Nama Jose Mourinho kembali bergema di stadion Old Trafford ketika Manchester United menderita kekalahan melawan Cardiff pada pekan terakhir Premier League 2018/2019. Hal ini tidak lepas dari munculnya chant berbunyi “Mourinho benar, manajemen sampah, kami semua membenci Woodward” sebagai aksi protes kepada manajemen tim yang dianggap sebagai biang keladi dari masalah klub.
Banyak penggemar United yang kini bersimpati kepada manajer asal Portugal tersebut. Sebelumnya, Mourinho dianggap biang keladi dari performa buruk Manchester United musim ini. Namun setelah melihat penampilan United yang melempem dalam 12 pertandingan terakhirnya bersama Solskjaer, maka mereka merasa kalau masalah United jauh lebih kompleks ketimbang sekadar memecat pelatih.
Justru para pemain yang kini menjadi sasaran kemarahan suporter. Salah satunya adalah Paul Pogba. Gelandang Prancis ini kembali dianggap sebagai virus utama dari permasalahan United. Yang terbaru, Pogba terlibat konflik dengan beberapa pendukung United setelah laga melawan Cardiff.
Ada yang menyebut kalau Pogba harus bertanggung jawab atas penampilan buruk United. Sebagai pemenang Piala Dunia, ia diwajibkan untuk menularkan mental juaranya kepada pemain lain agar bisa mengeluarkan permainan terbaiknya. Meski begitu, Jose Mourinho justru tidak setuju jika buruknya penampilan United disebabkan oleh penampilan Pogba semata.
“Saya hanya akan mengatakan kalau saya tidak bisa mengatakan ‘ya’ ketika Anda bertanya apakah Paul (Pogba) satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab (atas penampilan buruk United),” kata Mourinho saat diwawancarai oleh L’Equipe.
“Masalahnya adalah para pemain, organisasi tim, dan ambisi. Ketika berbicara soal Manchester United, saya hanya ingin mengatakan dua hal. Yang pertama adalah waktu telah berbicara. Yang kedua, masalah mereka masih berada di sana,” tuturnya.
Sebelumnya, Jose Mourinho disebut menjadi biang masalah United. Salah satunya yang membuat gempar adalah perseteruannya dengan Paul Pogba beberapa bulan lalu. Konflik tersebut kemudian membuatnya kehilangan pekerjaan pada bulan Desember lalu. Meski begitu, Mourinho menegaskan kalau konfliknya dengan Pogba saat itu hanyalah sebagian kecil dari permasalahan Manchester United yang cukup rumit.
Manajer Tidak Boleh Jadi Boneka
Dipecatnya Mourinho membuat manajemen United kemudian menjatuhkan pengganti pada sosok Ole Gunnar Solskjaer. Selain berstatus sebagai legenda klub, sosoknya yang tidak arogan seperti Mourinho, dianggap bisa meredam situasi ruang ganti United. Kepribadian Ole yang baik dan murah senyum diharapkan bisa mempengaruhi mood para pemain untuk bermain bagus.
Akan tetapi, Mourinho khawatir kalau ramahnya sikap Solskjaer itu bisa disalah gunakan oleh beberapa pihak tertentu. Ia takut kalau Solskjaer akan menderita nasib yang sama seperti dirinya yaitu mendapatkan banyak sekali intervensi dari manajemen atau para pemain. Hal ini yang membuat Mourinho memilih untuk bersikap arogan karena dia punya wewenang yang tinggi sebagai seorang manajer.
“Secara umum, para pemain seperti terkena erosi ketika Anda meminta banyak hal dari mereka. Ketika saya mengatakan kalau musim kedua saya fantastis, saya mengucapkan itu karena saya bekerja seperti orang yang diperas. Anda merasa seperti orang yang sendirian, dalam hal itu Anda tidak mendapatkan dukungan dari klub. Sementara beberapa pemain melawan pelatih, lantas untuk apa saya menjadi orang yang baik?”
“Saya tidak ingin menjadi orang baik, karena orang baik, setelah tiga bulan hanya akan menjadi boneka dan itu tidak akan berakhir dengan baik. Sekarang, orang-orang mulai paham kenapa saya menyebut pencapaian peringkat dua musim lalu adalah sesuatu yang fantastis bersama United,” ujarnya menambahkan.
Solskjaer pun diminta oleh mantan manajer Inter Milan ini agar bisa bersikap tegas kepada para pemainnya. Jika ketegasan Mourinho kepada beberapa pemain United dianggap sebagai konflik, maka Solskjaer diminta untuk bisa membuat anggapan tersebut tidak menimpa kepada dirinya. Sulit memang, tapi itulah cara yang bagus menjadi seorang pemimpin menurut Mourinho.
“Saya mengerti ketika suatu hari ada seorang pemain yang meminta untuk jangan diberikan kritik di depan rekan setimnya. Dia merasa kalau itu menjatuhkan statusnya. Namun saat itu saya berpikir kalau sebuah klub sepakbola itu adalah sebuah keluarga dan Anda perlu berbicara secara terbuka.”
“Namun itu membuat saya terkadang harus mengubah cara Anda dalam mengambil tindakan. Namun saya tegaskan kalau Anda memilih untuk bersikap baik, maka Anda tidak layak dianggap sebagai manajer. Namun Anda juga tidak boleh menciptakan konflik sesering mungkin. Bertingkahlah seperti seorang pemimpin karena jika Anda tidak bersikap sebagai pemimpin, maka Anda tidak akan memiliki kekuatan,” tuturnya.