Paul Pogba mengimbau masyarakat Manchester untuk tak pernah berhenti berjuang melawan aksi teror. Pernyataan yang terbilang keluar dari konteks umum sepakbola ini, muncul setelah meledaknya bom di konser musik Ariana Grande pada Mei lalu.

Pogba menyampaikan pesan perjuangan ini melalui wawancaranya dengan majalah gaya hidup dunia, Esquire. Pernyataan ini menjadi yang pertama bagi Pogba sebagai seorang penganut agama Islam di kota Manchester.

Gelandang asal Perancis ini mengakui bahwa serangan teror di kota yang turut serta membesarkan namanya tersebut sebagai momen yang sulit. Namun pemain berusia 23 tahun tersebut menginginkan masyarakat Manchester untuk tak menyerah dengan situasi saat ini.

“Jelas ini adalah momen yang sulit bagi kita, tapi kita tidak boleh menyerah begitu saja. Kita tak boleh membiarkan mereka (teroris) masuk ke dalam pikiran kita, kita harus melawan mereka,” tutur Pogba.

Lebih lanjut lagi, Pogba menginginkan para masyarakat dunia untuk tidak melabeli Islam sebagai teroris. Menurutnya tidak tepat menjadikan agama sebagai dasar untuk melakukan pembunuhan atau aksi teror.

“Kejadian sedih memang tak bisa dihindarkan dari kehidupan ini, namun kamu tak bisa berhenti hanya karena itu. Kamu jua tak bisa membunuh manusia, menurut saya jika kamu membunuh itu tandanya sudah gila. Jadi salah jika menempatkan agama ke dalam aksi tersebut. Itu (aksi teror) bukan Islam dan semua orang tahu itu, bukan hanya saya yang mengatakan hal tersebut,” jelas Pogba.

Selain Pogba, sebelumnya striker muda United, Marcus Rahsford jua menyampaikan pesan yang serupa soal aksi teror di Manchester. Dilansir dari Daily Mail, pemain berusia 19 tahun tersebut mengatakan bahwa dunia saat ini tidak dalam kondisi yang baik, sehingga dirinya berharap dukungan akan kedamaian perlu terus diperjuangkan.

“Segala hal yang terjadi di Inggris dan dunia saat ini memang tidak baik. Sangat mengecewakan ketika saya mendengar apa yang terjadi di Manchester dan London. Rasa simpati saya ada untuk para keluarga dan penting bagi para keluarga untuk mengetahui hal itu,” terang Rashford pada bulan Juni lalu.

Rasa simpati Rashford ditunjukkan dengan mengunjungi rumah sakit tempat para korban berada bersama rekan satu timnya, Jesse Lingard. Bersama Lingard ia mendatangi Rumah Sakit Khusus Anak Kecil Manchester, tempat dimana biasanya para pemain United melakukan kunjungan social.

“Kegiatan yang kami lakukan seperti konser (acara amal) dan datang ke rumah sakit, adalah untuk menunjukkan pada para keluarga korban dan para masyarakat bahwa kita harus melawan ini bersama-sama,” kata Rashford.

Selain berkunjung, Rashford dan Lingard jua memberikan jersey United kepada para korban yang dirawat di rumah sakit tersebut. Tentu rasa empati kedua pemain tersebut terasa begitu besar lantaran mereka berdua besar di Kota Manchester, di mana Lingard lahir di Warrington dan telah bermain untuk United sejak umur 7 tahun. Sedang Rashford besar di daerah Wythenshawe, bagian Selatan dari Kota Manchester.

Pelajaran dari Mendiang Ayahnya

Menyangkut kesedihan dalam sebuah kehidupan, Pogba jua mendapat pertanyaan perihal ayahnya yang baru saja tutup usia beberapa waktu yang lalu. Seperti jawaban positifnya akan teror bom di Manchester, Pogba mengatakan bahwa kini ia ingin menikmati kehidupan selagi diberi kesempatan.

“Ketika kamu kehilangan seseorang yang kamu cintai, kamu tidak akan berpikir sama lagi. Sehingga sekarang saya mengatakan bahwa saya menikmati hidup ini, karena semuanya berlangsung dengan sangat cepat. Saya masih ingat momen saat berbicara dengannya, tapi sekarang dia sudah tidak ada,” terang Pogba.

“Ayah saya adalah orang yang kuat dan jua keras kepala. Ia berjuang di usia yang tak mudah. Ia ayah yang baik dan saya bangga sekali menjadi anaknya. Kemudian juga salah satu orang terlucu yang pernah saya temui. Sehingga kalau setiap bersamanya saya akan tertawa. Tapi dia jua pintar, karena punya gelar professor. Jadi kamu harus mengenang hal-hal yang positif saja,”  tutup Pogba.

Sumber : Manchester Evening News dan Daily Mail