Pertanyaan demi pertanyaan selalu muncul tiap Manchester United memperpanjang kontrak salah satu pemainnya.

***

Ketika Manchester City memperpanjang kontrak Sergio Aguero, Raheem Sterling, dan Aymeric Laporte, besar kemungkinan suporter mereka akan menyambut berita tersebut dengan sumringah. Hal serupa juga pasti dirasakan penggemar Liverpool saat tahu kalau Trent Alexander-Arnold, Andy Robertson, Mohamed Salah, dan Roberto Firmino, memperpanjang masa baktinya.

Akan tetapi, hal tersebut tidak akan pernah muncul jika Manchester United yang memperpanjang kontrak pemainnya. Nada-nada sumbang bertebaran. Keraguan mulai muncul. Rasa heran para suporter diwakili oleh pertanyaan demi pertanyaan terkait kelayakan si pemain mendapatkan perpanjangan kontrak.

Contoh terbaru bisa disaksikan pada dua hari yang lalu. Mereka meresmikan perpanjangan kontrak kepada Andreas Pereira dan Axel Tuanzebe. Nama pertama lebih banyak disorot ketimbang Axel. Mayoritas di antaranya berisi keraguan.

Pereira mendapat kontrak baru hingga 2023. Namun sepanjang musim lalu penampilannya tidak terlalu istimewa. Hanya bermain 11 kali sebagai starter dalam lima tahun terakhir, dua kali menjalani peminjaman di Spanyol, dan datang dengan kondisi lini tengah serta depan yang sesak, membuatnya terpaksa diubah sebagai gelandang tengah oleh Mourinho dan Solskjaer. Musim lalu, ia tidak bisa mengimbangi ritme Premier League dan bermain buruk melawan Brighton dan Burnley.

“Menjadi tugas yang cukup sulit bagi suporter untuk berpikir positif menanggapi pernyataan yang ada. Solskjaer menyebut Phil Jones adalah pemain yang ‘memenangkan Premier League dan trofi lain, dia tahu apa yang diperlukan’ dan Andreas Pereira sebagai ‘pemain yang mengerti apa artinya bermain untuk Manchester United,” tutur Samuel Luckhurst, jurnalis dari Manchester Evening News.

Keraguan seperti itu bukan yang pertama kali muncul tiap United memperpanjang kontrak para pemainnya. Sebelum Pereira, ada Chris Smalling, Phil Jones, Ashley Young, dan Marcos Rojo. Mereka semua mendapatkan kontrak baru meski performanya di atas lapangan juga dipertanyakan.

Sebenarnya, rasa ragu dan heran para suporter kepada para pemain yang diperpanjang kontraknya adalah suatu hal yang wajar. Performa para pemain United mayoritas tidak konsisten. Smalling dan Jones tidak bisa memberikan rasa aman bagi penjaga gawang yang berada di bawah mistar layaknya Laporte atau Virgil Van Dijk. Ada anggapan kalau mereka bertiga diperpanjang karena regulasi home grown. Namun tanpa mereka bertiga pun, regulasi tersebut bisa dijalankan oleh tim yang punya banyak pemain akademi seperti United.

Sementara itu, Rojo diberi kontrak baru selama tiga tahun meski ia sudah dianggap tidak layak lagi memperkuat United karena kondisi fisiknya. Satu kali bermain, dia bisa cedera hingga berbulan-bulan. Permainannya memang spartan dan berani, namun jika keberaniannya tersebut merugikan diri sendiri dan tim maka hal itu bukanlah sesuatu yang positif. Situasi serupa yang kini juga dirasakan oleh Eric Bailly.

Setelah dikalahkan Everton 4-0 pada musim lalu, Ole Gunnar Solskjaer dengan wajah menahan marah mengungkapkan kalau United hanya akan diisi oleh pemain yang mau bekerja keras. Dia tidak lupa menyebut akan ada beberapa pemainnya yang tidak lagi berseragam merah musim depan. Namun hingga keberangkatan tim ke Australia, belum ada satu pemain pun yang dilepas kecuali Ander Herrera dan Antonio Valencia yang kontraknya memang sudah habis di United.

