Paul Mitchell dilabeli sebagai “Pria yang Bisa Menyelamatkan Manchester United”. Memang sejago apa Mitchell? Apakah ia benar-benar akan membawa kejayaan, atau cuma menjadi Ed Woodward 2.0?

Dipilih Karena Pekerja Keras

Mitchell dianggap sebagai tukang rekrut pemain paling andal. Sejumlah kesebelasan pernah menggunakan jasanya seperti Milton Keynes Dons, Southampton, Tottenham Hotspur dan RB Leipzig. Semua itu terjadi karena ketidaksengajaan.

Mitchell adalah pemain pekerja keras. Ia berlatih ekstra dan menetapkan rencana latihannya untuk jangka panjang. Ia punya komitmen dan dedikasi dalam perannya sebagai pesepakbola.

Sayangnya, sebuah cedera membuat kariernya sebagai pemain terhenti. Ia berusaha keras untuk kembali ke lapangan hijau, tapi tetap tidak memungkinkan. Termasuk, memainkan satu laga terkahir untuk MK Dons, sekaligus menjadi pertandingan terakhirnya.

Chairman MK Dons, Pete Winkelman, membujuknya untuk mencoba peran lain untuk melihat mana yang membuatnya tertarik. Ia sempat mencoba di bidang bisnis dengan bekerja bersama radio lokal serta projek klub. Di saat yang sama, ia juga mendapatkan lisensi kepelatihan. Dengan lisensi ini, ia mulai membantu tim cadangan juga tim akademi.

Titik baliknya hadir saat Winkelman meminta Mitchell untuk menganalisis strategi transfer mereka. Soalnya, MK sudah berinvestasi besar tapi hasilnya tak sesuai. Mitchell pun mendapatkan jabatan sebagai Kepala Rekrutmen dan Pemandu Bakat.

Bagusnya kinerja Mitchell membuatnya direkrut Southampton. Salah satu kunci keberhasilannya adalah membangun hubungan baik dengan semua orang. Ini yang membuatnya disukai oleh orang-orang yang pernah bekerja dengannya. Selain itu, ia punya standar tinggi, sehingga timnya berisi orang-orang yang dipilih secara selektif.

Di Southampton, Mitchell bekerja sama dengan Nigel Adkins dan Mauricio Pochettino. Pada masanya, The Saints menjelma menjadi tim yang disegani. Mereka mendatangkan pemain bagus, juga mematangkan para pemain muda.

Mitchell yang berperan besar dalam transfer Sadio Mane hanya senilai 10 juta paun. Pun ketika The Saints mendangkan Dejan Lovren dan Victor Wanyama.

Ketika mengikuti Pochettino yang pindah ke Tottenham pada November 2014, ia yang merekrut Dele Alli hanya senilai 5 juta paun dari mantan timnya, MK Dons. Ia juga membaga Toby Alderweireld serta Son Heung-min ke London Utara.

 

Mitchell mengundurkan diri dari Tottenham pada Agtustus 2016. Ia pun menikmati masa-masa nganggurnya tersebut sembari menunggu tawaran yang tepat.

Sampai akhirnya tibalah tawaran dari RB Leipzig. Mereka punya misi mengembangkan pemain muda dan menghancurkan dominasi Bayern Munchen di Bundesliga. Bagi Mitchell, hal itu juga memberinya tantangan untuk keluar dari zona nyamannya dan membuktikan dirinya di negara lain.

Selama 18 bulan, ia membantu tim mencapai babak kualifikasi Liga Champions. Ia lalu membantu New York Redbull serta RB Bragantino di Brasil.

Dari Leipzig ia pindah ke Monaco yang ingin membuat rencana jangka panjang. Saat Robert Moreno dipecat sebagia pelatih kepala, otomatis urusan pemain langsung ditangani Mitchell. Ia melakukan hal mengejutkan: mengurangi jumlah kontrak profesional di klub dari 77 pemain menjadi 39 pemain.

Mitchell juga mengembangkan Aurelien Tchouameni dan Benoit Badiashile yang saat ia datang, cuma menjadi pemain cadangan. Dua tahun kemudian, Tchouameni dijual lebih dari 100 juta euro ke Real Madrid, sementara Badiashile dianggap bek muda terbaik di Eropa.

Monaco mengeluarkan 80 juta euro untuk mendatangkan tujuh pemain di bawah usia 23 tahun. Mereka adalah Vanderson, Caio Henrique, Jean Lucas, Axel Disasi, Ismail Jakobs, Krepin Diatta, dan Myron Boadu.

Pemain seperti Vanderson, Henrique, dan Disasi, mengalami peningkatan nilai transfer, dan bisa jadi merupakan transfer sukses Monaco. Ia juga mendatangkan Kevin Volland serta Takumi Minamino yang kemudian bergabung bersama Liverpool.

Prinsip Mitchell adalah adaptasi. Ia biasanya menganalisis bagaimana sepakbola di masa mendatang dan mengembangkan gaya serta rekrutmen. Ia juga hanya ingin mendatangkan pemain yang bekerja keras, agresif, serta mampu bertambah secara fisik.

Ada tiga hal yang menjadi tujuannya di Monaco: menjaga klub sebagai tempat bisnis, menginspirasi penampilang tingkat tinggi, dan mengembangkan pesepakbola.

Pentingnya Sosok yang Tepat

Hal penting dari Mitchell adalah ia selalu percaya diri pada pilihannya di sepakbola maupun di sisi bisnis. Ia tak pernah kebingungan dalam menentukan keputusan. Segalanya sudah ada dalam kepalanya. Apalagi, ia punya pengalaman panjang sebagai kepala rekrutmen.

Mitchell bahkan disandingkan dengan Direktur Sepakbola Man City, Txiki Begiristain, yang dianggap sebagai yang terbaik di bidangnya. Kunci keberhasilan Txiki juga mirip: hubungan baik dengan tim.

Meski demikian, tentu merekrut Mitchell bukan menjadi obat mujarab, apalagi sekadar mengikuti apa yang dilakukan City. Namun, perekrutan Mitchell menjadi prioritas untuk membangun tim dalam jangka panjang.

Sumber: Manchester Evening News