Ole Gunnar Solskjaer, kesulitan mengganti pemain karena kualitas yang berbeda jauh (Foto: The Guardian)

Manchester United menutup musim 2019/2020 dengan nirgelar. Inilah untuk ketiga kalinya secara beruntun lemari piala mereka tidak kehadiran penghuni baru. United tentu tidak mau musim depan yang akan dimulai sebentar lagi juga berakhir dengan kegagalan. Tanpa gelar, maka United akan menyamai rekor buruk yang pernah mereka raih dalam rentang 1986-1989.

Kembali tanpa gelar, maka menandakan kalau masih banyak kekurangan yang harus diselesaikan oleh United. Cara penyelesaian yang perlu mereka lakukan adalah membeli pemain-pemain berkualitas. Ole dianggap sudah sebagai pelatih yang tepat. Tingga melengkapinya saja dengan pemain yang bisa membawa tim ini menemukan kejayaannya mereka kembali.

Sayangnya, langkah United di lantai bursa juga belum terkesan mantap. Mereka masih sibuk mencari cara untuk membawa Jadon Sancho ke sisi merah Manchester. Hanya dia yang tampaknya menjadi incaran utama. Sisanya, United hanya sekadar berminat, tertarik, menaruh perhatian, hingga kata-kata lain yang belum bisa membuktikan apakah United benar-benar berminat atau tidak dengan pemain yang dimaksud.

Fans United sudah horni ketika mendengar timnya akan mendatangkan Sancho. Namun lama kelamaan, gairah tersebut semakin menyusut. Gairah yang muncul perlahan berubah menjadi rasa gelisah. Berita yang sudah hadir sejak kompetisi 2019/2020 masih berjalan tersebut tak kunjung menemukan kata sepakat.

Padahal, pemain baru diharapkan bisa datang secepat mungkin agar Ole Gunnar Solskjaer bisa meramu taktik dan gaya main yang tepat untuk mengakomodasi si pemain baru tersebut. Selain itu, hadirnya pemain baru bisa menjadi penghilang rasa penasaran fans dan membuat mereka berpikir kalau tim ini benar-benar serius dan mau bersaing untuk menjadi juara.

Jika satu pemain baru telah tiba, maka fans bisa melihat apakah timnya akan bergerak mencari pemain di sektor lain atau tidak. Inilah yang belum bisa dilihat dari United. Target utama sudah pasti Sancho, tapi tidak jelas apakah United serius mengincar pemain di posisi lain. Jika ditelisik lebih mendalam, problem United bukan cuma winger kanan. Bek tengah masih bermasalah, sementara bek kanan belum mendapat pemain yang bisa menyerang dengan baik. Mereka juga butuh penyerang yang bisa memberi persaingan kepada trio di lini depan.

Penggemar United juga masih penasaran apakah timnya akan menyelesaikan masalah perihal pemain cadangan yang kualitasnya begitu jauh dari para pemain utama. Katanya, ini adalah masalah yang seharusnya diselesaikan terlebih dahulu oleh United agar Ole tidak terus memainkan skuad yang itu-itu saja.

Sungguh ironis memang melihat United sekarang ini. Dulu, tim ini dikenal memiliki pemain yang bisa saling mengisi satu sama lain. Tidak ada jarak yang jauh bahkan perbedaan antara pemain inti dengan pemain cadangan begitu kabur sehingga kita bisa menyebut kalau 25 nama tersebut semuanya adalah pemain inti. Sekarang, jika Bruno dan Pogba absen saja, maka permainan United langsung berubah.

Lucunya, manajer United saat ini adalah Ole Gunnar Solskjaer. Pria yang akrab dengan julukan super sub. Inilah yang membuatnya bisa menjadi legenda meski golnya tidak sebanyak Ruud van Nistelrooy atau bahkan Paul Scholes. Saat jadi pemain, Ole bahkan lebih senang menjadi pemain pengganti yang bisa memberi dampak ketimbang mengumpulkan 200 laga tapi kualitasnya hanya rata-rata.

“Aku akan mempelajari full-back dan bek tengah untuk melihat apa yang salah dari mereka. Saya mungkin tidak menganalisis seluruh pertandingan, tapi saya harus bisa berpikir bagaimana caranya supaya saya bisa melakukan sesuatu ketika masuk. Setiap kali saya di bench, saya selalu berkata dalam hati: ‘Tunggu saya di lapangan, saya akan menunjukkannya pada kalian semua,” katanya.

Rasa percaya diri itu tidak terlihat ketika ia menjadi manajer. Ia seolah tidak bisa mempelajari pemain mana yang bisa memberi perubahan bagi timnya. Tidak ada jalan keluar sehingga pergantian pemain kemudian hanya menjadi sebuah formalitas. Padahal, Ole adalah manajer yang senang ketika Premier League menyetujui permintaan lima pergantian pemain.

“Pergantian lima pemain sangat membantu karena kami sudah absen lama dari pertandingan kompetitif. Ini juga menjadi tantangan bagi mereka karena saya tidak bisa hanya mengandalkan satu pemain dan meminta mereka bermain di setiap pertandingan dan setiap menit,” ujarnya.

Sayangnya, Ole memilih untuk tidak melakukan pergantian disaat perubahan itu sebenarnya diperlukan. Fans dibuat geregetan saat Ole baru melakukan pergantian pemain pada menit ke-87 ketika timnya sedang tertinggal melawan Sevilla. Hasilnya, permainan mereka gampang dimatikan karena pergerakan pemain utama sudah mudah terbaca oleh pemain lawan.

“Sebagai pemain, Ole adalah sosok yang jenius. Namun, sebagai manajer dia begitu ragu-ragu,” kata Carl Anka, jurnalis The Athletic dalam tulisannya yang berjudul Solskjaer, the former super-sub who doesn’t like using his bench’.

Kedalaman skuad memang menjadi salah satu titik lemah United. Jesse Lingard dan Andreas Pereira tidak membantu kerja Bruno Fernandes. Juan Mata bahkan tidak sering mendapat kesempatan. Daniel James akan jauh lebih mudah dimatikan pergerakannya ketimbang Mason Greenwood yang begitu fleksibel. Ketika bek sayap yang diisi Wan-Bissaka dan Williams tidak membantu dalam hal serangan, Ole hanya punya Fosu-Mensah.

Dilematis memang. Mungkin, ini pula yang membuat Ole tidak mau membuat perubahan ketika timnya tertinggal. Bisa saja ia punya pikiran kalau pemain cadangan yang dia punya memang sama sekali tidak bisa diandalkan. Ketika dimainkan dan tampil jelek, maka Ole juga yang kena hujat. Inilah yang membuat ia kemudian mengambil risiko untuk terus menguras tenaga para pemain utama.

Para fans kemudian dibuat bertanya-tanya: Apakah pemain cadangan United memang seburuk itu? Atau Ole sendiri yang tidak bisa membuat mereka menjadi pemain yang bisa diandalkan? Atau mungkin memang pemainnya sendiri yang tidak punya hasrat untuk berseragam merah Manchester? Hanya Ole yang tahu jawabannya. Namun yang pasti, musim depan United akan bermain di Liga Champions. Turnamen yang levelnya jauh lebih tinggi dari Liga Europa sehingga membutuhkan kualitas skuad yang merata di setiap lini.