Meski baru berjalan tiga pekan, namun Ole Gunnar Solskjaer sudah mendapatkan tekanan dari beberapa penggemar United. Hal ini tidak lepas dari kekalahan mereka melawan Crystal Palace pekan lalu yang justru terjadi di kandang mereka sendiri, Old Trafford.
Jika melihat posisi sekarang, United sebenarnya berada dalam jalur yang positif. Premier League baru memainkan tiga pertandingan dan masih menyisakan 35 laga lagi untuk dimainkan. Masih ada 105 poin yang bisa dikeruk hingga kompetisi berakhir pada bulan Mei mendatang.
Meski begitu, catatan United akan menjadi mengenaskan jika menghitung laga sejak Ole Gunnar Solskjaer dipermanenkan. Dalam tempo waktu tersebut, United hanya meraih tiga kemenangan saja dari 15 pertandingan terakhir mereka. Sembilan diantaranya berakhir dengan kekalahan termasuk pertandingan melawan Palace kemarin. Hal ini membuat beberapa penggemar merasa kalau Solskjaer bukan sosok yang tepat bagi misi United yang ingin mengembalikan kejayaan mereka.
“Kami tidak bisa melupakan musim lalu. Hanya satu clean sheet dari 14 pertandingan, tiga kemenangan dari 15 pertandingan dan sembilan kali kalah. Solskjaer harus dipecat atas hasil ini. Bagaimana bisa tim ini hanya memenangkan tiga gim saja dari 15 dengan dua diantaranya kemenangan beruntung melawan Watford dan West Ham. Bagaimana mungkin manajer United mempunyai statistik semacam itu? Itu tidak cukup baik,” tutur salah satu penggemar United seperti dilansir dari TalkSPORT.
Masalah taktik menjadi alasan yang kerap dikeluarkan untuk mengeluhkan kondisi United sekarang. Meski bermain jauh lebih baik ketimbang saat masih dipegang Jose Mourinho, namun para penggawa Setan Merah kerap kesulitan untuk menyelesaikan serangan menjadi sebuah peluang berbahaya. Dua laga terakhir, United hanya membuat lima tembakan tepat sasaran. Bahkan ketika melawan Palace, mereka hanya mendapat tiga peluang saja yang mengarah ke gawang dengan 19 tendangan lainnya terbuang sia-sia.
Bahkan tidak jarang United terhambat dari sisi kreativitas. Dimainkannya Pogba terlalu ke dalam membuat akses bola dari lini kedua ke lini depan kerap menemui hambatan. Belum lagi jika melihat United yang masih kesulitan mengatasi kesebelasan-kesebelasan yang bermain dengan menggunakan blok rendah.
Permasalahan taktik adalah sebagian kecil dari belum padunya permainan Manchester United selain beberapa hal lain seperti pemilihan pemain yang pantas menjadi starter, dan soal eksekutor bola-bola mati yang kerap tidak bisa menjadi sumber gol alternatif.
Solskjaer sendiri paham dengan tekanan yang ia rasakan sebagai manajer Manchester United. Namun menurut mantan manajer Molde ini, tekanan yang ia rasakan tidak membuatnya cemas. Satu hingga dua hasil buruk tidak membuatnya kelabakan dan tetap yakin kalau tim ini masih akan mendapatkan hasil positif kedepannya.
“Saya paham ekspektasi klub ini. Ada banyak tekanan yang menerpa klub ini. Namun itu tidak membuat saya cemas. Kami tahu intensi dan standar kami di Manchester United. Para pemain juga tahu. Saya tidak akan pernah puas sehingga satu sampai dua hasil buruk tidak akan membuat kami kalang kabut. Jika Anda ingin bertahan lama di klub seperti Manchester United, Anda harus kuat melawan tekanannya. Kami akan bekerja keras supaya kami bisa mendapatkan hasil,” tuturnya.
Jangka Panjang Ditentukan Jangka Pendek
Pria berusia 46 tahun ini beberapa kali menegaskan kalau target utama timnya adalah jangka panjang. Oleh karena itu, ia mempersiapkan tim ini dengan kekuatan para pemain muda agar kedepannya para pemain muda ini bisa menjadi simbol kejayaan anyar MU untuk kembali menjadi kesebelasan yang disegani di Inggris dan Eropa.