Tidak sedikit yang beranggapan kalau perpanjangan kontrak yang dilakukan United hanya keinginan manajemen alih-alih manajer. Rojo sebenarnya sudah siap dijual pada musim lalu namun permintaan bek anyar yang ditolak membuat namanya masih ada di dalam skuad. Hal serupa juga terjadi kepada Matteo Darmian. Ia masih rajin berlatih meski dalam setahun terakhir, ia hanya bermain enam kali. Sama seperti Rojo, Darmian juga diperpanjang kontraknya dengan mengaktifkan opsi perpanjangan satu tahun. Jika United berani untuk bertindak kejam, kedua pemain ini sebenarnya sudah bisa keluar secara gratis pada musim panas ini.

Contoh lain adalah Anthony Martial. Mourinho menjadi sosok yang berani menantang manajemen untuk menjual pemain ini. Namun manajemen tidak mau melakukannya dan justru memecat Mourinho enam bulan kemudian. Martial dianggap sebagai “Pele” nya Manchester United oleh keluarga Glazer hingga harus dipertahankan.

Samuel Luckhurst menyebut kalau situasi seperti ini adalah pengulangan yang terjadi di era Sir Alex Ferguson. Ada kebijakan yang dinamakan Glazernomik ketika United bergantung kepada pemain tua macam Scholes, Giggs, Ferdinand, Vidic dan Evra, sehingga mereka ini terus diberi perpanjangan kontrak dan melakukan investasi yang hemat biaya. Ini yang mungkin diulangi pada saat ini. Namun hal ini tentu saja kurang relevan lagi mengingat kualitas Jones, Smalling, Young, hingga Rojo berbeda jauh dengan para legenda yang sudah disebutkan tadi.

Di sisi lain, para pemain yang sebenarnya bisa diperpanjang kontraknya justru keluar dengan gratis. Ander Herrera cabut pada musim panas ini. Negosiasi dengan David De Gea juga masih tersendat. Jika tidak ada perkembangan, musim depan De Gea sudah bisa pindah secara gratis.

Tidak Hanya Kontrak, Gaji pun Bermasalah

Ada beberapa pemain United yang perpanjangan kontraknya disambut baik oleh para suporter. Luke Shaw, Anthony Martial, Marcus Rashford, Axel Tuanzebe, dan Scott McTominay adalah beberapa diantaranya. Namun mereka juga tidak lepas dari sorotan. Khususnya soal gaji yang mereka terima.

Gaji menjadi isu sensitif di kubu United. Hal ini dikarenakan jumlah uang yang dibayarkan tidak sebanding dengan permainan mereka di atas lapangan. Contoh sederhana bisa dilihat dalam kasus Marcos Rojo. Ia mendapat gaji 160 ribu paun. Angka ini Empat kali lebih banyak dari yang diterima Trent Alexander-Arnold.

Luke Shaw menerima 195 ribu paun. Jumlah yang cukup besar untuk pemain yang hanya bisa memberikan lima asis sepanjang musim lalu. Anthony Martial dan Marcus Rashford juga mendapat gaji yang besar bagi seorang pemain yang untuk mencetak 10 gol di Premier League saja sulitnya minta ampun.

Gaji membengkak ini tidak lepas dari keberanian United membayar 300 ribu paun saat mereka merekrut Alexis Sanchez. Memiliki ekspektasi kalau dia akan bermain bagus, kenyataannya Sanchez justru membuat ruang ganti United ricuh karena gajinya yang tidak sepadan dengan penampilannya. Pemain yang merasa kontribusinya jauh lebih berguna dibanding Sanchez kini menuntut hal serupa.

Pemain asal Cile ini sebenarnya sudah siap dilepas. Namun standar gajinya yang tinggi jelas membuat para peminatnya mundur secara perlahan. Di sisi lain, United tidak punya upaya untuk memotong gaji Sanchez. Tidak salah jika aktivitas mereka mencari sponsor lebih banyak dibanding aktivitas mereka di lantai bursa karena beban gaji klub ini berada di peringkat keempat setelah Real Madrid, Barcelona, dan Juventus.