Foto: We all Follow United

Kontrak Donny van de Beek masih cukup panjang. Akan tetapi, karier si pemain tampaknya berada jauh dari harapan. Lantas, apakah dia harus pergi atau bertahan?

Perasaan senang sekaligus sedih menyatu ketika Ajax melepas Van de Beek (VDB) ke Manchester United pada 2020 lalu. Surat terbuka dari Edwin Van der Sar menyiratkan itu semua. Ia senang karena VDB bermain di klub yang pernah ia perkuat, namun sedih karena harus kehilangan pemain yang sukses mereka asah menjadi pemain muda berkualitas.

“Seperti Anda (suporter United), kami bangga menjadi salah satu yang terbaik dalam mengembangkat bakat dan memberi kesempatan kepada pemain muda di level tertinggi. Bisa dibilang, bintang baru kalian ini adalah perwujudan dari kebanggaan itu.”

“Itulah salah satu dari banyak alasan kami tidak suka melihatnya pergi, tapi kami mengerti sudah waktunya dia pindah. Untuk bermimpi,” kata Van der Sar.

Sang legenda kemungkinan besar akan semakin sedih melihat nasib mantan pemainnya satu setengah tahun setelah surat itu ditulis. Alih-alih menjadi pemain penting, si pemain seperti terus mendapat harapan palsu dari klubnya.

Ketika sukses mendapatkan tanda tangan si pemain, Ole Gunnar Solskjaer memuji betul bagaimana cara bermain pemain Belanda ini di atas lapangan.

Menurut Ole, Van de Beek bisa menjadi pemain penting di lini tengah United karena dia memiliki kemampuan membaca permainan yang baik sekaligus pergerakannya dalam mencari ruang.

Pemain kelahiran Amersfoort ini langsung membuktikan ucapan Ole tersebut. Pada debutnya di Premier League, Van de Beek mencetak satu-satunya gol ketika United kalah 1-3 dari Crystal Palace. Ia menunjukkan penempatan posisi dan reaksi yang bagus ketika membaca bola yang memantul dari tubuh lawan.

Namun, apa yang dilakukan Van de Beek tak membuat Ole terkesima. Sosok berusia 24 tahun itu tetap tidak mendapat menit main yang cukup dalam skemanya. VDB hanya menjadi serep atau bahkan sama sekali tidak mendapat kesempatan meski sisi menyerangnya sangat dibutuhkan ketika tim mengalami kebuntuan.

Seiring kesempatan main yang tergerus, rumor kepindahan Van de Beek terus bermunculan. Ada yang menyebut kalau Juventus dan Barcelona tertarik memboyongnya. Kabar lain juga menyebut kalau Everton menginginkan si pemain untuk menjadi bagian dari proyek yang dibangun oleh Rafael Benitez.

Dengan usia yang masih tergolong muda, Van de Beek jelas butuh kesebelasan yang bisa memberinya kesempatan main lebih banyak. Pertaruhannya cukup besar yaitu tempat di tim nasional dan Van Gaal sudah memberitahunya pada pertengahan 2021 lalu.

“Saya sudah bilang kepada Donny kalau dia sudah saatnya untuk mendapat menit bermain secara teratur,” kata Van Gaal.

Di bawah arahan Ole, Van de Beek memang tidak mendapat banyak kebebasan untuk mengekspresikan diri. Ia hanya bermain selama 1.456 menit di semua kompetisi. Angka seribu menit ini ia dapatkan hanya dari satu kompetisi saja pada musim 2019/2020.

Ketika Rangnick mengambil alih kursi kepelatihan, situasi juga tidak kunjung membaik. Ia baru bermain 12 kali, hanya mengumpulkan 67 menit di liga, dan hanya berdiam diri di bangku cadangan dalam tiga pertandingan terakhir di kompetisi Premier League.

Menurut Van der Sar, Van de Beek adalah pemain yang fungsional yang berarti ia bisa bekerja dengan baik apabila ia bermain dalam sebuah sistem yang pas. Masalahnya, sistem ini yang tidak atau belum ia temui di Manchester.

Pada formasi 4-2-3-1 milik Ole Gunnar Solskjaer, peran Van de Beek bisa dimaksimalkan dengan memainkannya di belakang striker. Yang menjadi masalah, style main Van de Beek jelas berbeda karena dia bukan kreator serangan seperti Bruno.

Ia berperan sebagai ball retention di lini depan sekaligus berbagi peran dengan striker tunggal. Di Ajax, ia memainkan peran ini bergantian dengan Dusan Tadic. Saat Tadic mundur, maka Van de Beek akan mengeksploitasi ruang tersebut. Inilah yang membuatnya bisa menjadi sumber gol dari lini kedua.

Di United, segalanya berbeda. Ole akan mengandalkan target man dalam diri Cavani dan Cristiano Ronaldo yang jarang untuk turun ke belakang. Ketika deadlock atau bahkan saat Bruno under perform, ia akan memainkan pemain yang memiliki skill individu dalam hal dribel seperti Greenwood, Martial, Sancho, dan Rashford.

Hal yang sama juga terjadi pada era Rangnick. Formasi 4-2-2-2 yang ia miliki sama sekali tidak mengakomodasi peran Van de Beek di atas lapangan. Rangnick menekankan serangan melalui dua winger yang melebar dengan dua striker yang merusak pertahanan lawan. Di sisi lain, dua gelandang diminta untuk memperkuat pertahanan ketika lawan melakukan counter attack dan sesekali maju ke depan untuk menambah daya serang.

***

Bagi Van de Beek, pilihannya cuma ada dua. Apabila ia menginginkan bermain di klub besar, maka tinggal di United akan jadi opsi lebih baik. Namun, dengan peluang menjadi cadangan lebih besar, maka pindah ke klub lain bisa menjadi jawaban untuk menyelamatkan kariernya.

Ralf Rangnick boleh saja terang-terangan menyebut Van de Beek akan sangat berguna bagi United. Akan tetapi, si pemain tentu saja tidak akan percaya dengan mudah ucapan sang juru racik.

Dalam berita yang beredar beberapa waktu terakhir, Van de Beek dikabarkan tidak mau tertipu lagi dengan ucapan manis sang manajer dan tengah mengintip kesempatan hengkang Januari ini.