Hal itu sudah ia lakukan. Dalam tiga pertandingan musim ini, David de Gea adalah pemain tertua yang dimainkan sebagai starter. Jika hanya menghitung pemain non kiper, maka Jesse Lingard (27 tahun) adalah pemain tertua. Beberapa pemain yang mencuat musim ini seperti Daniel James dan Aaron Wan-Bissaka juga baru berusia 21 tahun.
“United tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti sebelumnya. Jika Ole mendapatkan waktu dan masih berada di sana dalam 4-5 bursa transfer (2-3 musim), maka saya percaya tim ini bisa menjadi kesebelasan yang jauh lebih ideal dibanding Liverpool dan City.”
“Saat periode transisi, hasil seperti laga melawan Palace akan sering didapat. Mereka hanya perlu bersabar dan tetap menjalankan ide baru mereka di sana. Pergantian ide lainnya akan membuat mereka memulai segalanya dari awal lagi,” kata Gary Neville.
Apa yang diucapkan Gary memang benar. Transisi membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Ada kesebelasan yang kembali ditakuti setelah terpuruk cukup lama (Liverpool), namun ada juga kesebelasan yang tidak membutuhkan waktu lama untuk kembali disegani (Manchester City).
Sepanjang sejarahnya, United dikenal sebagai kesebelasan yang cukup lama untuk mengembalikan kejayaan mereka. Hal ini terlihat dari fakta kalau hanya tiga manajer saja yang bisa menjadi juara liga yaitu Ernest Magnall, Sir Matt Busby, dan Sir Alex Ferguson. Dalam rentang waktu tersebut, United menjalani jatuh bangunnya sebagai sebuah kesebelasan. Bahkan mereka sempat terdegradasi ke divisi satu pada musim 1973/74.
Transisi memang wajar dialami dalam sebuah olahraga. Namun kita juga tidak bisa menutup mata kalau kehidupan sepakbola sekarang jelas berbeda dibanding era Magnall, Busby, hingga Fergie. Sepakbola saat ini menuntut segalanya harus bisa beradaptasi dengan cepat. Pemain dituntut harus nyetel dengan tim barunya. Begitu juga dengan manajer yang dituntut untuk bisa memberikan prestasi secepat mungkin.
Sah-sah saja untuk menargetkan kesuksesan jangka panjang. Namun menurut penulis buku-buku best seller United, Andy Mitten, kesuksesan jangka panjang ditentukan dengan apa yang diraih dalam jangka pendek. Gelar mungkin tidak akan berdatangan, namun setidaknya United bisa finis di papan atas liga secara konsisten.
“Solskjaer mungkin membangun tim untuk jangka panjang dan penggemar akan mendukungnya. Namun, keberhasilan jangka panjang tergantung dengan apa yang diraih pada jangka pendek. Dia mungkin akan keluar dari persaingan gelar dan kekalahan akan lebih banyak didapatkan, namun tidak juga dengan harus finis pada posisi keenam,” tuturnya.
Mitten mungkin berbicara soal Liverpool. Sejak Jurgen Klopp masuk, mereka memang tidak memenangi apa pun selama tiga musim. Meski begitu, Klopp mampu membuat Liverpool menunjukkan permainan yang meningkat dari segi taktik yang diiringi dengan peningkatan posisi di klasemen liga.
Pada musim pertama, mereka hanya finis pada urutan kedelapan, namun Liverpool sukses melaju hingga final di dua ajang yaitu Piala Liga dan Europa League. Selain itu, Klopp mampu membuat timnya cepat beradaptasi dengan taktiknya. Si Merah tampil menghibur dan beberapa kali meraih kemenangan telak termasuk mengalahkan City 1-4 di Etihad.
Torehan itu yang kemudian menjadi modal Klopp untuk menyempurnakan timnya. Mereka kemudian sukses finis di empat besar pada musim kedua, melaju hingga final Liga Champions pada musim ketiga, sebelum mereka memenanginya pada musim keempat.
Para penggemar United mungkin sedang mengharapkan timnya menjalani transisi seperti yang dialami rivalnya tersebut. Tidak juara untuk jangka waktu tertentu namun bisa meraih gelar atau minimal melaju ke final piala domestik atau konsisten finis di empat besar. Hal itu mungkin bisa diterima ketimbang United mengakhiri kompetisi di luar 6 besar misalnya.