Jika membahas Manchester United dan Paris Saint Germain, maka ingatan kita akan tertuju kepada sosok Laurent Blanc. Kedua klub yang terkenal kaya di dunia sepakbola Eropa tersebut, memiliki keterkaitan erat dengan penggawa yang memberikan dua gelar bagi Tim Ayam Jantan.

Blanc pernah memperkuat United pada musim panas 2001 atau ketika usianya sudah menginjak 36 tahun. Usia yang cukup terlambat untuk memperkuat Setan Merah. Ia direkrut untuk menggantikan posisi Jaap Stam yang pindah ke Lazio. Meski hanya memperkuat United dua musim saja, dan sempat menjadi bahan olokan pada musim pertama, namun kehadiran Blanc saat sukses membantu Setan Merah merebut gelar liga yang hilang setelah direbut dari Arsenal pada musim sebelumnya.

“Saya sedang bermain di Auxerre dan Cantona menelepon saya lalu berkata kalau saya bisa datang ke United pada 1996. Saya berkata, “Eric, kami memiliki masalah besar. Saya baru saja memperpanjang kontrak dengan Barcelona. Saya berusia 30 tahun dan saya pikir saya masih punya banyak waktu bermain di Inggris,” ujarnya kepada The Times.

Prediksi Blanc ternyata salah. Di usia yang mendekati kepala empat, fisiknya sudah tidak sanggup mengimbangi sepakbola Inggris. Bahkan tidak jarang, ketika United tidak meraih kemenangan, para pendukung menyalahkan Blanc sebagai biang keladi kegagalan United.

Meski sebentar, namun Blanc memiliki banyak cerita bersama United. Yang paling dia kenang adalah ketika menghadapi sosok keras macam Roy Keane. Blanc yang usianya delapan tahun lebih tua dari Keane, kerap beradu argumen terkait sikap pemain Irlandia tersebut. Blanc yang kalem dan cenderung pendiam harus menghadapi Keane yang suka marah-marah dan emosional.

“Saya dan Keane seringkali berhadapan satu sama lain. Saat itu saya sudah bukan bayi lagi dan berusia 35 tahun. Saya berkata ‘Roy kamu tidak bisa berbicara dengan pemain lain seperti itu’. Kami sering adu argumen, tetapi saya maklum kalau itu dilakukan karena dia ingin menang.”

Sementara PSG adalah kesebelasan tempat Blanc meraih kesuksesan sebagai pelatih. Masuk pada 2013 setelah menangani tim nasional Prancis, Blanc membawa klub ini meraih tiga gelar juara Liga Prancis, dua gelar Piala Prancis, dua gelar Piala Liga Prancis, dan trophee des Champions atau Community Shield nya Prancis.

Meski begitu, karier Blanc tidak berlangsung panjang di Parc Des Princes. Ambisi PSG yang menginginkan gelar Liga Champions membuat prestasi Blanc seperti tidak ada artinya karena langkah mereka di Eropa selalu gagal. Satu hal yang menyakitkan dirinya adalah ketika dikalahkan Chelsea asuhan Mourinho melalui gol tandang pada 2014.

Padahal Qatar Sports Investments (QSI) selaku owner sudah mengeluarkan banyak uang untuk mengumpulkan pemain-pemain terbaik dari seluruh dunia seperti Zlatan Ibrahimovic, Edinson Cavani, hingga Thiago Silva. Namun itu semua hanya memberikan kesuksesan untuk PSG di kompetisi domestik, dan bukan di Eropa.

“Setiap tahun, Anda berpikir saatnya PSG juara. Tapi ada Barcelona, Real Madrid, Juventus, United. Mereka punya pengalaman. Paris harus mencapai 100 persen level mereka tapi itu tidak pernah terjadi.”

“Setiap Minggu, mereka bisa menguasai bola hingga 70 persen. Itu tandanya mereka tidak perlu bekerja keras. Tapi mereka tidak pernah merasakan bagaimana kehilangan bola, bertarung dalam lima menit terakhir, lalu mereka datang ke pertandingan penting seperti fase gugur Liga Champions.”

Nyaris Menjadi Pelatih United

CV yang mentereng bersama PSG sempat membawanya menjadi kandidat pelatih United hingga tiga kali. Yang pertama adalah saat Sir Alex Ferguson pensiun. Bersama Carlo Ancelotti, Jose Mourinho, dan Pep Guardiola, Blanc ditargetkan menjadi penerus. Bahkan pada musim panas 2014, Blanc sudah melakukan diskusi kepada pihak United meski pada akhirnya negosiasi tidak menemui kata sepakat karena United memilih Louis Van Gaal.

“Saya mendapat telepon dari seorang direktur klub, tapi saya lebih suka unntuk tidak mengatakan kepada siapa pun dan melakukan diskusi secara tertutup. Tetapi saya saat itu sudah berada di Paris sehingga sulit bagi saya menerima tawaran tersebut. Mereka (United) akhirnya menjalin kerja sama dengan Van Gaal,” kata Blanc.

Yang ketiga tentu saja terjadi pada Desember lalu. Saat Mourinho dipecat, Blanc disebut sebagai calon kuat untuk menjadi pengganti. Akan tetapi, Blanc diberitakan menolak tawaran tersebut karena ia menginginkan kontrak jangka panjang sementara pihak United ingin mengangkat pelatih sementara terlebih dahulu sebelum mencari pengganti yang tepat. Akhirnya United memilih Ole Gunnar Solskjaer yang mengejutkan Inggris lewat 10 kemenangan dan satu hasil imbang yang didapat.

“Saya tidak percaya mereka (United) mengganti pelatih dan dua hari kemudian, tim ini berbeda menjadi kolektif. Apa yang ditunjukkan United adalah contoh kalau Anda tidak bisa mengelola tim seperti 10 tahun lalu. Anda harus mengerti para pemain Anda.”

Berkat prestasi yang ditorehkan Ole, The Sun melansir kabar kalau pria Norwegia tersebut akan menjadi manajer permanen Setan Merah musim depan. Hal ini secara tidak langsung menutup peluang Blanc yang mengincar Inggris sebagai tempat melanjutkan karier kepelatihannya.

“Mengelola sepakbola Inggris adalah ambisi besar saya. Sulit untuk melatih di negara asing. Tapi saya tahu pekerjaan itu. Saya punya pengalaman cukup di Paris. Di Prancis, sangat sulit untuk saya mencari klub lain. Saya ingin tantangan yang berbeda seperti Inggris, Italia, dan Spanyol. Saya ingin melatih di negara-negara tersebut,” pungkasnya.