali namanya ada di dalam skuad yaitu pada 1996, 2000, dan 2004. Namun, kemalangan memang tidak mau lepas dari dirinya.

Ia tidak bermain satu menit pun pada 1996. Wajar mengingat ia saat itu masih 19 tahun. Kesempatan baru dia dapat empat tahun kemudian di Belanda dan Belgia. Saat itu, Phil menjadi pilihan utama Kevin Keegan pada posisi bek kiri. Akan tetapi, tragedi datang pada pertandingan yang menentukan bagi negaranya dengan Phil yang menjadi tersangkanya.

Inggris berada di Grup A bersama Portugal, Jerman, dan Rumania. Grup neraka pada saat itu. Mereka memulainya dengan buruk setelah kalah 2-3 dari Portugal meski telah unggul 2-0 lebih dahulu. Namun, mereka membalasnya dengan mengalahkan Jerman 1-0. Hasil ini membuat Inggris hanya butuh hasil imbang melawan Rumania pada pertandingan terakhir.

Segalanya berjalan sesuai rencana. Inggris unggul 2-1. Namun pada menit ke-48, Dorinel Munteanu menyamakan kedudukan. Skor ini sudah cukup membawa Inggris ke 8 besar. Sebelum akhirnya peluang itu rusak oleh kecerobohan Phil.

Pada menit terakhir, Phil tampak tidak sanggup memberi perlawanan terhadap Viorel Moldovan. Bermanuver dari sisi Phil, Moldovan sukses melewatinya hingga ia bisa masuk ke dalam kotak penalti. Merasa bisa melakukan tekel, Phil melakukannya yang justru membuat kakinya mengenai tulang kering Moldovan. Penalti untuk Rumania.

Setahun sebelumnya, Phil juga membuat kesalahan yang sama pada menit yang sama saat United melawan Arsenal pada semifinal Piala FA. Namun ketika itu, Peter Schmeichel menjadi penyelamat. Sayangnya, pada musim panas 2000 Nigel Martyn tidak bisa menjadi penolong Phil layaknya Schmeichel.

Hasilnya bisa ditebak. Penalti masuk. Inggris kalah dan mereka tidak lolos. Kelanjutannya juga bisa ditebak. Kambing hitam dicari dan tidak ada orang yang tepat pada saat itu selain Phil yang menjadi otak dibalik terjadinya penalti.

Phil merasakan apa yang dirasakan Beckham dua tahun sebelumnya di Piala Dunia. Hujatan, cibiran, dan kata kasar mau tidak mau harus ia terima. Yang paling parah sudah pasti segala teror dan ancaman yang tidak hanya ia terima melainkan juga keluarganya.

“Istri saya pulang kerja suatu hari dan melihat gerbang rumah kami terbakar dengan bendera Inggris di atasnya. Lalu, saat saya makan malam romantis dengannya, ia minta izin ke toilet. Namun, ia kembali ke meja setelah ada seseorang yang mengancam akan mematikan lampunya. Karena itu, kami pun langsung pulang,” kata Phil.

Sekitar enam bulan Phil harus menanggung beban itu. Beberapa kali penggemar Inggris memaki di depan rumahnya. Bahkan saat ia sedang menjalani pra-musim bersama Setan Merah, beberapa suporter United yang masih belum bisa menerima kekalahan negaranya, masih membantainya.

“Momen itu adalah momen yang sulit. Tidak hanya untuk saya tetapi untuk ibu, ayah, istri, hingga anak-anak saya. Penderitaan mereka lebih besar dari saya. Saat paling sulit ketika saya harus menerima segala pelecehan itu,” tuturnya menambahkan.

Beruntung, Phil masih punya Sir Alex Ferguson. Sehari setelah kejadian itu, Fergie langsung meneleponnya untuk meminta Phil langsung kembali ke Manchester United dan berjanji akan melindunginya.

Phil punya sifat yang berkebalikan dengan Gary. Jika Gary adalah orang yang blak-blakan, maka Phil jauh lebih pendiam. Untuk soal pelecehan yang ia terima setelah Euro 2000, ia berusaha untuk berpikiran positif dan menyebut kalau itu semua adalah bentuk gairah suporter Inggris di turnamen besar. Meski begitu, ia berharap untuk para suporter agar tidak lagi mencari kambing hitam jika Inggris mengalami kegagalan pada turnamen internasional.