Foto: TalkSport

Ada satu momen yang bisa membuat rasa optimis seorang Ole Gunnar Solskjaer mendadak hilang tak berbekas. Momen tersebut yaitu kekalahan melawan Watford.

***

Setidaknya itu yang dikabarkan surat kabar Metro kepada khalayak. Solskjaer yang biasanya memiliki raut wajah yang positif mendadak sedih. Dia yang biasanya selalu mencari banyak hal positif dari hasil imbang bahkan kekalahan tiba-tiba terdiam. Semuanya akibat kekalahan 2-0 melawan Watford akhir pekan lalu. Ruang ganti mendadak hening setelah hasil yang masuk dalam pertandingan memaulukan United dalam kurun beberapa tahun terakhir.

Masalah kemudian diperparah dengan krisis kepemimpinan yang ada di klub. Menurut sumber dalam klub yang menuturkan kepada Metro, Solskjaer mempersilahkan para pemain senior untuk berbicara perihal kekalahan kemarin di ruang ganti Vicarage Road. Namun apa yang didapat Solskjaer, tidak ada satu pemain pun yang mau bicara bahkan pemain senior sekalipun.

Dalam daftar 18 pemain yang dibawa Solskjaer di skuat kemarin, ada beberapa nama yang diharapkan bisa berbicara di depan rekan setimnya. Dari pengalaman dalam hal usia dan karier ada pemain seperti Ashley Young, Harry Maguire, Juan Mata, Paul Pogba, Jesse Lingard, dan David de Gea. Namun nama-nama tersebut tidak ada yang mau terlibat.

David de Gea dan Jesse Lingard mungkin sadar kalau ia baru membuat kesalahan, sementara Juan Mata dan Pogba bermain hanya beberapa menit, sedangkan Ashley Young tidak bermain sama sekali. Entah apakah karena alasan itu mereka tidak mau untuk berbicara atau dari awal mereka memang tidak berani untuk berbicara di depan rekan setimnya.

Masalah kepemimpinan memang bukan barang baru bagi Manchester United. Persoalan ini sudah terjadi bahkan sejak klub masih dipegang Jose Mourinho. Namun hingga Ole Gunnar Solskjaer memasuki tahun pertamanya sebagai seorang manajer, masalah ini tampak tidak pernah mau selesai. Hal ini yang berimbas kepada permainan mereka di atas lapangan.

Jurnalis terkenal The Times, Henry Winter, pernah menyebut kalau yang menunjukkan semangat besar untuk bertarung di atas lapangan justru adalah suporter United, sebaliknya para pemain yang dipercaya untuk bermain tampil seperti baterai yang kehabisan daya. Itu ia ungkapkan saat Setan Merah dikalahkan oleh Newcastle United beberapa waktu lalu.

Para pemain United saat ini tidak ada yang bisa mencerminkan kualitas sebagai seorang leader. Tidak ada eseorang yang mampu meminta rekan setimnya untuk menegakkan kepala ketika timnya menderita kekalahan atau kebobolan. Tidak ada yang memberikan gestur dengan mengayungkan tangan ke atas layaknya yang pernah dilakukan Zlatan Ibrahimovic dan Wayne Rooney, dua pemain terakhir yang bisa disebut sebagai leader di Manchester United.

“Untuk menjadi pemain United, yang dibutuhkan adalah keberanian. Namun tim ini hanya bisa menundukkan kepala. Rasa-rasanya para pemain ini seperti sedang bertanya pada diri sendiri: ‘kepada siapa saya harus melihat?’ Tidak ada Eric Cantona, tidak ada Roy Keane. United tidak punya pemimpin yang bisa mendorong mereka untuk melakukan keberanian, kata mantan pemain Chelsea, Tony Cascarino.

Sangat disayangkan memang bagi tim sekelas United tidak memiliki seorang pemimpin. Berpuluh-puluh tahun yang lalu banyak sekali pemain yang bisa dikatakan mampu menjalani peran ini di dalam skuat. Sekarang, sangat susah mencari satu sampai dua nama.

