Michael Jordan. Foto: ESPN

Masa pandemi virus Corona membuat Aaron Wan-Bissaka lebih banyak menghabiskan waktu untuk merenung dan merefleksikan apa yang sudah ia dapat sejauh ini. Selain itu, ia mendapat inspirasi baru dari seorang mantan atlet bola basket ternama, Michael Jordan.

Pada 20 April lalu, Netflix kembali mengeluarkan seri dokumenter bertema olahraga. Setelah sukses dengan mengeluarkan dokumenter berjudul Sunderland ‘Till I Die sebanyak 14 episode, kali ini mereka berkolaborasi dengan ESPN untuk merilis dokumenter berjudul ‘The Last Dance’.

Dokumenter ini bercerita tentang karier pemain bola basket terkenal di dunia, Michael Jordan saat masih berseragam Chicago Bulls. Akan ada 10 episode yang tayang dengan dua episode pertama sudah dirilis pada 20 April lalu. Saat ini, dokumenter tersebut sudah menayangkan hingga episode keempat.

Puncak cerita dari film ‘The Last Dance’ adalah keberhasilan Chicago Bulls meraih gelar juara NBA pada musim 1997/1998 yang menjadi musim terakhir Bulls menjadi juara sebelum para pemainnya pindah ke tempat lain.

Selain mengisahkan karier Jordan di Chicago Bulls, film ini juga memperlihatkan kisah Jordan dengan beberapa orang di sekitarnya seperti Scottie Pippen, Dennis Rodman, dan rekan setimnya yang lain.

Michael Jordan adalah salah satu pemain basket legendaris yang pernah ada di dunia. Sepanjang kariernya, banyak penghargaan yang didapat. Sebut saja Rookie of the Year, lima kali meraih MVP NBA, enam kali mendapat MVP Final, sepuluh kali masuk NBA First Team, hingga 14 kali terpilih untuk mengikuti All Star. Puncaknya adalah ketika dia pensiun dengan skor tertinggi NBA dan mendapat gelar Hall of Fame.

Dengan pencapaian hebatnya ini, wajar apabila Jordan menjadi inspirasi banyak orang. Beberapa atlet basket seperti LeBron James mengaku kalau ia terinspirasi dari pria yang sempat alih profesi menjadi pemain baseball ini. Bahkan atlet sekelas david Beckham saja menyukai sosok Jordan yang membuatnya memilih menggunakan baju nomor punggung 23 setelah pindah ke Real Madrid.

Salah satu penggawa United, Aaron Wan-Bissaka juga menyukai pria yang sekarang berusia 53 tahun ini. Pada masa pandemi ini, Aaron menghabiskan waktu dengan menonton ‘The Last Dance’. Baru satu episode saja, ia langsung mendapatkan banyak sekali inspirasi dari seorang Michael Jordan.

“Mulai dari kemarin, saya menonton The Last Dance, film dokumenter besar tentang Michael Jordan dan Chicago Bulls. Saya baru menonton satu episode dan sudah sangat inspiratif. Anda melihat legenda bola basket ini tentang bagaimana cara memulai, apa yang dia lalui, apa yang dia lakukan untuk mencapai puncak di dunia olahraga. Itu semua membuat Anda lebih termotivasi lagi,” kata Aaron dalam situs resmi klub.

Selain menonton kiprah Michael Jordan, masa pandemi Covid-19 juga dimaksimalkan Aaron untuk merenung. Ia menjadikan situasi sekarang ini untuk merefleksikan kembali apa yang sudah ia capai pada usia muda. Dengan refleksi, aaron bisa menambah pemahamannya sebagai seorang manusia dan menjadi sosok yang dewasa dan bisa lebih baik lagi dari sebelumnya.

“Memiliki banyak waktu di tangan saya saat ini berarti saya sudah bisa melakukan banyak refleksi dan itu gila ketika saya tahu seberapa banyak hal telah berubah sepanjang tahun lalu. Sebagai seorang anak, Anda ingin mencapai klub terbesar, tetapi kadang saya berpikir kalau mustahil untuk mencapai itu semua. Ketika saya melihat kembali saat-saat dalam hidup saya, dan melihat untuk siapa saya bermain sekarang, maka itu membuat saya terpesona,” ujarnya menambahkan.

“Saya memikirkan masa depan, dan masih banyak yang akan kita lalui. Itulah satu hal yang Anda pelajari dengan cepat di United dan tidak akan pernah berhenti. Saya sudah tidak sabar untuk kembali ke tempat latihan, melihat para pemain dan staf.”

Sama seperti Jordan yang tidak akan menjadi siapa-siapa tanpa rekan setimnya dan Phil Jackson, Aaron juga merasa kalau dia bukanlah siapa-siapa tanpa sosok Ole Gunnar Solskjaer dan rekan setimnya. Oleh karena itu, ia berharap bisa terus berkembang semakin baik lagi mengingat ia punya tugas untuk membuat sisi kanan United lebih menggigit lagi seperti saat masih dikuasai Gary Neville atau Rafael.

“Manajer juga merupakan bagian besar dari proses tersebut. Sejak hari pertama, saya melihat bahwa Ole adalah seorang manajer yang tahu apa yang dia inginkan. Anda bisa melihat niatnya untuk tim. Dia ingin setiap pemain terus meningkat dan dia memberi arahan kepada kita apa saja yang perlu untuk ditingkatkan.”

“Itulah yang dibutuhkan yaitu seorang manajer yang mendorong Anda. Dia mendorong saya untuk maju dnegan percaya diri dan mengekspresikan diri dan sebelum masa-masa lockdown ini saya merasa kalau aspek menyerang saya mulai membaik,” ujarnya menambahkan.