Belakangan ini berita heboh tentang konflik yang melibatkan pembuat karya artistik bernama Panini Cheapskates dengan Manchester United muncul ke permukaan. Konflik itu sendiri bermula dari United yang tidak terima karena menganggap bahwa si pembuat karya telah melanggar hak kekayaan intelektual klub dengan mengubah citra klub untuk meraup 500 paun untuk dana amal.

Hal ini lalu membuat Manchester United mengatakan secara resmi bahwa gambar atau atribut kekayaan intelektual klub yang lain hanya diizinkan untuk diproduksi jika si pembuatnya memiliki lisensi kerjasama dengan klub. Sontak pernyataan ini memunculkan respons dari Panini Cheapskates.

Di sisi lain, Panini Cheapskates sendiri adalah pembuat karya artistik yang saat ini telah mengumpulkan dana kurang lebih sebesar 12 ribu paun untuk dana amal dengan membuat stiker mirip pemain sepakbola. Namun, pembuatan karakter pada stiker yang mereka buat telah membuat Manchester United sedikit marah, karena beberapa di antaranya sangat melibatkan kekayaan intelektual klub mereka.

Sontak hal itu membuat United merespon dengan menyuruh Panini Cheapskates agar berhenti menjual “gambar jelek” dari mantan pemain dan lambang klub mereka. Dua orang bernama Alex dan Sian Pratchett, yang membuat gambar di Panini Cheapskates, lalu merespons kecaman United tersebut di akun twitter mereka.

Mereka berdalih bahwa mereka mereasa pantas untuk membuat stiker-stiker artistik tersebut setelah sempat menjadi perhatian ketika mereka berinisiatif untuk mengisi album Piala Dunia 2014 dengan sketsa improvisasi yang sama. Meski selalu kelihatan buruk, namun sketsa tersebut adalah cara mereka dalam menghemat semua pengerjaannya.

Maka sejak saat itu, popularitas proyek Panini Cheapstakes, termasuk akun sosial media mereka @CheapPanini, telah menjadi pusat perhatian dan karya mereka pun dijual secara online. Namun tetap saja, dalih tersebut tidak membuat Manchester United merasa diuntungkan, dan justru semakin memperburuk citra mereka.

“Manchester United telah menghubungi kami, dan menyuruh kami agar berhenti membuat dan menjual gambar buruk mantan pemain mereka. Padahal jika Anda ingin memesan satu sekarang, Anda bisa langsung menghubungi kami. Tapi sekarang, kami terkejut. Kami tidak merasa kesal atau marah, tapi mereka (United) mengatakan itu secara resmi,” tutur Alex kepada The Guardian.

“Kami pun berinisiatif membuat satu atau dua tweet yang mungkin sedikit mengungkapkan rasa frustrasi kami, tetapi kami tidak benar-benar memiliki moral yang tinggi untuk melanjutkan projek ini karena di mata hukum kami mungkin menjadi yang paling disalahkan. Kami tampaknya cukup melanggar merek dagang mereka ketika kami membuat lambang United.”

Pasangan pembuat karya artistik itu kemudian menuliskan sebuah tweet dengan salah satu gambar logo Manchester United yang mereka buat, dan gambar tersebut benar-benar jauh dari kata sempurna. Dengan melihat hal ini, mungkin wajar agaknya mengapa United secara resmi menyoroti rekam jejak pembuatan karya Panini Cheapstakes ini dengan sebutan “pencurian kekayaan intelektual” dan “memperburuk citra klub”.


Seorang juru bicara dari Manchester United kemudian menjelaskan masalah ini kepada BBC. Ia mengatakan bahwa menggunakan kekayaan intelektual Manchester United, termasuk gambar logo klub dan mantan pemain mereka, merupakan sesuatu hal yang melanggar aturan. Ia juga menambahkan jika izin resmi untuk membuat hal-hal seperti itu hanya ada pada produsen yang memiliki lisensi kerjasama dengan United.

“Penggunaan kekayaan intelektual Manchester United secara sembarangan adalah hal yang melanggar. Izin untuk menggunakan kekayaan intelektual klub kami hanya akan diberikan kepada pemegang lisensi resmi, mitra, dan sponsor klub. Karena itu, produksi milik Panini Cheapskates ini tidaklah legal meski menampilkan kata Manchester United. Mereka telah melanggar hak kekayaan intelektual kami,” jelas juru bicara Manchester United.

Maka sejak pernyataan resmi dari United, Panini Cheapstsakes akhirnya secara terang-terangan akan melakukan inovasi dan menemukan cara yang lain untuk mengatasi ancaman pelanggaran yang telah mereka lakukan selama ini.

 

Sumber: The Guardian