Foto: Daily Mail

Narasi kalau Paul Pogba ingin pindah sebenarnya sudah berulang kali muncul sejak musim panas lalu. Yang berbeda hanya intrik dan tokoh-tokohnya saja yang terlibat. Mino Raiola, Ole Gunnar Solskjaer, dan Paul Pogba sendiri, bergantian menjadi main character dalam kisah bak telenovela tersebut. Ada yang berperan sebagai protagonis, antagonis, dan pemeran pembantu.

Kita semua sudah tahu kisahnya bermula dari mana. Pada musim panas 2019 lalu, Paul Pogba, dengan santai dan tidak sedang dipengaruhi obat-obatan terlarang, menyebut kalau dia butuh tantangan baru. Sebuah sinyal yang memantik api kemarahan dari para penggemar United yang sedari awal memang tidak suka dengannya.

Pogba sudah memberikan sinyal kalau Setan Merah tidak ada gregetnya sama sekali. Statistik dominan pada musim terakhirnya dirasa sudah cukup dan dia merasa masih bisa berkembang. Akan tetapi, tantangan yang dicari tidak kunjung datang sehingga ia harus tetap berbaju merah hingga Mei 2020 nanti.

Namun, tidak mudah untuk merealisasikan itu. Beberapa pertimbangan menjadi penghalang. Manajemen United sempat ketakutan kalau mereka akan kehilangan icon yang bisa mendatangkan sponsor besar macam Pogba. Sedangkan beberapa kesebelasan masih keberatan dengan harga jual dan permintaan gaji si pemain. Apalagi dia dipegang oleh Mino Raiola, agen super yang berusaha dijauhi oleh tim-tim elite Eropa.

United sendiri masih berusaha untuk mempertahankan Pogba. Ole Gunnar Solskjaer masih bermimpi untuk melatih United dengan Pogba menjadi jenderal di lini tengah. Bahkan demi ia bisa bertahan, Ole menjual dirinya dengan siap memberikan ban kapten kepada si gelandang. Ada rasa sungkan karena hati si pemain sudah tidak bisa ditahan untuk pergi. Ole sendiri sebenarnya sudah punya Fred dan trio Bruno Fernandes, Andreas Pereira, dan Jesse Lingard yang bisa mengisi peran Pogba. Namun itu semua dirasa belum cukup. Wajar memang karena musim lalu, Pogba adalah pemain terbaik United jika berkaca statistik.

Si pemain sendiri sampai sekarang masih menjalani pemulihan karena cedera. Dalam akun Instagramnya, Pogba menulis ‘perlahan tetapi pasti’ Sebuah caption yang bisa memiliki dua arti yaitu Pogba masih berhasrat kembali ke lapangan bersama United atau Pogba siap menyambut musim depan bersama klub baru.

Oleh para penggemar, Pogba tampak sudah tidak lagi dirindukan bahkan diharapkan untuk meninggalkan United secepat mungkin. Semua demi kemaslahatan ruang ganti United sendiri yang sedang kosong karena kekurangan pemimpin dan diisi oleh pemain dengan ego tinggi seperti Pogba. Bahkan menurut Manchester Evening News, Pogba sudah berani berkata kepada rekan setimnya kalau dia memang ingin pindah. Sebuah bumbu yang kembali mengacaukan ruang ganti klub karena sosok Pogba.

Merindukan Zlatan Ibrahimovic

Pogba bukannya tidak bisa diatur dalam ruang ganti United. Sayangnya, tidak ada yang bisa mengatur ego si pemain bahkan manajernya sendiri. Dulu, United punya sosok pemimpin tangguh yang bisa membuat Pogba tunduk dan menginjak kakinya lagi ke bumi dalam diri Zlatan Ibrahimovic.

Keduanya menjalin hubungan dekat selama di Carrington. Bahkan pada beberapa momen mereka selalu berdekatan. Arogansi Ibra membuat ego Pogba sedikit mengendur. Samuel Luckhurst, jurnalis MEN, menceritakan bagaimana pria Swedia tersebut mampu membuat Pogba berpikir kalau kepentingan tim adalah yang paling utama.

“Paul pernah masuk ruang ganti Carrington dengan pakaian mewah yang menarik perhatian. Ketika dia mendekati lokernya, suara marah datang dari belakang: “Hei, menurutmu apa ini? Sirkus? Ini bukan sirkus, ini Manchester United,” tuturnya.

