Foto: Mirror.co.uk

Manchester United begitu gembira menyambut kemenangan telak 4-0 melawan Chelsea. Hasil ini tidak lepas dari kontribusi tiga pemain baru mereka, yang dua diantaranya sempat dinilai terlalu mahal yaitu Aaron Wan-Bissaka (768 miliar rupiah) dan Harry Maguire (1,3 triliun rupiah). Investasi 2,1 triliun yang dilakukan Setan Merah nampak tidak sia-sia jika melihat penampilan mereka Minggu (11/8) kemarin.

Akan tetapi, di sisi luar Old Trafford. Ada seseorang yang begitu kecewa dengan perlakuan Setan Merah kepadanya. Ia merasa, jerih payahnya selama ini tidak dihargai dengan pantas oleh kesebelasan yang beberapa kali didaulat sebagai tim terkaya di dunia tersebut.

“Saya berjuang keras untuk bisa membeli makan bagi keluarga saya dan terkadang saya harus membeli makanan yang sudah didiskon karena hampir lewat masa kadaluarsa. Dengan mempertimbangkan besarnya uang yang beredar di sepakbola, akan terasa menyenangkan seandainya klub membayar upah yang layak kepada pekerjanya.”

Orang yang tidak menyebutkan namanya tersebut, ternyata bekerja sebagai petugas kebersihan di stadion Old Trafford. Selama bekerja di Teater Impian, ia merasa tidak mendapatkan upah yang layak meski melihat klub tempatnya bekerja begitu enteng dalam mengeluarkan uang yang besar untuk menggaji dan merekrut pemain-pemain bintang.

Masalah Lama Yang Tidak Kunjung Selesai

Kecilnya bayaran untuk para pegawai yang bekerja di stadion klub-klub Inggris memang menjadi masalah akut yang tidak kunjung selesai. Hal ini sangat kontras jika dibandingkan dengan perputaran uang yang melibatkan jumlah besar di sana. Manchester United juga tidak luput dari masalah ini. Mereka dianggap menutup mata atas upah yang tidak layak diberikan kepada para staf yang bekerja di tersebut.

Masalah ini ternyata belum selesai meski sudah disuarakan sejak awal tahun 2018 lalu. Ketika itu, beberapa staf yang bekerja di Old Trafford merasa kecewa dengan keputusan klub memberikan gaji tinggi kepada Alexis Sanchez yang menjadikan pemain asal Cile ini sebagai pemain bergaji tertinggi di Premier League, di tengah upah minim yang dibayarkan klub kepada mereka.

Sanchez mendapatkan gaji 400 ribu paun per pekan (7,6 miliar rupiah). Menurut organisasi Citizens UK, Sanchez hanya butuh 82 menit saja ketika bermain melawan Huddersfield untuk mendapatkan gaji satu tahun para pekerja stadion yang dibayar murah yaitu 14.625 pounds setahun (227 juta rupiah setahun).

“Untuk sebuah kesebelasan yang besar seperti United, merupakan sebuah skandal bahwa mereka memberikan upah yang tidak layak untuk kehidupan sehari-hari. Dulu, Sir Alex Ferguson sering mengatakan bahwa dari staf dapur dan puncak hierarki adalah satu keluarga,” tutur Furqan Naeem yang pernah bekerja sebagai steward di Old Trafford.

“Ketika jendela transfer musim dingin ditutup, banyak pekerja di Old Trafford yang harus memilih diantara dua hal yaitu menggunakan pemanas ruangan atau memakan makanan panas. Kami telah mendengar banyak kisah tentang biaya hidup yang tinggi namun upah yang mereka dapatkan sangat rendah. Banyak dari mereka yang berjuang demi mempertahankan hidup,” tambah Ian Rutherford, seorang Pendeta di Manchester.

Tidak hanya Naeem, Sophie (bukan nama sebenarnya) juga merasakan hal serupa. “Kenaikan gaji mungkin tidak akan berarti bagi sebagian orang yang berada di klub (pemain, staf, manajemen, dll), namun bagi kami para pekerja, kenaikan gaji bisa membantu saya memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar biaya sewa rumah,” tutur perempuan yang sehari-hari bekerja sebagai karyawati hotel yang dimiliki United tersebut.

Menggandeng Living Wage Foundation

Direktur Eksekutif Citizens UK, Neil Jameson, sempat meminta Manchester United untuk bekerja sama dengan lembaga Living Wage Foundation. Lembaga ini bertugas sebagai pemberi akreditasi tentang berapa besaran upan minimum per jam yang harus dibayarkan sebuah perusahaan kepada para pekerjanya, termasuk sebuah klub sepakbola.

“Sudah saatnya United menunjukkan komitmen mereka untuk para pekerja yang sudah bekerja keras di luar lapangan. Tidak hanya United saja yang menutup mata pada kenyataan pahit yang diterima para staf bergaji rendah, rata-rata klub Inggris memiliki lubang yang tanpa dasar dalam menggaji pemain namun tidak dengan para pegawainya,” kata Jameson.

Living Wage sendiri berkomitmen untuk membayar staf dan pekerja dari pihak ketiga sebesar 9 pounds per jam (154 ribu rupiah), dan 10,5 pounds (179 ribu rupiah) untuk mereka yang bekerja di wilayah London. Angka ini sudah lebih tinggi dari upah minimum nasional di Inggris yang sebesar 8,2 pounds (140 ribu rupiah) per jam.

Pada 1 Februari 2018 lalu, Naeem sempat mengirimkan sebuah surat kepada Ed Woodward untuk memperjuangkan nasib dirinya dan beberapa pegawai lain yang mendapat upah rendah. Dalam surat tersebut, Naeem melaporkan kalau ada beberapa staf yang bekerja di hari pertandingan hanya dibayar kurang dari 7 pounds per jam. Angka ini sudah meleset dari upah minimum nasional.

Surat tersebut kemudian mendapat tanggapan dari pihak United. Mereka menyebut kalau United sudah memberi upahnya sesuai dengan kesepakatan yang diatur oleh Premier League dan Living Wage.

Namun seperti dikutip dari BBC, United belum membayar upah minimumnya sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan Living Wage. Dalam catatan mereka, hanya ada empat klub Premier League saja yang sudah mendapatkan akreditasi membayar upah sesuai dengan ketentuan upah yang mereka keluarkan. Empat klub tersebut adalah Everton, Liverpool, Chelsea, dan West Ham.

***

Pada musim 2017/18, penghasilan gabungan dari 20 kesebelasan Premier League menyentuh angka hingga 82 triliun rupiah. Pada jendela transfer musim panas lalu, klub-klub Inggris menghabiskan 24,1 triliun rupiah. Tentu sangat miris ketika melihat para pekerja tidak dibayar dengan layak meski tim tempat mereka bekerja mendapat label sebagai tim kaya oleh banyak kalangan.

Mereka semua tidak butuh gaji sebesar Alexis Sanchez, atau Paul Pogba. Yang mereka butuhkan adalah upah yang layak sehingga mereka tidak lagi pusing atau sampai membeli makanan yang hampir kadaluarsa hanya untuk sekadar bertahan hidup.