Foto: Marca

Selain tidak berjodoh dengan trofi, setidaknya dalam empat musim terakhir, Manchester United juga kerap tidak menemui keberuntungan ketika menghadapi adu penalti.

Menderita kekalahan dalam sebuah pertandingan adalah sesuatu yang menyakitkan di sepakbola. Namun, sakitnya akan lebih terasa dua kali hebatnya jika kekalahan tersebut diterima dalam babak adu penalti.

Kalau tidak percaya, tanyakan saja pada Roberto Baggio. Pada Piala Dunia 1994, ia tampil sangat baik dalam membawa Italia ke laga puncak. Sayangnya, pada laga penentuan melawan Brasil tersebut, Italia kalah dalam drama adu penalti. Tendangan Baggio yang menjadi penentu kekalahan tersebut.

“Penalti itu terus membekas. Saya masih belum bisa menerima apa yang terjadi pada hari itu. Hal positifnya adalah kegagalan tersebut membantu saya untuk lebih rendah hati,” ujar Baggio.

Der Kaizer, Franz Beckenbauer, juga menyampaikan pendapatnya tentang adu penalti. Menurut legenda Bayern Munchen ini, adu penalti adalah penentu kemenangan yang tidak adil karena tidak mencerminkan pertandingan sebenarnya. Kesebelasan yang dalam pertandingan sebenarnya berpeluang besar untuk kalah justru bisa menang hanya dari adu penalti.

Adu penalti tidak hanya berbicara soal keberuntungan. Dibutuhkan mental, ketenangan, pengalaman, dan skill untuk bisa mengatasi tekanan tersebut. Sayangnya, lima aspek ini seperti tidak dimiliki oleh Manchester United ketika menghadapi situasi serupa dalam sebuah pertandingan.

***

United dan adu penalti kerap tidak berjodoh. Alih-alih senang, United lebih banyak sakitnya ketika dihadapkan pada situasi ini. Entah apa ada klub lain yang catatan adu penaltinya seburuk dengan apa yang dimiliki United saat ini.

Sebenarnya, United bukannya tidak pernah menang ketika bermain dalam adu tos-tosan ini. Pada Community Shield 1993, United menang adu penalti atas Arsenal. Bahkan sejak 2007 hingga 2009, United memenangkan empat adu penalti mereka secara beruntun. Salah satunya adalah adu penalti di Moskow yang bersejarah itu.

Sayangnya, keberuntungan itu tidak pernah hadir lagi. Dalam 12 tahun terakhir, kita melihat United yang kerap tidak berdaya ketika menghadapi undian bernama adu penalti.

Ketika tahu nasib United pada Piala FA akan ditentukan dalam adu penalti, seketika saya pribadi merasa pesimis. Meski punya eksekutor yang handal seperti Mata, Bruno, hingga Ronaldo, namun pengalaman selama rentang waktu tersebut memang sulit untuk ditepikan.

Kesialan itu akhirnya datang pada penendang kedelapan. Saat itu, Anthony Elanga yang dipercaya untuk menyamakan kedudukan. Akan tetapi tendangannya melambung.

Hal ini sudah pasti merusak momentum bagus Elanga yang sudah terjadi dalam beberapa pertandingan terakhir. Inilah yang membuat pria Swedia itu langsung lemas seketika tendangannya tidak menemui sasaran.

Ia tidak kuasa menanggung beban. Apalagi saat itu babak penalti sudah masuk Sudden Death. Kakinya tampak terlalu berat sehingga kekuatan tendangannya pun justru membuat bola melambung.

Akan tetapi, Rangnick memang tidak punya pilihan lain. Memasukkan Elanga dalam babak normal dimaksudkan untuk menambah daya gedor United. Seketika laga harus ditentukan dalam adu penalti maka Elanga punya kewajiban untuk menendang.

“Siapa pun bisa membayangkan perasaannya. Dia hancur dan sangat kecewa. Dia adalah penendang kedelapan dengan semua penaltinya masuk. Kami akan mencoba untuk terus di sisinya karena kegagalan ini bisa terjadi kepada siapa saja dan kami tidak punya pilihan selain penendang yang belum menendang,” kata Rangnick.

Satu hal positif yang terlihat adalah betapa erat persaudaraan diantara pemain United. Mereka-mereka yang senior langsung menghampiri Elanga dan meminta untuk tetap menegakkan kepala.

***

Elanga memang tidak perlu bersedih. Benar apa yang diucapkan oleh Rangnick kalau kegagalan menendang penalti bisa terjadi kepada siapa pun termasuk pemain hebat sekalipun. Bahkan sebelum Elanga gagal, Ronaldo sudah gagal lebih dulu pada waktu normal.

Yang menjadi masalah tentu data yang menunjukkan kalau United begitu buruk dalam adu penalti. Sejak final Piala Liga 2009, United menghadapi delapan kali adu penalti. Sayangnya, hanya satu yang berakhir dengan kemenangan ketika melawan Rochdale pada Piala Liga 2019/20.

Sisanya, United kalah semua termasuk pada semifinal Piala FA 2009 dan final Europa League musim lalu. Bahkan ada beberapa laga dimana kita disuguhkan eksekusi yang begitu buruk dari pemain United.

Pada semifinal Piala Liga 2014 melawan Sunderland, empat penendang United yaitu Welbeck, Januzaj, Jones, dan Rafael gagal menjalankan tugasnya. Welbeck dan Jones tendangannya terlalu tinggi sedangkan Januzaj dan Rafael terlalu pelan. Oleh Guardian, adu penalti ini adalah salah satu yang terburuk dalam sepanjang sejarah sepakbola.

Sebelum laga semalam, Middlesbrough mempermalukan United dengan cara yang sama pada 2015. Tiga pria Inggris dengan pengalaman segudang yaitu Rooney, Carrick, dan Young gagal semua.

Serentetan kegagalan ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah United memang tidak pernah melatih situasi adu penalti dalam sesi latihan, ataukah para pemain ini selalu terbebani psikologisnya mengingat mereka bermain untuk United yang dituntut menang di setiap pertandingan?

United dan Adu Penalti

Pertandingan Lawan Hasil
Piala UEFA 1984/85 Videoton Kalah 6-5
Piala UEFA 1992/93 Torpedo Moscow Kalah 4-3
Community Shield 1993/94 Arsenal Menang 5-4
Community Shield 1997/98 Chelsea Menang 5-3
Community Shield 2003/04 Arsenal Menang 5-4
Piala FA 2004/05 (Final) Arsenal Kalah 5-4
Community Shield 2007/08 Chelsea Menang 4-1
Champions League 2007/08 (Final) Chelsea Menang 6-5
Community Shield 2008/09 Portsmouth Menang 3-1
Piala Liga 2008/09 (Final) Tottenham Hotspur Menang 4-1
Piala FA 2008/09 Everton Kalah 1-4
Community Shield 2009/10 Chelsea Kalah 1-4
Piala Liga 2013/14 Sunderland Kalah 1-2
Piala Liga 2015/16 Middlesbrough Kalah 1-3
Piala Liga 2018/19 Derby County Kalah 9-10
Piala Liga 2019/20 Rochdale Menang 6-5
Europa League 2020/21 (Final) Villarreal Kalah 12-11
Piala FA 2021/22 Middlesbrough Kalah 9-8