Sudah bertahun-tahun rasanya kampanye Say No To Racism, Kick Racism Out of Football, atau Respect Diversity digaungkan banyak otoritas sepakbola di Eropa. Nyatanya, rasisme masih sering muncul dalam olahraga global ini. Jika sebelumnya serangan rasis dikeluarkan oleh suporter lawan, kali ini rasisme justru bisa datang dari para suporternya sendiri.

Hanya dalam satu minggu, tiga pemain sepakbola yang bermain di Inggris menjadi korban serangan rasis. Ajaibnya, ketiga pemain ini mendapat serangan rasial setelah melakukan kesalahan yang sama yaitu gagal menendang penalti. Mereka adalah Tammy Abraham (Chelsea), Yakou Meite (Reading), dan Paul Pogba (Manchester United).

Pogba menjadi pemain teranyar yang menjadi korban dari perilaku merendahkan tersebut. Kegagalan menendang penalti melawan Wolverhampton menjadi penyebab United gagal menang di kandang Wolves sekaligus membuat mereka gagal di puncak. Kegagalan ini membuat Pogba menanggung penghinaan yang ditujukan kepadanya melalui akun instagram dan Twitter pribadinya.

Beruntung, United mengambil sikap atas kejadian ini. Mereka langsung mengutuk sikap segelintir orang-orang yang mengaku sebagai pendukung Manchester United tersebut. Sangat memprihatinkan memang mengingat beberapa pekan sebelumnya, mereka sedang gencar-gencarnya mempromosikan program All Red All Equal yang menjunjung tinggi keberagaman dan sikap saling menghormati.

“Kami mengutuk perilaku rasis kepada Paul Pogba. Komentar-komentar tersebut sangat menjijikan. Orang-orang yang mengekspresikan pandangan rendah seperti itu tidak mencerminkan nilai klub ini. Manchester United tidak akan memberikan toleransi atas sikap rasis dan diskriminasi. Kami memegang kuat komitmen untuk melawannya melalui kampanye #AllRedAllEqual,” tutur pernyataan resmi United.

Gelandang asal Prancis ini juga mendapat dukungan dan perlindungan dari dua rekannya. Marcus Rashford menyebut kalau menyerang Pogba sama saja dengan menyerang semua elemen di Manchester United. Di sisi lain, Harry Maguire memberi pesan kalau media sosial seharusnya disertai dengan verifikasi yang melibatkan tanda pengenal seperti paspor atau SIM sehingga siapa yang berlaku rasis bisa segera ditindak. Apalagi Maguire menyebut kalau mayoritas penggemar yang bertindak rasis biasanya berlindung di akun palsu.

Rasisme Suporter Manchester United

Pogba bukanlah kisah baru dari rasisme yang berkeliaran di tubuh suporter Manchester United. Sebelumnya, Ashley Young mendapat perlakukan serupa. Permainan buruk ketika melawan Barcelona menjadi alasan para penggemar United menyerangnya secara berlebihan dengan dalih memberikan kritik. Beberapa kata kasar seperti ‘kulit hitam’, ‘negro’, dan ‘monyet’ saat itu berkeliaran di akun media sosial Young.

Ketika pertama kali mengenakan seragam Manchester United, Romelu Lukaku langsung disambut dengan chant yang berbunyi: “Romelu Lukaku, dia pencetak gol asal Belgia yang jenius, dengan ukuran penis 24 inci, mencetak gol, dengan jari kakinya.” Striker Belgia tersebut memang mencetak beberapa gol setelah didatangkan dari Everton namun ia tidak nyaman dengan nyanyian tersebut.

“Saya mendapat dukungan sejak bergabung ke Manchester United. Penggemar mungkin bermaksud baik dengan lagu-lagu mereka. Tapi akan lebih baik jika kita bergerak bersama-sama. #HormatiSatuSamaLain,” tutur Lukaku yang disampaikan langsung melalui akun Twitter resmi MU.

Pada akhir 2017 lalu, Kick It Out (pegiat anti rasisme) melaporkan sebuah video yang berisi sekelompok penggemar United yang menyanyikan lagu ofensif kepada Shinji Kagawa. Penggalan lagu tersebut berisi peristiwa sejarah kelam di Pearl Harbour pada Perang Dunia II.

“Namanya Shinji, Shinji! Nama keduanya adalah Kagawa, Kagawa, Kagawa! Dia adalah pasangannya Carrick, pasangannya, pasangannya! Kakeknya yang mengebom Pearl Harbour, Pearl Harbour!” begitu isi lirik lagu tersebut.

Serangan rasis bahkan tidak hanya menyasar para pemain Setan Merah saja. Terkadang sesama suporter pun mereka masih sering mengolok satu sama lain hanya karena latar belakangnya. Kepada GQ Magazine, Jagroop Dhillow, pernah menceritakan rasanya mendapat perlakukan rasis bahkan oleh suporter United sendiri. Padahan, Jagroop adalah penggemar garis keras United yang kerap mendukung tim baik kandang maupun tandang.

“Saya pernah mengalami dua masalah. Saat perjalanan tandang ke stadion Manchester City, saya diserang dengan kata-kata ‘persetan kamu Paki (orang Pakistan)’. Padahal saya adalah orang India. Yang berikutnya terjadi pada 2013 saat mendukung Stoke. Lagi-lagi saya dianggap orang Pakistan. Saya ditanya oleh pendukung United mengapa saya ada di sana,” tuturnya.

Nama besar Manchester United ternyata tidak menjamin kalau mereka memiliki fans yang baik. Fox Sports melansir data dari Home Office yang menunjukkan kalau ada 27 penggemar United yang sudah ditahan dalam lima tahun terakhir (2014/15-2018/19) karena kasus rasisme. Angka ini adalah yang terbanyak dari beberapa penggemar klub lain seperti Leeds United dan Millwall (15 orang), Leicester City (14 orang), dan Chelsea (13 orang).

***

Suka atau tidak suka dengan Paul Pogba, sejatinya rasisme tidak memiliki tempat di kehidupan mana pun, termasuk sepakbola. Kita semua sudah muak dengan rasisme karena rasisme adalah perbuatan keji yang sangat mengerikan. Sepakbola adalah permainan yang harus dirayakan dengan suka cita tanpa adanya rasa takut untuk dihina.

Say No To Racism