Foto: Twitter

Tidak dapat dihindari bahwa Manchester United pada akhirnya gagal masuk ke zona empat besar di klasemen Premier League. Segalanya telah sirna, dan meski sudah di asuh oleh Ralf Rangnick, nasib baik tidak kunjung datang. United malah lebih cenderung akan menderita dengan cara yang sama seperti yang dialami Ole Gunnar Solskjaer.

Roy Keane pernah meramalkan kalau “para pemain United ini akan melempar Ole ke bawah bus, seperti mereka telah melempar manajer lain ke bawah bus”. Dan terjadilah, bahkan seorang manajer interim seperti Rangnick harus mendapatkan hal yang sama karena inkonsistensi yang ada pada skuatnya.

Jadi ketika suporter United memilih untuk meneriakkan nama Solskjaer di laga melawan Brighton seharusnya itu tidak terasa mengejutkan. Mereka bahkan menyanyikan namanya sama seperti saat ia masih menjadi manajer (yang gagal) di Old Trafford. Karena mungkin bagi suporter Setan Merah, Solskjaer adalah legenda klub yang bonafid. Ia akan selalu mendapat kasih sayang dari mereka.

Beberapa suporter United sendiri bahkan ada yang sampai mengingat kembali rekor manajer Solskjaer sebagai semacam pengakuan. Di mana ternyata rekor manajernya tidak terlalu buruk. Ada beberapa alasan untuk argumen itu. Dan tentu saja salah satunya adalah ketika United finis kedua di liga dan masuk ke final Europa League di musim lalu.

Sebenarnya Solskjaer telah melakukan pekerjaan yang layak di Old Trafford. Apalagi ia diberi banyak uang belanja oleh klub –terlepas dari kesalahan yang ia lakukan di bursa transfer. Selain itu ia juga didukung dengan sejumlah kompensasi waktu untuk merealisasikan “reset budaya” di klub. Meskipun pada akhirnya United masih jauh dari tertiggal dari Manchester City.

Harus diakui, manajer asal Norwegia itu cacat secara taktik dan tampaknya tidak mungkin mampu mengembalikan Manchester United kembali menguasai liga Inggris. Namun ketika ia memiliki skuat dengan beberapa pemain hebat seperti Raphael Varane, Jadon Sacnho dan superstar Cristiano Ronaldo, ia justru harus pergi karena dipecat sebelum tengah musim.

Memang aneh. Sebuah tim dengan berisikan David de Gea, Luke Shaw, Raphael Varane, Bruno Fernandes, Jadon Sancho dan Cristiano Ronaldo seharusnya tidak kalah 4-1 dari Watford. Tapi itu juga nyatanya terjadi pada skuat dengan pemain yang (hampir) sama ketika United kalah 4-0 dari Brighton pekan lalu. Dari sini jelas memperlihatkan kalau Rangnick menunjukkan kesamaan seperti apa yang telah dialami Solskjaer sebelumnya.

“Saya ingat saat saya menonton pertandingan tandang United melawan Watford. Di sana mereka (United) dikalahkan 4-1 oleh Watdord yang sekarang telah resmi terdegradasi. Dan hari ini terlihat sangat mirip dengan apa yang terjadi di hari itu,” ujar Ralf Rangnick dikutip MEN Sports.

Adegan di akhir pertandingannya juga serupa. Dengan para pemain Manchester United mengangkat tangan mereka untuk meminta maaf saat kemarahan dari para suporter mendidih hingga titik didih yang paling tinggi. Para suporter itu sangat kecewa lantaran timnya kembali gagal mendapat gelar, dan bahkan lebih parahnya, gagal masuk ke zona Liga Champions.

Maka dari sini ungkapan sederhananya adalah; Solskjaer dan Rangnick bukan sosok manajer yang sempurna untuk United. Mereka berdua, kalau boleh dinilai, statusnya sama saja. Walaupun di satu sisi mereka berdua sudah pantas mendapatkan yang lebih baik dari pemain mereka musim ini.

Karena mau bagaimana lagi, kenyataan yang mereka jalani memang sulit. Semua yang ada di skuatnya adalah masalah. Kalaupun Solskjaer, Rangnick, dan petinggi klub (terutama Glazer) dianggap salah di musim ini, tapi sebagian besar kesalahan mereka ada pada pundak para pemainnya.

Hanya Erik ten Hag mungkin yang akan menuntut sesuatu lebih baik untuk skuatnya di musim depan. Karena di sisi lain ia dinilai jauh lebih baik dari sisi taktis ketimbang Solskjaer atau Rangnick. Bahkan kabarnya ia sudah berkeinginan akan melepas sejumlah pemain United dan menggantinya di bursa transfer.