Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Istilah tersebut nampaknya akan abadi sampai kapanpun. Ujaran tersebut merupakan sebuah ajakan untuk kita yaitu umat manusi untuk terus belajar di manapun dan sampai kapanpun untuk menjadikan kita sebagai manusia yang berkualitas.

***

Seorang Pria bernama Juan Carlos Osorio membuat keputusan yang mungkin paling berani sepanjang hidupnya. Setelah lulus dari Southern Connecticut State University di Amerika Serikat, ia memutuskan untuk hijrah ke Inggris dari kampung halamannya di Kolombia untuk mengambil gelar Sains dan ilmu olahraga di John Moores University.

Banyak yang dikorbankan oleh Osorio. Usaha kebugaran yang ia kelola harus dijual. Belum lagi istrinya yang terpaksa harus ditinggalkan. Semua itu ia lakukan demi terwujudnya mimpi Osorio yang ingin menjadi pelatih sepakbola. Hanya itu satu-satunya cara Osorio tetap berkecimpung di dunia Kulit Bundar setelah kariernya sebagai pemain harus terhenti di usia 26 karena cedera.

Mencari Ilmu di Inggris

John Moores University terletak di kota Liverpool. Hanya butuh 14 menit perjalanan memakai mobil untuk bisa sampai ke Melwood yang merupakan markas latihan klub sepakbola Liverpool. Hal ini memudahkan Osorio untuk belajar. Ia kemudian menyewa sebuah kamar di rumah sebuah keluarga yang justru adalah penggemar fanatik Everton.

Jika cuaca sedang cerah, dia akan berdiri di tangga dan melihat dari kejauhan bagaimana Robbie Fowler dkk., berlatih. Apabila hujan turun, ia akan mengintip dari jendela kamar tidurnya.

“Waktu saya harus dihabiskan untuk hal-hal yang berguna. Maka dari itu selain menempuh pendidikan, saya harus mencari rumah yang dekat dengan Melwood sehingga saya bisa melihat latihan mereka (Liverpool) setiap hari,” tutur Osorio yang dilansir dari Sky Sports.

Tidak hanya Melwood, Osorio juga mendatangi Finch Farm yang merupakan tempat latihan Everton. Akan tetapi, ia merasa lebih nyaman untuk belajar ketika menyaksikan latihan Liverpool ketimbang The Toffees. “Mereka (Everton) tidak pernah mengizinkan saya untuk berada di sana,” tuturnya.

Baca juga: Juan Carlos Osorio, Si Pembuat Gempa Kecil di Meksiko

Liverpool dan Everton menambah khazanah ilmu taktik untuk Osorio. Ia kemudian pulang ke Kolombia sebelum mendapat tawaran menjadi staf di klub Amerika Serikat, MetroStars. Pada tahun 2000, ia mendapat panggilan dari Willie Donachie yang saat itu adalah asisten manajer Manchester City, Joe Royle. Ia tertarik dengan perjalanan karier Osorio di Inggris. Akan tetapi, ketika City memiliki rencana untuk mendatangkan Osorio, Royle dipecat.

Berlatih dari Gurunya

Osorio bukan orang yang gampang menyerah. Ia ingin mengasah kemampuannya untuk menjadi pelatih utama. Ia butuh seorang guru yang bisa mengajarkan taktik lebih dari sebatas melihat sebuah klub melakoni latihan. Menjalankan rotasi dan memanfaatkan sumber daya seluruh pemain menjadi ilmu yang ingin ditambah olehnya.

Hanya satu orang yang bisa menjadi mentor. Orang yang pantas dijuluki sebagai jagonya rotasi. Ia adalah Sir Alex Ferguson. Sejak dulu, Fergie dikenal cakap dalam hal memanfaatkan skuad. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemain utama dan cadangan ketika Setan Merah dipimpin olehnya. Untuk itu, Osorio rela ke Manchester hanya untuk menemui Fergie.