“Sayangnya, setelah Ibra pergi ke LA Galaxy, Pogba kembali menggunakan pakaian dari desainer. Orang dalam United menyebut Pogba sebagai ‘badut’ tapi pakaian itu menarik perhatian rekan setim lainnya. Jesse Lingard mendekati Pogba dan kagum. Dia bertanya di mana mendapatkannya, namun Pogba bilang ‘kamu tidak bisa mendapatkan ini, baju ini hanya dibuat untuk saya’ kata Pogba.”

Menurut Samuel, Pogba harus berada di tim yang isinya banyak sosok pemimpin atau pemain-pemain bintang dengan kualitas yang setara. Hanya dengan cara ini yang bisa menyadarkan kalau ada yang jauh lebih hebat dari pada dirinya. Sayangnya, hal itu tidak dimiliki oleh Manchester United.

“Sumber yang pernah bekerja pada Pogba mengungkapkan kalau dia lebih baik di tim yang bisa membuatnya tidak menjadi siapa-siapa. Di Juventus misalnya, dia punya Buffon, Chiellini, Bonucci, Pirlo, Vidal dan lain-lain. Di Prancis, ada Kylian Mbappe, Griezmann, Varane, dan N’golo Kante. Di United pemain seperti itu, pemain yang bisa jadi pemimpin dan bakat kelas dunia, tidak banyak dimiliki,” tuturnya.

Sosok Ibra memang begitu ampuh meredam ego seorang Pogba. Dalam sebuah wawancara bersama Thierry Henry, Pogba menceritakan kepada Thierry Henry bagaimana Ibra selalu berkomentar tentang apa yang dilakukan Pogba terutama soal penampilan atau bahkan tingkah lakunya di media sosial, dan hebatnya Pogba tidak merasa tersinggung dengan sikap Ibra.

“Ibra suka bercanda. Setiap saya melihatnya, dia akan selalu berkata apa pun tentang saya. Entah itu sepatu saya, rambut saya, dan cara berbicaranya Anda tahu? ‘Zlatan Ibrahimovic. Saya Zlatan,” ucap Pogba yang disambut tawa Henry.

“Saya berlatih tinju dan merekamnya di Instagram. Saya melakukan beberapa gerakan ganda dan dia berkata “Apa ini?” kamu seharusnya memukul seperti ini dan begini. Lucu sekali. Dia orang yang sangat baik.”

Kehilangan Ibrahimovic tidak hanya sebatas menghilangkan salah satu pemain berkualitas, tetapi kehilangan figur yang bisa dijadikan contoh oleh pemain United lain yang mayoritas usianya belum menyentuh angka 25. Ibra waktu itu bisa mengisi kekosongan pemimpin karena Rooney selaku kapten utama mulai akrab menjadi pemain cadangan.

Sayangnya, Ibrahimovic mengalami cedera parah dan membuatnya hengkang pada Maret 2018. Kekosongan pemimpin akhirnya dimulai karena Wayne Rooney juga sudah pindah, dan Michael Carrick tidak banyak terlibat karena terus mengalami cedera. Hal ini kemudian membuat Pogba merasa tidak ada lagi yang memperhatikan dan membuatnya kembali bersikap seenaknya sendiri.

Puncak dari ego Pogba adalah ketika ia berseteru dengan Jose Mourinho setelah laga melawan Burnley. Ketika itu, ada seorang pemain United mau cabut dengan mobil pribadinya dan mendapat larangan dari Mourinho. Ia tidak menyebut nama, tapi banyak yang menilai kalau itu adalah Pogba. Beberapa bulan kemudian, keduanya kembali berseteru yang berakibat dengan dipecatnya Mourinho.

AC Milan kini sedang merasakan manfaat dari kehadiran raksasa Swedia tersebut. Sejak ia kembali berseragam merah-hitam, Milan meraih empat kemenangan, satu kali seri, dan baru satu kali kalah yaitu ketika terkena comeback oleh Inter dini hari kemarin.

Figure-figure seperti Zlatan memang sangat diperlukan bagi sebuah kesebelasan yang sedang mencari jati diri mereka. Tidak hanya sebatas menjadi pemimpin tetapi ia memberikan mental juara bagi tim tersebut. United bersama Ibra dibawa meraih dua gelar. Memang bukan gelar bagus, tetapi cukup untuk menjadi tonggak dari kembalinya mentalitas juara yang sebelumnya sempat menghilang pasca era Sir Alex Ferguson.