Foto: Independent.co.uk

Penyerang sayap Olympique Lyon, Memphis Depay, akhirnya mengungkapkan alasan mengapa dirinya gagal ketika membela Manchester United. Ia merasa kalau kegagalannya tersebut diakibatkan dirinya yang suka menyalahkan orang lain. Hal ini ia ungkapkan dalam buku autobiografinya berjudul ‘Heart of a Lion’ yang baru saja dirilis beberapa hari lalu.

Memphis sendiri hanya memperkuat United selama satu setengah musim saja sejak dibeli dari PSV pada 2015. Ada ekspektasi besar yang diberikan kepada Memphis mengingat ia datang dengan status top skor dan pemain terbaik Eredivisie. Ia diharapkan bisa menambah kreativitas lini depan United.

Akan tetapi, harapan tersebut gagal menjadi kenyataan. Memphis hanya membuat tujuh gol saja dalam 53 pertandingan dan menjadi salah satu rekrutan gagal United selepas era Sir Alex Ferguson. Pada Januari 2017, ia memutuskan pindah ke Liga Prancis untuk memperkuat Lyon.

Memphis merasa kalau kegagalannya tersebut dikarenakan tingkahnya yang suka mencari-cari kesalahan orang lain. Dua sosok yang menjadi kambing hitam terkait performanya adalah Louis van Gaal dan Jose Mourinho.

“Bersama Van Gaal, saya bingung dengan taktiknya. Tapi kalau saya tidak mengikuti perintahnya, saya pasti kehilangan tempat. Van Gaal tidak suka pemain yang membantah. Sementara saya tidak bisa mendapatkan performa saya dengan permainan seperti yang Van Gaal terapkan. Saya merasa permainan terbaik saya akan keluar di sisi kiri dan berlari penuh kebebasan. Saya tidak paham, United membeli saya karena kualitas saya di PSV dan timnas Belanda. Setelah itu, mereka menempatkan saya dalam peran yang saya sendiri tidak mengerti,” tuturnya seperti dikutip Manchester Evening News.

“Kembali melihat ke belakang, saya punya beberapa alasan kalau Van Gaal tepat menaruh saya beberapa kali di bangku cadangan. Saya tidak mencapai level yang saya perlukan untuk berhasil. Tetapi ketika Mourinho datang, situasinya berbeda. Awalnya saya percaya diri dan tampil bagus dalam sesi latihan. Tapi situasi saya tidak berubah. Bahkan pemain seperti Ibra, Carrick, dan Pogba saja heran mengapa saya tidak pernah mendapat kesempatan. Mourinho mengatakan kepada saya kalau dia senang dengan latihan dan sikap saya. Akan tetapi, kesempatan itu tidak pernah datang,”

Setelah kejadian tersebut, Memphis mengaku kesal dan mulai tidak menyukai sepakbola. Ia menganggap kalau dunia tidak berpihak dan tidak sesuai dengan keinginannya meski ia sebenarnya menjalani kehidupan yang sungguh mewah sejak menjadi pemain Manchester United.

“Saya kehilangan diri saya di Manchester. Itu adalah masalah yang sebenarnya. Butuh beberapa tahun untuk sadar tentang hal itu. Selama di Manchester, saya selalu menyalahkan orang. Saya menyalahkan Van Gaal, Mourinho, dan menganggap dunia menentang saya. Tetapi saya tidak menyalahkan diri saya. Tapi saya sadar kalau kehidupan tidak pernah berjalan seperti itu.”

“Setelah latihan, saya tidak ingin melihat siapa pun. Mental saya buruk. Semakin hari semakin memburuk. Dari luar, kehidupan saya baik: tinggal di Manchester, punya rumah indah, mengendarai mobil mewah. Tapi saya tidak bahagia. Saya tidak bahagia dalam bermain sepakbola, hal yang seharusnya menjadi hal yang paling indah dalam hidup. Makin bertambah hari, rasa frustrasi saya makin bertambah,” tuturnya menambahkan.

Bersinar di Lyon dan Makin Dewasa

Pergi dari MU nyatanya memberi dampak baik bagi Memphis. Bersama klub yang pernah tujuh kali beruntun menjuarai League 1 ini, permainan terbaiknya kembali muncul. Dua setengah musim di sana, Memphis mencetak 39 gol dari 115 penampilan. Musim 2017/2018 menjadi musim terbaiknya saat ia membuat 22 gol.

Tiga musim di Lyon tidak hanya mengembalikan kepercayaan diri Memphis sebagai pemain sepakbola. Namun juga membuat perilakunya berubah. Jauh dari Tuhan ia anggap sebagai penyebab kegagalannya di United. Kembali mendekatkan diri dengan Tuhan ia jadikan sebagai jalan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih dewasa.

“Sekarang saya tahu masalahnya. Saya mengabaikan kepercayaan saya kepada Tuhan. Itulah alasan mengapa saya merasa sendirian di United. Anda tidak akan berhasil jika hanya mengurus masalah sendiri. Saya mencari-cari alasan untuk membenarkan kegagalan. Saya bersembunyi di balik kenyataan saat itu. Hanya ada satu kesimpulan yaitu saya kehilangan Tuhan. Hanya ada satu orang yang patut disalahkan yaitu aku,” tuturnya.

Kembali ke United?

Ketika Memphis pergi dari United ia mengucapkan kalimat “Anda akan melihat saya berada di puncak” kepada Mourinho. Ucapan yang hanya dibalas singkat tapi penuh makna oleh Mourinho, “Semoga suatu saat Anda pulang ke Manchester United”. Ada sinyal kalau Mourinho masih mengharapkan Memphis untuk kembali.

Bukan hal sulit bagi United untuk merekrut Memphis kedua kalinya. Mereka punya klausul buy back yang menguntungkan United jika mereka ingin membawa pulang pemain berusia 25 tahun tersebut untuk kembali bermain di Old Trafford.

Beberapa suporter United juga mendukung apabila Memphis direkrut kembali. Di tengah sulitnya menggaet pemain anyar, membawa pulang kembali rekrutan lama bisa menjadi pilihan yang bijak. Apalagi Memphis masih menjaga hatinya untuk Manchester United. Akan tetapi, Liverpool kini sedang berusaha untuk meyakinkan Memphis kalau Si Merah jauh lebih baik dari mantan timnya tersebut.