Hujan deras turun dari langit Moskow dan jatuh ke hijaunya lapangan Luzhniki. Saat itu, pemain Prancis bernomor enam sedang kegirangan. Ia beberapa kali curi-curi kesempatan dengan memegang sekaligus mengusap trofi berwarna kuning keemasan tersebut. Ia sudah tidak sabar untuk membuat sejarah.

Paul Pogba berhasil melakukan apa yang mungkin tidak bisa dilakukan pemain kelas dunia lain selama karier mereka yaitu mencetak gol di laga puncak sekaligus mengangkat Piala Dunia. Beberapa jam sebelum Pogba berhak memegang simbol sakral tersebut, sepakan kaki kirinya meluncur mulus ke gawang Danijel Subasic. Skor saat itu menjadi 3-1 sebelum masing-masing satu tambahan gol datang untuk membuat kedudukan akhir menjadi 4-2 untuk Les Blues.

Sepanjang 90 menit, Pogba tampil brilian. Meski tidak mendapatkan gelar Man of the Match pertandingan namun situs statistik Whoscored mendapuknya sebagai yang terbaik. Ia mendapat nilai 8,42 berkat torehan satu gol, empat tekel, dua intersep, dua dribel sukses, dan dua tembakan.

Bersama Ngolo Kante, Blaise Matuidi, Stefan N’Zonzi serta Corentin Tolliso ia mengawal lini tengah Prancis dengan sangat baik. Tidak adanya pemain dengan posisi gelandang serang membuat keempat gelandang ini menjadi poros dari serangan Prancis dengan Pogba sebagai pengatur serangan Prancis terutama serangan balik yang menjadi andalan Deschamps.

Sepanjang turnamen, Prancis mencetak 14 gol dengan empat di antaranya ada andil Pogba. Tiga gol di antaranya dibuat dari keberanian Pogba memutus alur serangan lawan saat Prancis mengalahkan Australia, Peru dan Uruguay. Sementara gol keempat diselesaikan oleh Pogba sendiri di laga puncak.

Gol ini pun menjadi sejarah. Dia adalah pemain Premier League pertama yang mencetak gol di partai final setelah dua dekade lalu, seniornya Emanuele Petit, yang melakukannya ke gawang Claudio Taffarel di Stade de France.

Bagi Pogba, Piala Dunia pertamanya ini adalah sejarah. Dia setidaknya sudah merasakan setengah dari gelar-gelar penting yang bisa diraih sepanjang kariernya. Ia hanya tinggal menyempurnakan torehannya dengan trofi Premier League, Liga Champions, serta kejuaraan internasional lain semisal UEFA Nations League atau Euro 2020 mendatang.

Gol Pogba juga menjadi sejarah untuk Manchester United. Dia adalah pemain Setan Merah pertama yang bisa mencetak gol pada final ajang empat tahunan tersebut. Ia menjadi pemain keempat yang mengangkat piala dunia dengan status pemain Manchester United setelah Bobby Charlton, Nobby Stiles dan John Connelly pada 1966. Usianya yang baru 25 tahun juga menjadikan dirinya sebagai pemain Setan Merah kedua termuda setelah Nobby Stiles.

Pogba sudah belajar dari kesalahan yang ia lakukan bersama teman-temannya. Secara terbuka ia menyebut kegagalan dua tahun lalu disebabkan kesombongan para pemain (termasuk dirinya) yang sudah hakul yakin akan menjadi juara setelah mengalahkan Jerman pada babak semifinal. Hal ini yang tidak mau ia ulangi ketika kakinya pertama kali melangkah di Luzhniki.

Serangan kritik juga tidak membuatnya kehilangan fokus. Sejak Gong Piala Dunia belum dimulai beberapa kali legenda Liverpool, Graeme Souness mengungkapkan kekesalannya melihat cara Pogba bermain. “Tidak disiplin”, “memalukan”, “lambat” adalah kata-kata yang sering diungkapkan oleh Souness saat melihat Pogba.

Baca juga: Keyakinan Anthony Martial pada Paul Pogba

Apa daya, takdir akhirnya lebih memilih membela Pogba dan membuat Souness hanya menjadi sosok tua yang sok tahu. Pogba gembira dengan piala dunia sementara Souness mungkin sedang sakit kepala mendapat hujatan dari para pendukung United dan timnas Prancis.

Keberhasilan Pogba bersama tim nasional sudah pasti memberikan optimisme yang cukup besar bagi para pendukung United. Mereka sudah tidak sabar untuk melihat apakah pemain termahalnya ini bisa memperbaiki penampilannya musim lalu yang “cukup” baik menjadi “lebih” baik lagi pada musim mendatang sekaligus menjaga konsistensi yang menjadi masalah sepanjang 2017/2018 lalu.

Akan tetapi untuk saat ini, berikanlah kesempatan bagi Pogba untuk berlibur sambil menari sepuas-puasnya dengan status sebagai juara dunia sebelum ia kembali ke kota Manchester dengan penampilan yang diharapkan jauh lebih baik untuk membangkitkan klub Manchester Merah ini dari tidur panjangnya.