“Saya orang yang menyukai rotasi dari sebuah permainan. Kesempatan itu datang dari Sir Alex Ferguson. Saya juga ingin melihat Manchester City. Tetapi ketika itu mereka berada di divisi Championship dan manajer mereka dipecat. Saya kemudian pergi ke Carrington dan bertemu dengan Ferguson untuk meminta ia mengizinkan saya menonton latihan,” ujarnya.

Tidak mudah untuk mencuri ilmu Fergie. Itulah yang dirasakan Osorio ketika di Carrington. Ia harus menunggu dua jam hanya untuk berbincang dengan manajer Skotlandia tersebut selama lima menit.

“Saya selalu menunggu dengan sabar setiap latihan sampai ia selesai dan mulai berbicara kepada saya selama lima menit. Dalam lima menit itu, ia mengatakan beberapa hal saja. Tetapi, kata-kata singkatnya selama lima menit tersebut setimpal dengan pengorbanan saya menunggu selama dua jam. Hanya lima menit, ia menjelaskan bagaimana dan mengapa ia melakukan rotasi.”

Usaha keras tentu tidak akan mengkhianati. Itu pula yang akhirnya dirasakan oleh Osorio. Setelah menghabiskan masa belajarnya, ia mulai menangani beberapa kesebelasan seperti Millonarios, Chicago Fire, New York Red Bulls, Once Caldas, Puebla, Atletico Nacional, dan San Paolo. Tidak semuanya membuahkan prestasi, namun setidaknya ia pernah mencicipi gelar liga Kolombia bersama dua klub berbeda.

Berjaya Bersama Meksiko

Pada 2015, karier kepelatihan Osorio mencapai puncak. Ia menggantikan Miguel Herrera sebagai pelatih kepala kesebelasan negara Meksiko. Bersama Javier Hernandez dkk inilah, Osorio lebih sering melakukan rotasi. Kadang berjalan dengan sukses, tapi tidak jarang berakhir dengan kegagalan.

Tersingkirnya Meksiko dari Copa America 2016 saat itu disebut-sebut dikarenakan Osorio yang sering melakukan rotasi. Hujatan banyak diterima olehnya mengingat saat itu Meksiko takluk dari Cile dengan skor telak 7-0.

“Saya minta maaf kepada rakyat Meksiko. Kami memainkan pertandingan yang memalukan dan buruk. Saya sekali lagi memohon maaf,” tutur Osorio.

Kekalahan 7-0 dari Cile tersebut menjadi awal pembenahan bagi Osorio dalam melatih timnas Meksiko. Setelah itu, ia berbenah dan berhasil membawa Meksiko menjadi semifinalis pada Piala Konfederasi tahun lalu.

Puncak dari hasil belajar Osorio tentu saja ketika ia sanggup membawa Meksiko mengalahkan Jerman pada pertandingan pertama Grup F Piala Dunia 2018. Saat itu, Meksiko bermain gemilang yang membuat Jerman tidak berkutik sepanjang 90 menit. Kemenangan atas Korea Selatan akan mempermudah langkah mereka menuju 16 besar.

Meski begitu, rotasi tetap menjadi pilihan utama Osorio untuk menghadapi partai kedua melawan Taeguk Warriors. Baginya, para pemain yang tidak dimainkan pada laga melawan Jerman punya kapasitas yang sama untuk mengalahkan Korea Selatan.

“Rotasi akan saya pakai tergantung lawan bermain seperti apa dan pemain seperti apa yang akan kita pakai. Di mata saya ada kemungkinan tiga sampai empat alternatif taktik untuk memenangkan satu pertandingan. Mungkin ada dua sampai tiga pemain (yang akan dirotasi), tetapi kami akan tetap menjaga keseimbangan tim.”

Dalam enam penyelenggaraan Piala Dunia sebelumnya, Meksiko selalu gagal pada 16 besar. Kali ini, mereka bertekad untuk setidaknya minimal mencapai 8 besar. Akan tetapi, itu semua tergantung dari permainan mereka serta taktik apa yang nantinya akan Osorio pakai. Bukan tidak mungkin, keberhasilan mereka ditentukan dari pengetahuan tentang rotasi pemain yang ia dapat dari Sir Alex Ferguson.

Sumber: Guardian, Sky Sports, ESPN