Ole Gunnar Solskjaer kerap menyebut kalau Axel Tuanzebe, Scott McTominay, Victor Lindelof, dan Marcus Rashford sebagai pemimpin di dalam skuat. Namun siapa yang bisa membimbing mereka? Ashley Young, Jesse Lingard, hingga Juan Mata, bisa dibilang belum layak untuk menjadi mentor bagi para pemain-pemain muda ini.

Selain itu, ia juga memasukkan nama Harry Maguire. Nama terakhir sudah didapuk sebagai kapten jika Ashley Young (kapten utama) absen. Namun mantan pemain Leicester ini jelas belum layak disebut pemimpin karena ia baru bergabung musim ini meski Solskjaer berulang kali terus memujinya.

“David (De Gea) sudah bertahun-tahun ada di klub ini, tetapi Harry Maguire datang dan menjadi luar biasa di ruang ganti dan menjadikannya kapten adalah keputusan saya. Dia pasti bisa menjadi kapten jangka panjang,” kata Solskjaer.

Pemimpin di Era Sir Alex Ferguson

Dalam bukunya yang berjudul Leading, Sir Alex Ferguson pernah menuliskan kalau dia sebenarnya tidak butuh orang yang bisa menjadi kapten. Namun yang ia butuhkan adalah orang yang bisa menjadi pemimpin. Orang yang mampu memenuhi empat kriteria yang ia mau yaitu punya keinginan menjadi pemimpin, bisa dipercaya untuk menyampaikan pesan, dihormati rekan setim, dan yang keempat adalah mampu beradaptasi untuk mengubah keadaan.

Inilah mengapa Fergie tidak pernah mau memberikan jabatan kapten kepada seorang Paul Scholes. Ia menyebut, meski Scholes memenuhi tiga dari empat kriteria yang ia mau namun Scholes tidak memenuhi syarat yang pertama yaitu hasrat menjadi pemimpin. Ya, Scholes dianggap Fergis sebagai orang yang tak banyak bicara.

Di sisi lain, pemimpin di era Sir Alex begitu banyak. Pada skuat juara 1992/93, ia punya Peter Schmeichel, Steve Bruce, dan Bryan Robson. Ketika tim diisi mayoritas lulusan Class of 92, ada Eric Cantona dan Peter Schmeichel. Berlanjut kemudian ada nama Roy Keane, Rio Ferdinand, Gary Neville, Nemanja Vidic, Patrice Evra, dan Wayne Rooney. Nama-nama ini juga bisa menjadi pemimpin berkat bimbingan para seniornya saat mereka masih muda dulu.

Ini juga yang menjadi alasan mengapa Sir Alex Ferguson menekankan keseimbangan di dalam timnya. Ia tidak ingin timnya dipenuhi oleh banyak pemain muda atau banyak pemain tua. Pemain muda dianggap masih bisa berkembang dan pemain muda butuh beberapa pemain yang berjiwa pemimpin agar bisa mendidik mereka seperti yang pernah dilakukan kapten-kapten United sebelumnya.

Sayangnya, skuat United sekarang lebih banyak diisi pemain muda sementara pemain senior banyak yang tidak memenuhi kriteria sebagai seorang pemimpin sehingga jabatan kapten yang diberikan Solskjaer hanya sebatas penghias lengan dan formalitas belaka.

“Solskjaer harus belanja dua sampai tiga pemain berpengalaman. Pemain muda ini tidak akan berada di sana untuk melihat hasil dari kerja keras yang ia lakukan, kecuali mereka punya pemain berpengalaman di sekitar mereka. Jika tidak, maka mereka tidak paham apa itu standar dan mereka tidak akan pernah menjadi dewasa,” kata Gary Neville.

Namun jika melihat incaran pemain United pada bulan Januari, pemain berpengalaman nampak tidak ada dalam kamus Solskjaer. Erling Haaland, Jadon Sancho, James Madisson, Declan Rice, dan Matthew Longstaff, adalah para pemain muda yang di klubnya saat ini juga sedang dibimbing oleh para pemimpinnya masing-masing.