Foto: Twitter

Asisten pelatih baru Manchester United, Mitchell van der Gaag, terlihat sedang menulis catatan saat United bermain melawan Crystal Palace pada hari terakhir liga. Pria asal Belanda itu duduk bersama Erik ten Hag, Steve McClaren, John Murtough dan Richard Arnold pada laga yang berakhir kekalahan 1-0 itu.

Waktu itu penunjukan Van der Gaag dan McClaren memang belum diumumkan. Tapi kehadiran mereka di Selhurst bersama Ten Hag adalah sepercik cahaya. Meskipun Van der Gaag terlihat sedang berbagi lelucon dengan McClaren ketika berada di Selhurst Park. Namun kedua asisten itu langsung tidak tertawa lagi setelah laga berakhir. Kemungkinan besar, mereka sepertinya baru sadar kalau sebuah tantangan ada di depan mereka.

McClaren sendiri sebenarnya pernah bekerja di bawah Sir Alex Ferguson selama dua tahun. Tepatnya antara tahun 1999 dan 2001. Jadi sepertinya ia tidak perlu waktu lama untuk menyesuaikan diri. Reaksi terhadap kembalinya McClaren ini sangat beragam, tetapi sepertinya banyak yang menila kalau keputusan klub sedikit pragmatis.

Namun selain McClaren, Ten Hag juga meminta Van der Gaag untuk bergabung dengannya di Manchester United. Uniknya, ajakan ini diiringi dengan sebuah alasan yang bagus. Van der Gaag sendiri menghabiskan musim lalu dengan bekerja sebagai asisten Ten Hag di Ajax. Di mana mereka berdua berhasil memenangkan gelar Eredivisie di akhir musim.

Karir kepelatihan Van der Gaag dimulai di Portugal bersama Maritimo dan Belenenses. Ia memimpin kedua klub ini kembali ke Liga Primeira dengan memenangkan Liga Segunda. Ia kemudian kembali ke Belanda pada tahun 2015, di mana ia bekerja sebagai pelatih di FC Eindhoven. Setelah satu tahun bersama Eindhoven, Van der Gaag menghabiskan dua musim dengan Excelsior dan NAC sebelum bergabung dengan Ajax pada 2019.

Pria berusia 50 tahun itu menghabiskan dua musim pertama untuk melatih tim cadangan Ajax. Sebelum kemudian bergabung dengan tim utama, dan saat itulah hubungannya dengan Ten Hag berkembang. Sejak saat itu pula, Ten Hag dan Van der Gaag menjalin kerja sama yang sangat baik dalam mengelola pemain.

Tipikal Ten Hag yang tertutup dari media bukanlah tipikal yang terlihat di mata Van der Gaag. Dan terbukti, tipikal tertutup itu tidak tampak ketika mereka berdua menari bersama para pemain Ajax setelah memenangkan gelar Eredivisie. Pendekatan kedua sosok ini dalam mengelola pemain jelas sudah berhasil di Ajax. Dan itu akan mereka lakukan lagi di United. Ruang ganti klub yang sebelumnya dirumorkan “retak” pasti kembali mereka “rekatkan” di musim depan.

Ten Hag, Van der Gaag dan McClaren, sekali lagi, adalah sepercik cahaya yang menyinari Manchester United. Mereka bertiga punya persiapan yang matang untuk membenahi kondisi ruang ganti tim sebelum musim baru. Khususnya Van der Gaag, ia adalah orang yang punya pendekatan khusus yang kabarnya sangat dibutuhkan United dalam masalah pengelolaan pemain.

“Saya dulu pernah berdiskusi dengan seluruh tim untuk menyelesaikan masalah ruang ganti, tetapi saya perhatikan bahwa saya semakin menjauh dari itu. Saya kemudian mengubah percakapan menjadi individu. Itu memang membutuhkan lebih banyak waktu dan energi. Tapi saya merasa bahwa saya dapat menjangkau pemain saya dengan lebih baik memalui cara itu,” tutur Van der Gaag kepada Voetbal International.

“Saya duduk bersama para pemain setiap minggu, dan saya menyuruhnya melihat rekaman dirinya. Dengan cara ini, saya bisa menuntut lebih banyak dan mereka juga mendapat tanggung jawab lebih. Para pemain bisa bersembunyi di balik tim. Tapi mereka tidak bisa sembunyi dari Anda. Jika Anda tidak mendekatinya, maka Anda harus melakukannya.”

Sementara itu, para pemain Manchester United terbukti banyak “bersembunyi” (menutup diri) di musim lalu. Maka situasi seperti itu kemungkinan besar akan berubah. Apalagi Van der Gaag telah memperingatkan kalau para pemain tidak akan bisa bersembunyi lagi di balik tim. Karena Van der Gaag akan segera menemukannya.

Pendekatan individu asisten Ten Hag satu ini jelas bakal memicu peningkatan dari seorang pemain yang tidak atau kurang percaya diri. Staf ruang belakang Ralf Rangnick pernah berusaha melakukan hal yang sama. Tetapi mereka tidak berhasil memaksimalkannya karena gagal membaca situasi yang sedang mereka hadapi.