Ketika pertama kali ditunjuk menangani Manchester United, Ole Gunnar Solskjaer berjanji akan meniru pendekatan personal seperti yang dilakukan Sir Alex Ferguson. Salah satunya adalah “hair dryer treatment”. Dengan percaya diri Ole mengungkapkan keinginannya menyemprot para pemain yang dianggapnya tidak tampil baik agar mereka sadar akan lambang United di dada.

“Mungkin saya harus menggunakan hair dryer, karena saya punya itu kok (hair dryer dalam arti sebenarnya)! Saya tidak takut untuk melakukannya. Ketika anak Anda berbuat salah, maka Anda akan menghukumnya, bukan? Seperti tidak mendapatkan coklat dan sebagainya. Jadi, menangani pemain itu sama seperti menangani anak-anak. Anda ingin membimbing mereka, membantu, dan menginginkan yang terbaik dari mereka,” tutur Solskjaer.

Hair dryer treatment adalah salah satu kunci kesuksesan Sir Alex Ferguson menangani Manchester United selama 26 setengah tahun kariernya. Meski mengaku hanya enam kali memakai metode ini, namun Fergie nampaknya sering melakukan hal tersebut. Semprotan pria Skotlandia ini sangat pedas sehingga banyak yang memilih untuk menghindarinya. Cara untuk menghindarinya sangat gampang, yaitu dengan bermain bagus di setiap pertandingan.

Ole Gunnar Solskjaer sempat melakukan hal serupa. Ketika timnya tampil buruk melawan Reading pada babak tiga Piala FA, dia dikabarkan marah dengan beberapa pemain yang bermain buruk. Dampak dari semprotan Solskjaer langsung terasa ketika mereka kembali tampil bagus sebelum mengalami penurunan setelah menang di Paris beberapa waktu lalu.

Dalam situasi sekarang ini, Solskjaer nampaknya harus mengeluarkan lagi semprotan ala Fergie kepada para pemainnya. Kekalahan 4-0 melawan Everton tidak bisa diterima. United kembali berada dalam situasi yang mengerikan setelah sebelumnya para pemain bisa tampil sesuai keinginan dan harapan.

Ruang ganti nampak kacau. Daily Mail melansir, para pemain saling tunjuk satu sama lain terkait kesalahan mereka hari Minggu kemarin. Kekacauan demi kekacauan terus terjadi. Sumber di ruang ganti mengatakan kepada Manchester Evening News kalau ada beberapa ego pemain yang sempat menghilang di era Solskjaer, kembali muncul layaknya di era Jose Mourinho.

Tidak hanya itu, kelompok pemain pun terpecah menjadi dua kubu. Menurut Miguel Delaney, kolumnis independent, sebagian pemain yang berasal atau berbicara bahasa Spanyol seperti Bailly, Mata, Herrera, Valencia, De Gea, dan Rojo, siap dilepas akhir musim nanti karena mempengaruhi keharmonisan ruang ganti tim.

Solskjaer mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan performa United menurun. Taktiknya kini sudah bisa dibaca oleh lawan-lawannya. Namun melihat dukungan saat ini lebih condong berada kepada dirinya, maka ia harus memanfaatkan dukungan tersebut dengan baik. Salah satunya adalah mengembalikan kembali mentalitas tim ini menjadi lebih baik lagi. Caranya adalah dengan bersikap tegas. Hal ini yang sedang ia lakukan dalam beberapa hari terakhir meski ia mengemas sindirannya tersebut dengan kata-kata secara halus.

“Semua pemain merasa kecewa. Pada pertandingan melawan City nanti, tidak ada tempat bagi mereka bagi sembunyi. Saya sudah mengatakan berkali-kali, selama Anda memberikan segala upaya di atas lapangan, maka para pendukung akan selalu mendukung Anda,” tuturnya.

“Pemain yang sudah berpuas diri tak akan pernah bertahan di klub ini. Akan ada beberapa nama yang masih menjadi bagian dari skuad saya, dan ada beberapa pemain yang tidak akan menjadi bagian dari tim saya.”

Teguran keras perlu ia berikan kepada siapa saja yang ia anggap bermain tidak serius. Kesebelasan ini kehilangan karakter yang membuatnya tidak lagi ditakuti. Dengan cara itu, dia akan tahu siapa saja yang bersungguh-sungguh bermain bersama Manchester United sehingga di sisa pertandingan ini, dia bisa memainkan para pemain yang mau berjuang membawa tim ini finis di peringkat keempat.

Solskjaer harus melakukan itu apabila dia ingin memenuhi mimpinya seperti yang ia ungkapkan sesaat setelah kekalahan melawan Everton. “Saya ingin sukses di sini,” tuturnya. Untuk mewujudkan mimpinya, maka ia butuh pemain-pemain terbaik yang mau mati-matian berjuang bersama dirinya.

Namun Solskjaer juga harus paham kalau dia membawa bekal yang tidak terlalu mewah ke klub ini sebagai seorang manajer. Jika Mourinho dan Van Gaal yang bisa merajai Eropa saja gagal bersama United, maka ancaman lebih besar justru datang ke arah Solskjaer yang hanya datang dari kompetisi peringkat ke-23 di Eropa. Liga Norwegia setara dengan liga Kazakhstan dan liga Azerbaijan. Bahkan Real Madrid pun tidak akan melakukan tindakan seberani apa yang dilakukan United.

Pemahaman taktiknya perlu ditambah lagi agar bisa membentuk skuad yang ideal. Pelatih dengan taktik yang bagus ditambah dengan pemain berkarakter dan memiliki rasa lapar untuk sukses, serta manajemen yang memiliki visi dan misi yang sejalan dengan tim pelatih, maka akan menghasilkan sebuah kesebelasan yang kuat dan bisa percaya diri menjadi penantang gelar di tiap musimnya.

Dalam sebulan terakhir, United membuat banyak orang sangat prihatin terhadap mereka. Dari legenda sampai manta pemain rival, beberapa dari mereka mengungkapkan rasa herannya terhadap United yang tersungkur hampir di segala sisi. Solskjaer harus membangkitkan tim ini dari tidur nyenyaknya. Tugas yang tentunya tidak mudah untuk dilakukan The Baby Faced Assasin.