Karier Robin van Persie sebagai pundit bisa dibilang baru seumur jagung. Ia bergabung dengan BT Sports pada Juli 2019 atau dua bulan setelah ia resmi pensiun dari dunia sepakbola. Meski masih hijau di dunia ini, namun RVP sudah mengeluarkan beberapa komentar tajam yang salah satunya diarahkan ke manajer Manchester United.

Cinta Robin van Persie kepada Manchester United itu tidak main-main. Atas dasar itu, ia rela tempatnya tergusur oleh Radamel Falcao pada musim terakhirnya bersama Setan Merah dan hanya menjadi penyerang pilihan ketiga oleh Louis van Gaal. Kepindahannya begitu menyakitkan hati meski di satu sisi ia memang harus hengkang karena penampilannya yang tidak sebagus musim pertama.

Namun sesingkat-singkatnya karier Van Persie, ia tidak pernah menaruh dendam kepada United. Tidak ada aura kebencian yang ia berikan atau ia dapatkan ketika pindah ke Fenerbahce. Saat kembali ke Old Trafford dengan seragam kuning hitam khas mereka, RVP justru disambut. Golnya ke gawang De Gea pada fase grup Europa League 2016/17 mendapat tepukan yang meriah.

Cinta RVP kepada United tidak hanya sebatas saat menjadi pemain semata. Setelah pensiun pun cinta itu masih ada. Ia rela memuji Mason Greenwood melalui tanya jawab yang dibuat di Instagram. Ia juga memberi saran kepada Marcus Rashford untuk tidak meniru orang lain di tengah maraknya media yang menyebutnya mirip dengan Cristiano Ronaldo.

Untuk menunjukkan rasa cinta, tidak harus dengan kata-kata positif. Terkadang, kritikan juga perlu untuk bisa mengevaluasi diri agar lebih baik lagi dan tidak mengulangi kesalahan yang dibuat. RVP lagi-lagi melakukannya kepada United dengan sasarannya adalah manajer mereka, Ole Gunnar Solskjaer.

Tidak ada raut bahagia dari wajah Van Persie saat melihat United kalah 2-0 dari Arsenal yang juga bekas klubnya. Sebaliknya, ia menyimpan rasa kesal yang sangat mendalam kepada Ole Gunnar Solskjaer. Sosok yang sedang berjuang dari cedera saat Van Persie mulai merajut mimpi sebagai pemain bola hebat di London Utara.

Senyuman sang Pembunuh Berwajah Bayi terasa sangat mengganggu Flying Dutchman. Ia heran, bagaimana bisa ketika manajer sebuah kesebelasan masih bisa tersenyum meski timnya menyelesaikan pertandingan dengan kekalahan. Ini yang membuat RVP gatal untuk ngoceh di depan presenter dan Rio Ferdinand sebagai rekan satu studionya.

“Saya melihat Solskjaer, dia terdengar seperti pria yang baik. Tapi, saya ingin melihat dia jauh lebih tangguh lagi, lebih sangar. Dia terkadang harus lebih marah karena itu menjadi bagian dari pekerjaannya sebagai seorang manajer. Saya melihat dia tersenyum, setelah pertandingan seperti itu. Kamu tahu kalau ini bukan momen yang tepat untuk tersenyum,” kata RVP.

Bagi Van Persie, kekalahan seperti apa pun, baik banyak maupun sedikit golnya, tetap saja bernilai nol poin. Haram hukumnya untuk menyikapi kekalahan dengan senang atau memunculkan senyum di bibir. Hal itu menurutnya bisa menunjukkan kalau tim tersebut tidak punya ambisi untuk sukses, dan Van Persie merasa itulah yang membuat United tidak lagi ditakuti sebagai sebuah kesebelasan.

“Anda tahu jika Anda tidak berlari, kamu akan dihukum dan tidak akan dimainkan pada laga berikutnya. Dari penampilan yang mereka perlihatkan pada hari ini, saya kira begitu (tidak ada pemain yang takut kepada Solskjaer).”

Mantan pemain Feyenoord ini dipuji bak pahlawan. Mereka yang muak dengan kalimat-kalimat klise khas Solskjaer balik mendukung RVP dan merasa lega karena ada seseorang yang mau berkata jujur. Tidak seperti Paul Scholes, Rio Ferdinand, atau Gary Neville, yang sebisa mungkin memberi kritik dengan bahasa yang sedikit diperhalus. Hal itu tampak tidak ada dalam kamus RVP. Ia lebih baik jujur akan apa yang bertentangan dengan ideologinya dalam melihat Manchester United sekarang ini.

Van Persie masih konsisten menyimpan rasa tidak sukanya kepada sosok Solskjaer. Sebelumnya, pada awal Oktober 2019 lalu ia meragukan kapasitas Solskjaer dalam hal man management. Ia tidak yakin kalau mantan pelatih Molde ini paham ruang ganti United diisi oleh orang-orang seperti apa.

“Saya tidak paham maksud dia soal menjernihkan kepala pemain. Kalau memang pemain yang dipilih adalah pemain yang ia sukai, maka pikiran mereka pasti baik-baik saja. Itu sudah menjadi tugasnya untuk bisa mengangkat kepercayaan diri para pemainnya. Saya tidak yakin dia punya kemampuan man management yang baik. Saya tidak yakin kalau dia paham situasi ruang gantinya,” ujarnya saat itu.

Solskjaer sendiri memang berada dalam kondisi yang berat dan bingung untuk menentukan sikap. Ia seperti bimbang apakah harus mengkritik dengan mengeluarkan hair dryer layaknya Sir Alex Ferguson atau tetap menjadi dirinya sendiri yang ramah, murah senyum, dan berpikir positif.

Bertingkah keras di depan pemain ditakutkan bisa merusak hubungan, sedangkan tersenyum manis di depan media seperti mengisyaratkan kalau segalanya baik-baik saja dan pemain seperti merasa tidak melakukan kesalahan apa-apa.

RVP adalah pribadi yang bertolak belakang dibanding Solskjaer. Ia tidak mau hidup penuh dengan kalimat-kalimat palsu. Kalimat-kalimat yang menandakan kalau segalanya baik-baik saja meski kondisi tidak terlalu baik. Bagi dia, baik katakan baik, buruk ya katakan buruk.

Beberapa media kerap menyebut kalau Solskjaer beberapa kali marah ketika timnya gagal meraih kemenangan. Namun, ketika kembali tampil di atas lapangan tidak ada indikasi kalau Solskjaer benar-benar berhasil membuat para pemainnya bermain jauh lebih ngotot lagi dari pertandingan sebelumnya.

Van Persie hanya ingin melihat tim yang membawanya menjadi juara liga ini diisi oleh pemain-pemain yang mau berkorban. Pemain yang mau bergerak, berlari, dan mati-matian bermain untuk lambang klub di dada. Bukan diisi pemain yang hanya main bagus satu sampai dua pertandingan dan tetap memainkan pemain yang kontribusinya nihil selama satu tahun.