Layaknya hubungan sepasang kekasih, para penggemar Manchester United kini sedang diuji oleh performa kesebelasan yang mereka cintai. Sudah enam tahun hubungan mereka kerap diuji dengan tidak adanya prestasi mentereng. Kalaupun ada, paling hanya sebatas Europa League, trofi kelas dua Eropa yang pesertanya adalah kesebelasan tingkat menengah ke bawah.

***

Katanya, United tidak pantas untuk bermain pada kompetisi itu. Habitat mereka adalah Liga Champions bersama Real Madrid, Barcelona, atau Juventus. Namun melihat apa yang terjadi di Goodison Park kemarin, Liga Europa nampaknya lebih cocok menjadi wadah United untuk eksis. Apalagi melihat fakta kalau United sudah keluar dari 10 besar klub dengan koefisien Eropa tertinggi, makin pas rasanya menyebut klub ini semakin medioker.

Berharap bisa bermain pada hari Selasa atau Rabu, United justru terancam bermain pada hari Kamis. Namun, para pemain sendiri yang nampaknya menginginkan hal tersebut. Berapa kali kesempatan untuk berada di zona Liga Champions terus disia-siakan oleh mereka. Kalau sudah begini, nampaknya tinggal menunggu waktu saja untuk memastikan tiket ke Liga Europa. Itupun harus melalui kualifikasi karena mereka tidak ingin peringkat enam lepas ke klub lain.

Klub ini terkenal dengan julukannya yang elegan yaitu Setan Merah. Kata setan memiliki makna yang menakutkan. Namun dalam enam tahun, klub ini sudah tidak lagi menakutkan. Jika melihat perkembangan mereka dalam kurun waktu tersebut, logo setan nampaknya sudah harus diganti dengan macan Cisewu. Hal ini dikarenakan klub ini lama-lama lebih terlihat seperti grup berisi manusia-manusia yang pandai sekali melawak alih-alih bermain sepakbola dengan baik.

Tidak ada salahnya untuk melawak. Patrice Evra adalah pelawak United saat masih dipegang Sir Alex Ferguson. Kolaborasinya dengan Ashley Young katanya yang terbaik di Carrington. Namun saat ini lawakan mereka seperti tidak terkontrol. Sampai-sampai di arena pertandingan pun para pemain United masih sempat-sempatnya untuk bertingkah konyol.

Dari gol bunuh diri, crossing antar galaksi, wajah Phil Jones, bola nyangkut di kaki, tidak bisa mencetak gol ke gawang kosong, serta bola luput dari tangkapan, itulah beberapa lawakan United yang muncul dalam beberapa pertandingan terakhir mereka. Daftar jokes mereka bahkan bisa lebih banyak lagi jika dijabarkan.

Padahal, mereka sempat tampil serius pada akhir 2018 hingga memasuki bulan kedua 2019. Namun mereka nampaknya tidak betah untuk lama-lama tidak membuat para penontonnya tertawa sembari mengucapkan kalimat istighfar berkali-kali.

Kekonyolan di Goodison Park Minggu kemarin menjadi aksi lawak paling lucu yang pernah dilakukan United di era Solskjaer. Mereka kalah 4-0, membuat rekor negatif, dan baru membuat tendangan ke gawang pada menit ke-86. Proses kebobolan yang mereka alami sebenarnya bisa tidak terjadi jika mereka tampil becus.

Gol kedua dari Sigurdsson adalah contohnya. Klub mana lagi selain United yang pemain belakangnya dengan legowo membukakan ruang tembak bagi pemain Islandia tersebut. Bahkan ia punya peluang mencetak gol dari tendangan sudut. Apa yang dilakukan pemain United saat itu? Mereka santai melihat arah bola yang untungnya masih diblok oleh De Gea. Atau gol keempat yang dibuat Theo Walcott saat Smalling tidak kuasa mengejar pemain buangan Arsenal tersebut.

Pelatihnya pun dibuat bingung. Ketika ditanya apakah para pemain United tidak ikhlas bermain untuknya, Solskjaer hanya menjawab tidak tahu. Ini adalah pengulangan dari yang sebelumnya pernah dilakukan Jose Mourinho ketika ditanya pertanyaan serupa meski ia kemudian menjawab ada beberapa pemain yang sedih tapi ada juga yang tidak.

Tidak mau kalah dari pemainnya, manajemennya bisa bertindak lebih lucu lagi dengan keputusan-keputusan mengejutkan yang mereka buat. Dalam kurun enam tahun, mereka sudah memakai lima pelatih berbeda. Seandainya Moyes tidak dipecat, maka 2019 ini adalah musim terakhirnya menangani klub setelah menjadi The Choosen One-nya Fergie.

Mengganti Moyes dengan Van Gaal, namun memecatnya dua hari setelah sukses memberi Piala FA adalah kekonyolan. Mereka melakukannya karena Mourinho bisa memberi garansi soal piala dan membendung City dan Liverpool yang mengontrak Pep dan Klopp. Ketika Mourinho sudah memberikan piala, manajemen justru ikut campur dengan mengintervensi permintaan transfer sang manajer.

Saat pendukung mulai tidak puas dengan kinerja Mourinho, manajemen justru memberikan perpanjangan kontrak satu tahun yang akhirnya berakibat mereka harus memberi pesangon mahal karena Mourinho tidak tuntas menjalankan pekerjaannya.

Berbicara soal rekrutmen, hal ini juga membuat para penggemar United tertawa sekaligus menangis melihat timnya. Bagaimana tidak, Marouane Fellaini dibayar dua juta lebih mahal dari seharusnya. Alexis Sanchez yang penampilannya menurun pada musim terakhirnya bersama Arsenal diangkat sebagai pemain dengan gaji termahal di kompetisi.

Kabar terakhir menyebut kalau manajemen mengaku salah telah memberikan gaji mahal kepada Sanchez. Akan tetapi, keadaan sudah tidak bisa diperbaiki. Para pemain yang merasa kontribusinya melebihi Sanchez ramai-ramai meminta kenaikan gaji yang setara. Sesuatu yang membuat pusing kepala manajemen.

Belum lagi membahas soal kontrak pemain mereka. Penjaga gawang terbaik Premier League musim lalu dibiarkan terbengkalai. Yang menarik, tiga pemain belakang tergoblok asal Inggris justru diberikan perpanjangan kontrak. Satu kekonyolan lain siap dibuat dengan memperpanjang kontrak Matteo Darmian selama empat tahun agar ia tidak keluar secara gratis.

Dari segala kekonyolan ini, ada hawa segar yang perlahan muncul. Manajemen disebut sudah siap untuk mengangkat direktur olahraga. Namun hawa segar tersebut perlahan menimbulkan bau amis. Direktur olahraga yang siap diangkat oleh mereka ternyata adalah Mike Phelan, orang yang dimintai tolong oleh Solskjaer untuk membimbingnya sebagai manajer.

Tidak salah memang jika pada akhirnya United benar-benar menunjuk Phelan. Akan tetapi, keputusan ini kembali menjadi pertanda kalau manajemen lagi-lagi tidak mampu mendatangkan orang yang benar-benar berkompeten untuk menjadi direktur olahraga.

Apa yang dilakukan manajemen tampaknya lebih lawak dibanding para pemain atau bahkan manajernya. Namun kadar kekonyolannya sama yaitu bisa membuat orang yang melihatnya tertawa terbahak-bahak. Tidak hanya para penggemar tim lawan, bahkan penggemar United sendiri juga akan tertawa melihat klub favoritnya sedang pandai-pandainya melucu dalam enam tahun terakhir.