Akhir Desember 2018 lalu, Bright Side merilis 7 pekerjaan paling sulit yang pernah di dunia. Dari daftar tersebut terdapat beberapa pekerjaan seperti penambang belerang, pembersih saluran pembuangan, hingga pembersih tempat kejadian perkara (TKP). Jika saya bisa menambah satu lagi pekerjaan dalam daftar tersebut, maka saya akan menambahkan menjadi manajer Manchester United.
Menjadi manajer Manchester United tidak hanya sulit, tapi juga bisa berpengaruh terhadap karier Anda ke depannya. Jika tidak percaya, coba tengok ada di mana sekarang David Moyes, Louis van Gaal, dan Jose Mourinho, selepas memegang klub ini. Kecuali Van Gaal yang pensiun, dua nama lainnya masih kesulitan memiliki tim baru dan sementara alih profesi sebagai pundit.
Ole Gunnar Solskjaer kini terancam mengikuti jejak tiga manajer sebelumnya yang harus menyelesaikan karier sebelum kontraknya berakhir. Kekalahan melawan West Ham United membuat beberapa penggemar mulai tidak percaya dengan kapasitas dia sebagai manajer. Hal ini membuat Rio Ferdinand sampai adu argumen dengan segelintir penggemar.
Situasi menjadi tambah runyam ketika Jose Mourinho dan Roy Keane memberikan komentar-komentar pedas terhadap kekalahan tersebut. Mou mengaku kalau dia memang pantas dipecat, namun ia meneruskan komentarnya dengan menyebut kalau tim ini tidak ada perubahan apa pun meski dirinya sudah tidak ada lagi di sana. Sementara Keane berujar kalau tim ini sudah masuk dalam fase mengerikan.
“Seperti kebanyakan manajer pada umumnya, ia akan selalu berada pada garis paling depan dan membela timnya. Namun pada akhirnya, yang paling menentukan dari segalanya adalah hasil pertandingan,” tuturnya saat itu.
Benar apa yang dikatakan Keane. Setegar-tegarnya atau bahkan sehebat-hebatnya seorang manajer, ia akan mendapat sorotan tajam jika hasil di atas lapangan tidak sesuai dengan keinginan manajemen atau bahkan penggemarnya. Apesnya, Solskjaer sedang berada pada posisi itu.
Enam laga Premier League diakhiri oleh United dengan catatan sama rata yaitu dua menang, dua seri, dan dua kalah. Namun jika digabungkan dengan catatan per Maret 2019, maka United akan menghasilkan lebih banyak kekalahan. Ironisnya, United kerap hilang poin melawan tim-tim yang secara kualitas jauh di bawah mereka.
Belum lagi soal taktikalnya yang dianggap tanpa ide. Atau idealismenya ketika ia dengan lancar melepas pemain-pemain yang sebenarnya masih bisa diandalkan. Ia memilih fokus di lini belakang pada bursa transfer, namun seperti melupakan kalau sepakbola juga melibatkan lini tengah dan lini depan.
Ia dianggap menyelesaikan masalah dengan menambah masalah lain. Lini belakang solid namun lini depan kurang tajam. Atas dasar ini yang membuat kapasitasnya sebagai juru racik Setan Merah mulai diragukan. Ironis memang karena dalam 17 laga sebelumnya ia mendapat sambutan meriah.
Penggemar pun dihadapkan dengan situasi dilematis. Mereka diminta untuk memilih satu diantara dua pilihan. Bertahan bersama Solskjaer dengan risiko menjalani sisa musim dengan penuh ketidak pastian akan hasil akhir dan konsistensi yang masih menjadi pertanyaan, atau tetap mempertahankan pemikiran mereka untuk tidak percaya kepada kapabilitas taktik Solskjaer. Kita tidak bisa mengelak kalau hasil akhir belum sesuai dengan keinginan mereka. Lagipula, siapa yang mau melihat tim kesayangannya kalah atau bermain tanpa ide di setiap pertandingan, bukan?
Jurnalis senior, Andy Mitten, pernah berujar kalau target jangka panjang hanya akan bisa dilihat dari apa yang diraih pada jangka pendek. Selagi dalam jangka pendek, United tidak menunjukkan adanya peningkatan, maka prestasi jangka panjang juga kemungkinan sulit untuk dicapai.
“Solskjaer punya tujuan membangun skuad jangka panjang. Penggemar suka akan hal itu. Namun jangka panjang akan berhasil tergantung apa yang diraih pada jangka pendek. Tidak mendapat gelar atau menderita beberapa kekalahan akan ia dapatkan, namun tidak juga dengan selalu membawa tim ini finis pada posisi enam,” tuturnya.
Saya pernah menulis kalau Solskjaer harus berhati-hati karena manajemen bisa saja mencopot jabatannya sewaktu-waktu. Level kekejaman manajemen United nampak tidak jauh beda dengan ibu tiri. Jika Van Gaal dan Mourinho saja bisa dicopot meski sudah memberikan gelar, maka tidak tertutup kemungkinan hal serupa bisa dirasakan Solskjaer.
Dalam rilis resmi klub yang dilansir beberapa media, tidak terdapat poin yang mengatakan kalau mereka mendukung manajer untuk tetap memegang kendali United. Hal ini menimbulkan kesan kalau Solskjaer belum 100 persen aman dari ancaman pemecatan meski sebelunya ia mengaku mendapat dukungan dari Woodward dan keluarga Glazer.
Manajemen United sebenarnya patut atau harus dimintai pertanggung jawaban atas hasil yang diraih tim ini dalam enam tahun terakhir. Tidak sedikit yang menyebut kalau memecat pelatih tanpa mengubah struktur manajemen hanya akan menjadi sia-sia karena faktor utama kejatuhan tim adalah keluarga Glazer dan Ed Woodward.
Dalam rilis resmi tersebut, mereka juga mengungkapkan kalau memberikan kebebasan memilih pemain yang diinginkan. Namun manajer hanya sebatas memilih karena tugas negosiasi akan dijalankan oleh orang-orang yang tidak kapabel dalam mengurusnya sehingga bukan tidak mungkin mereka mendapat pemain-pemain yang sebenarnya tidak dibutuhkan.
Mereka yang muak sebenarnya sudah mencoba untuk menyerang manajemen dengan aksi di media sosial atau demo di depan Old Trafford. Namun keduanya tidak berjalan sukses. Bahkan aksi demo yang dilakukan Juni lalu hanya mendatangkan kurang dari 50 orang yang membuat mereka terlihat seperti kerumunan orang-orang konyol.
***
Bulan Oktober akan menjadi pembuktian bagi Solskjaer demi bisa mempertahankan keinginannya menjadi penerus Sir Alex Ferguson. Namun tugasnya tidak ringan. Arsenal, Newcastle United, Liverpool, Norwich, serta dua laga Eropa melawan AZ dan Partizan menanti. Terpeleset sedikit maka sorotan akan kembali mengarah kepadanya.
Terlebih lagi ketika mereka gagal menang melawan Arsenal dan Liverpool, tidak tertutup kemungkinan kalau kariernya akan berakhir lebih cepat. Seperti yang saya bilang sebelumnya, kita bisa mengatakan manajemen MU bobrok, ED gak ngerti bola, atau Glazer cuma cari untung. Namun apa hendak dikata, kalau merekalah yang punya kuasa apakah karier Solskjaer harus lanjut atau tamat.
Sementara fans dan Solskjaer hanya bisa pasrah.